4. playing with fire

545 46 5
                                    

Rosé menghabiskan lagi shot-nya yang kedua dan langsung memesan gelas ketiga. Seharusnya ia bersenang-senang karena mulai saat ini ia dan ketiga temannya sudah resmi lulus. Ya, tentu Rosé senang. Tapi ia juga merasa sesuatu mengganjal dalam hatinya.

Hingga saat ini, Rosé belum memberitahu kedua orang tuanya tentang berita kelulusan. Kepalanya sudah memutar banyak skenario yang akan dikatakan ayah dan ibunya. Terlebih hingga kini Rosé belum mendapat pekerjaan tetap selain dari gig manggungnya di kafe dan adsense dari sosial medianya.

Belum lagi beberapa hari setelah Maddie menghubunginya, ibunya juga menghubungi Rosé. Tentu saja untuk memamerkan pencapaian kakaknya dan mengomentari pilihan yang diambil Rosé. Bukan hal baru, tapi tetap saja menyebalkan setiap kali terjadi.

"Rough night? I thought we're celebrating?" suara seseorang di sampingnya membuat Rosé menengok ke sumber suara. Ia mengerang kesal begitu mendapati Chanyeol duduk di sampingnya dan memesan minum.

Ke mana Lisa? Rosé melihat sekeliling dan melihat temannya yang seharusnya menemaninya minum sudah berada di lantai dansa.

"Bukan urusanmu." sahut Rosé ketus.

Ketika minuman Rosé datang, pria itu berkata. "Tentang tawaranku, aku serius. Kurasa kau akan cocok di sana. Hanya saja cobalah sedikit tersenyum. Wajahmu akan cepat berkerut jika terus menekuk."

Mulut Rosé menganga tidak percaya. Ia baru tahu ada seorang laki-laki yang sangat cerewet dan senang mengomentari hal tidak penting seperti Chanyeol. "Oh, aku sebenarnya orang yang sangat ramah. Hanya saja wajahku otomatis seperti ini hanya padamu. I can't help it."

Chanyeol memegang dadanya. "Oh, aku merasa tersanjung." cibirnya. "Kau tahu batasan antara benci dan cinta itu tipis sekali."

Mendengar itu, Rosé menenggak minumnya dengan satu gerakan kesal. Wajahnya merengut saat merasakan alkohol membakar tenggorokannya. "Aku lebih baik mati tersedak tequila murah ini daripada mendengar kalimatmu."

"Apa akan membantu jika kau bisa mati tersedak minuman yang lebih mahal?" tanya Chanyeol.

Tidak lama, minuman pria itu datang. Chanyeol memberikan segelas alkohol pada Rosé dan berkata. "Cobalah tersedak dengan minuman itu. Paling tidak saat kau mati tersedak, petugas koroner tidak akan menertawai isi perutmu."

Rosé memperhatikan gelas minuman yang diberikan Chanyeol. "Apa yang kau inginkan?"

Bahu Chanyeol bergerak naik turun. Bibirnya dilipat dan tersungging kecil. "Hanya ingin membantu teman, kurasa?"

"Aku bukan temanmu."

Chanyeol menghela nafas. "Baik. Kau teman adikku."

"Kau selalu jahat padaku, Chanyeol." ujar Rosé tanpa menahan diri. Ia sedang tidak ingin bermain-main dengan siapapun terlebih pria di hadapannya. Kepalanya sudah penuh dengan segala masalah hidupnya.

Kali ini tawa Chanyeol meledak. "Selalu jahat? Ini bukan SMP lagi, Zebra."

"Don't call me that!" suara Rosé naik satu tingkat. Tiba-tiba saja kilasan balik masa sekolah kembali berputar di kepala Rosé yang membuat gadis itu menjadi marah.

"Aku harus pergi. Please, excuse me."

Saat Rosé hendak beranjak, Chanyeol menahan lengannya. "Pertimbangkan tawaranku, oke? Kau teman Jennie. Kurasa adikku akan senang jika aku membantu temannya."

Dengan cepat Rosé menarik tangannya. "Don't count on it."

•••

"Doakan aku!" Jisoo pergi pagi-pagi sekali karena ia dipanggil wawancara di New York Publisher—sebuah penerbitan besar tempat para penulis terkenal menerbitkan karyanya.

Ever You | chanrose (YOU SERIES BOOK 2) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang