20. can we work this whole things out?

376 42 3
                                    

Wajah Pamela berubah panik begitu melihat keadaan Rosé berdiri di depan pintunya. Wajah merah, pipi basah, dan tubuh yang lunglai menatap Pamela lirih. Buru-buru gadis itu menuntun sepupunya masuk ke dalam kamar.

Tangis Rosé masih berlanjut, nafasnya tersengal dan pipinya basah oleh air mata. "Maaf aku mengganggumu," ujar Rosé serak.

Pamela mendudukan Rosé di kasur. "Nonsense!" sahutnya. "Apa yang terjadi?"

Duduk diam, lidah Rosé kelu untuk menjawab. Merangkai kalimat saja membuatnya kembali mengingat semua kejadian buruk yang menimpanya dan membuatnya kembali menangis. "I'm sorry," ucap Rosé begitu air matanya mengalir lagi.

Melihat sepupunya dalam kondisi kacau, Pamela berhenti bertanya dan memeluk gadis itu. "Hei, tidak apa-apa. Menangis-lah sepuasmu."

Beberapa saat Rosé larut dalam tangis di pelukan Pamela. Sekuat mungkin ia berusaha menghentikan tangisnya. Tapi butuh tenaga lebih besar karena setiap ia hendak berhenti, suara Chanyeol yang mengatakan perbuatannya kembali terngiang di kepala Rosé.

Rosé masih tidak menyangka Chanyeol melakukan hal sejahat itu padanya, meski dalam pembelaannya Chanyeol hanya ingin menyelamatkan sang gadis. Tapi bagi Rosé, perbuatan Chanyeol adalah hal yang paling egois dan tidak berperasaan. Rosé tahu Chanyeol tidak memikirkan akibat dari perbuatannya terlebih dulu.

Perlahan tangis Rosé mereda. Hanya isak yang masih tersisa. Melihat keadaan Rosé yang sudah mulai normal, Pamela kembali bertanya. "Kau sudah lebih baik?"

Rosé melepas pelukan sepupunya. "Ya," gumamnya serak. "Aku benar-benar minta maaf, Pam. Tapi aku tidak tahu harus pergi ke mana."

"Berhenti minta maaf, girl!" omel Pamela. "Aku tidak peduli kau datang ke kamarku jam berapapun. We'll always have each other, remember?"

Mengangguk pelan, senyum Rosé mengembang di antara isakannya. Ia bersyukur punya saudara seperti Pamela. Meski tinggal berjauhan, tapi tidak menghentikan keduanya untuk selalu hadir dalam kehidupan masing-masing.

"Jadi, kau mau menceritakannya padaku?" tanya Pamela.

Rosé menghela nafas. Ia sadar bagaimanapun Pamela pasti ingin tahu hal apa yang membuatnya datang ke kamarnya hanya dengan jubah mandi dan tangis yang dramatis. "Kau ingat cerita masa SMA-ku? Aku selalu menghubungimu hampir setiap malam karena aku tidak punya teman selain Jennie. Aku yang selalu merengek ingin pindah kembali ke sini."

Pamela mengangguk. "Ya, kau mengira orang-orang masih menganggapmu si anak luar negeri dengan aksen aneh?" tanyanya. "Tunggu dulu! Jika aku tidak lupa, salah satu anak yang merundungmu di SMP bernama Chanyeol? Apakah Chanyeol yang kau bawa ke sini adalah bocah yang dulu mengganggumu?"

Rosé mengangguk. "Ya, tapi bukan itu intinya—"

"Rosie! Kukira kau membencinya setengah mati! Ternyata batasan benci dan cinta tipis sekali," goda Pamela membuat perut Rosé seakan diremas.

Rosé menyela. "Kau mau mendengar ceritaku?"

Mengangguk dan kembali fokus, Pamela mendengarkan lagi cerita sepupunya.

Rosé melanjutkan. "Saat itu, kukira semua orang di SMA tahu asal-usulku dan memilih menjauh karena reputasiku sudah terlanjur buruk di SMP."

"Lalu?"

Jeda sejenak. Rosé perlu mengumpulkan kekuatannya untuk melanjutkan cerita. Ia tidak mau kembali menangis. "Aku baru tahu alasan yang sebenarnya kenapa semua orang menjauhiku saat SMA. Ternyata mereka menganggapku gila."

Kening Pamela berkerut dan matanya membelalak. "What? Kenapa mereka berpikiran begitu?"

Kemudian Rosé menceritakan pengakuan Chanyeol padanya. Ia juga menceritakan bagaimana semua hal di SMA menjadi masuk akal. Tentu saja tidak ada yang mau berteman dengannya, apalagi berkencan. Siapa juga yang mau berhubungan dengan gadis dengan gangguan mental berat yang sewaktu-waktu dapat meledak?

Ever You | chanrose (YOU SERIES BOOK 2) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang