Part 26

1K 133 13
                                    

Revan tidak berhenti merutuki dirinya sendiri yang kelewat sibuk. Sudah lima hari ini ia tidak menghubungi Syafa atau mencarinya di rumah sakit. Ia memang tidak mempunyai nomor ponsel Syafa, itu yang menyulitkannya menanyakan kabar wanita itu. Untuk bertanya pada Friska, Revan malu juga. Nanti pasti Friska berpikir yang tidak-tidak.

Setelah kepulangannya dari New York tadi malam, ia baru tidur beberapa jam kemudian ke kantor lagi. Ada rapat penting yang tidak bisa di tunda. Rasa lelah membuatnya semakin frustrasi karena tidak bisa bertemu Syafa. Pasti perempuan itu sudah berpikir macam-macam tentangnya.

Revan menyuruh anak buahnya untuk memantau kondisi Syafa di rumah sakit. Dan sialnya, Revan baru tahu kalau Syafa berada di Sukabumi untuk tugas sejak beberapa hari yang lalu.

Sialan. Syafa pasti mengira ia pria yang tidak bertanggung jawab. Padahal Revan dengan susah payah berusaha menaklukkan hati wanita itu. Tapi karena kesibukannya, malah jadi berakhir seperti ini.

Suara deringan interkom menyadarkan Revan dari lamunannya. Ia segera mengangkatnya dan mendapatkan laporan dari sekretarisnya mengenai kedatangan Davina. Sebenarnya Revan ingin menolak, tapi tidak enak juga jika papanya dan papa Davina mendengar ponolakannya. Jikapun Revan tidak ingin meneruskan perjodohan ini, ia akan mengakhirinya dengan baik-baik.

Beberapa saat kemudian, Davina masuk dengan wajah cantiknya. Perempuan itu selalu terlihat stylish dimanapun berada. Maklum saja, Davina seorang selebgram terkenal. Jadi, sudah terbiasa menjadi pusat perhatian.

"Hai, selamat siang. Tadi aku ada pekerjaan didekat sini. Jadi, aku memutuskan mampir. Apa aku mengganggu?" Tanya Davina sambil mendudukkan dirinya di kursi yang ada diseberang Revan. Ia duduk dengan anggun dan meletakkan tas mahalnya di meja kerja Revan.

"Tidak. Aku baru saja selesai melihat laporan. Ada rapat tapi baru jam 3 sore nanti."

"Baguslah. Aku takut menganggumu tadi. Ini jam makan siang, bisakah kita makan siang bersama?" Ajak Davina tanpa basa-basi.

Revan sebenarnya ingin menolak. Ia tidak ingin memberi harapan berlebih pada Davina karena nyatanya ia tidak mencintai wanita itu. Revan mencintai Syafa. Namun, untuk mengatakannya pada Davina, Revan masih bingung.

"Van, kok diem aja. Gimana? Bisakan, aku udah laper ini." Davina sedikit mendesak. Untuk menaklukkan laki-laki kaku seperti Revan, tidak ada untungnya jual mahal. Bisa-bisa ia malah kehilangan start jika tidak terburu-buru.

"Oke. Dimana kita makan siang?"

"Di depan kantor kamu ada restoran Jepang yang enak. Kita makan di sana aja. Banyak food vlogger merekomendasikan restoran itu."

"Ya sudah, kita berangkat sekarang."

Davina mengangguk senang lalu segera berdiri. Ia berjalan disamping Revan yang tetap tanpa ekspresi seperti biasanya. Ingin sekali Davina menggandeng lengan lelaki itu untuk menunjukkan pada semua orang jika Revan adalah miliknya. Namun, Davina menahan semua itu karena Revan belum resmi menjadi kekasihnya.

Mereka berjalan menyusuri koridor kantor di iringi tatapan penasaran dari para karyawan Revan. Davina terlihat sangat bangga, sedangkan Revan tampak biasa saja. Mengabaikan raut wajah bahagia Davina karena semakin Davina berharap, ia semakin sulit menjelaskan pada wanita itu.

Tidak butuh waktu lama, mereka sampai di restoran yang di tuju. Davina dengan penuh semangat bertanya pada Revan mengenai kesukaan pria itu. Dan seolah ingin menjadi calon istri yang baik, Davina dengan sigap memesankan apa saja yang di inginkan oleh Revan.

"Van, nggak apa-apa kan kalau aku ambil foto kita berdua?" Tanya Davina penuh semangat. Sejujurnya Revan ingin menolak. Tapi, tidak enak juga jika berfoto saja ia menolak.

"Oke. Nggak apa-apa."

Davina tersenyum cerah. Kemudian dengan senang hati menggeser tempat duduknya hingga berada tepat di samping Revan. Wanita itu mulai berfoto dengan berbagai macam pose. Revan hanya tersenyum tipis, ia sebenarnya kurang suka berfoto. Bahkan Revan tidak punya media sosial kecuali wattsap. Menurutnya itu buang-buang waktu dan sama sekali tidak penting.

Selesai berfoto, Davina tampak puas melihat hasil jepretannya. Wanita itu tampak mengotak-atik hasil potretannya. Revan hanya meminum jus, tidak tertarik melihat hasil jepretan wanita narsis itu.

"Oh ya Van, gimana kerjasama kamu sama Alex? Aku dengar dari dia kemarin pas kami rapat, kamu sama dia kerjasama lagi."

"Iya. Kami sering kerjasama kok. Dia cukup kompeten dan kerjasama kami selalu berhasil."

"Kau benar. Dua kali aku kerjasama sama dia jadi brand ambassador, dan semuanya lancar. Aku dengar dari orang terdekatnya, dia sedang pendekatan dengan keponakan kakak iparmu, wanita yang di ajaknya makan siang kemarin waktu kita ketemu. Bener gitu?"

Raut wajah Revan seketika mendingin mendengar perkataan Davina. Jadi, berita tentang Syafa dan Alex sudah terdengar kemana-mana. Bagaimana bisa begitu. Apa jangan-jangan Syafa sudah menerima cinta Alex. Mengingat, wanita itu tidak mengatakan apapun saat mereka tidur bersama. Syafa juga tidak pernah membalas pernyataan cintanya.

"Van, kok ngelamun?"

"Eeeh, aku nggak tahu. Aku sibuk kerja, jadi nggak tahu mengenai kabar nggak penting."

"Iya juga yah. Tiap hari kamu cuma di kantor. Juga nggak punya sosmed. Jadi kudet, hehehe."

Revan tidak menanggapi apapun soal  Syafa. Ia dan Davina makan siang sambil membahas pekerjaan Davina. Akun sosial media wanita itu yang selalu bertambah followersnya setiap hari. Atau pekerjaan Davina yang menjadi brand ambassador banyak produk.

Setelah selesai makan, keduanya berpisah dengan Davina yang pulang naik mobilnya, dan Revan kembali ke kantornya untuk rapat. Meskipun di otaknya terngiang-ngiang pada ucapan Davina seputar Alex dan Syafa, Revan berusaha mengabaikannya. Ia harus berkonsentrasi bekerja dulu, baru setelah ini ia akan menemui Syafa, meminta penjelasan pada wanita itu seputar hubungan tidak jelasnya dengan Alex.

**

Syafa merebahkan tubuhnya di atas ranjang setelah jalan-jalan mengelilingi pantai. Hari ini para tenaga medis punya waktu libur sehari. Karena padatnya aktivitas, mereka banyak yang menggunakan libur hari ini untuk tiduran di penginapan. Sementara Syafa, memilih berjalan-jalan di tepi pantai.

Setelah lelah, ia memutuskan kembali ke penginapan. Syafa membuka ponselnya, membuka pesan chat yang kebanyakan dari mamanya. Entah kenapa, ingatan Syafa tiba-tiba tertuju pada wanita yang sedang pendekatan dengan Revan, Davina Veronica Hariadi, seorang selebgram yang cukup terkenal.

Iseng-iseng, Syafa membuka akun Instagram wanita itu. Dan mata Syafa seketika melebar mendapati foto yang baru saja di unggah oleh selebgram cantik itu. Foto Davina dan Revan yang sedang makan bersama. Meskipun di situ terlihat ekspresi Revan tampak datar, berbeda dengan Davina yang tampak sangat bahagia.

Syafa mengembuskan napas berat. Jadi, ini alasan Revan selama berapa hari ini tidak menghubunginya. Dan lagi, ternyata pria itu kembali membual. Menyatakan cinta, nyatanya justru akan menikah dengan wanita lain. Sialan Revan. Benar-benar bedebah yang tidak bisa dipercaya.

Setelah meletakkan ponselnya dengan kasar di sampingnya, Syafa memejamkan matanya. Ia ingin segera tidur dan tidak ingin mengingat Revan, ataupun kenangan tentang pria itu. Setelah ini saya harus memperingati dirinya sendiri agar tidak dibodoh-bodohi lagi oleh Revan. Pria yang terlihat pendiam itu ternyata adalah buaya darat.

Sialan

Tok tok tok

Suara ketukan pintu membuat Syafa urung meneruskan tidurnya. Ia membuka mata, mengumpat dalam hati karena ada yang mengganggu tidurnya. Syafa berdiri, dengan wajah kesal, ia berjalan dan membuka pintu kamarnya.

Mata Syafa ketika melotot mendapati siapa yang ada di hadapannya saat ini. Pria itu, yang baru saja membuatnya naik pitam, kini berdiri di hadapannya. Revan dengan senyum tipisnya, kini berdiri gagah dan tampan, persis di depan pintu kamar losmennya.

A Frozen Flower (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang