Rosé duduk dengan gelisah di kursinya. Ia melirik lagi arloji di tangannya, menanti kedatangan Paul yang akan membahas record deal-nya. Karena terlalu gugup, Rosé datang lebih cepat dari waktu yang Paul janjikan.
Mengalihkan pikirannya, Rosé memilih memperhatikan orang-orang. Jam makan siang membuat bistro tempatnya bertemu Paul cukup ramai. Beberapa orang terlihat makan siang sambil mengobrol dengan grupnya. Mereka mengobrol dan tertawa. Hal itu membuat Rosé ikut tersenyum.
Denting ponselnya terdengar. Dengan sigap ia mengeceknya. Sejak kemarin ia selalu gugup ketika ponselnya berdering. Ia takut Paul membatalkan janji atau mengalihkan waktu pertemuan mereka.
Begitu membuka layar, ternyata Chanyeol yang mengirimnya pesan.
Chanyeol
Has Paul arrived yet?Rosé membalas dengan singkat.
Rosé
Not yetSetelah makan siang dengan Madeline kemarin, Rosé mulai melunak. Ia tidak lagi antipati dan terus menghindari Chanyeol. Lagipula Tuhan sepertinya tidak pernah memberinya waktu untuk jauh dari pria itu. Chanyeol seakan ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tidak Rosé duga.
Tapi, meski tidak lagi menghindari Chanyeol, Rosé tetap membuat batasan. Ia tidak mau Chanyeol salah paham dan berpikir kalau hubungan mereka sudah kembali baik seperti sebelumnya. Tidak, hubungan singkat itu tidak akan pernah terjadi lagi. Setidaknya bagi Rosé.
Ponsel Rosé kembali berbunyi singkat.
Chanyeol
Should I call him?Rosé hendak membalas, tapi Paul sudah datang dan membuatnya sedikit terperanjat. "Hai, maaf lama menunggu," ujar Paul. Lelaki bertubuh tinggi besar itu menjabat tangan Rosé.
"Tidak apa-apa," sahut Rosé. "Aku terlalu bersemangat dan datang terlalu awal." Rosé terkekeh.
Paul duduk di hadapan Rosé, "Kau sudah memesan?" tanyanya yang dijawab Rosé dengan menggeleng.
Keduanya memesan terlebih dahulu. Setelah pesanan mereka dicatat oleh pramusaji, barulah obrolan tentang bisnis dimulai.
"Apa kau punya lagu lain selain demo yang kau kirimkan?" tanya Paul.
Rosé menjawab dengan ragu, "Sebenarnya aku punya beberapa sample, tapi semuanya belum selesai."
Paul mengangguk-angguk. Ia kemudian menjelaskan, "So, here's the deal," ujarnya. "HMR akan mengontrakmu untuk satu lagu terlebih dahulu, seperti sebuah EP. Lalu setelahnya, kemungkinan kami akan membuat mini album."
Mata Rosé terbelalak girang. "A-album?" tanyanya memastikan.
Paul mengangguk. "Ya, kurasa dengan popularitas dan pengikutmu di sosial media, kita harus mulai memproduksi langsung ke mini album."
Darah dalam diri Rosé mengalir lebih deras. Tiba-tiba saja ia merasa sangat panas meski restoran memiliki pendingin udara. Senyumnya mengembang. "Kau serius? Bagaimana kalau laguku tidak meledak?"
Tiba-tiba saja Paul tertawa. "Oh, honey, jangan terlalu pesimis," sahutnya. "Perusahaan seperti HMR tentu sudah menganalisis banyak hal sebelum menawarkan kontrak pada artis."
Rosé mengulum senyum. Ia merasa sangat senang hingga ingin berteriak kegirangan. Hanya saja sebagian pikirannya selalu membayangkan kemungkinan buruk. Memilih mengenyahkan pikiran buruknya, Rosé mengangguk antusias.
"Baiklah, aku menerima apa pun yang HMR tawarkan," ujar Rosé kemudian.
Paul mengangguk. "That's my girl!" serunya. "Kau akan menjadi artis hebat bersama HMR. Aku melihat bakat dan potensi luar biasa dalam dirimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ever You | chanrose (YOU SERIES BOOK 2) ✔️
FanfictionYOU SERIES: [1] LOATHE YOU | jenkai [2] EVER YOU | chanrose [3] TREASURE YOU | hunlis [4] SECRET YOU | jisuho Rosé membenci Chanyeol bahkan sejak mereka kecil. Pria itu tukang bully, berantakan, sombong, tidak tegas, dan segala hal yang salah dalam...