Part 19

1.2K 114 5
                                    

"Sejak kapan kau menguping pembicaraan kami?" Tanya Erika ketus. Salman hanya tersenyum sekilas, membuat Erika bertambah kesal.

"Cukup lama. Aku tidak sengaja mendengar, bukan menguping. Itu berbeda Erika."

Erika menatap berang pada suaminya. Ia membanting sendok secara tiba-tiba, membuat semua orang yang ada di sana terkejut bersamaan.

"Lalu kau bangga. Bisa terang-terangan berselingkuh dan aku diam saja. Ku pikir selama ini aku membuat kesalahan hingga sikapmu padaku berubah drastis. Nyatanya aku salah. Aku tidak membuat kesalahan apapun. Tapi ada satu kesalahanku, aku terlalu percaya padamu hingga tidak memikirkan hal ini sebelumnya. Kau berselingkuh Salman. Bahkan hal sepele seperti aku salah menyiapkan bekal Syafa, ingin mengajak Syafa ke pesta, kau selalu marah-marah yang aku sendiri tidak tahu dimana salahnya. Ku pikir aku memang kurang bisa memahamimu. Ternyata aku salah. Intinya kau sudah tidak mencintaiku lagi. Kenapa tidak bilang sejak awal."

Erika bicara berapi-api, membuat Ega yang baru saja turun dari kamar menatap keheranan pada mamanya. Salman hanya menatap datar, tidak membalas perkataan ngawur istrinya yang sedang marah.

"Aku dan Ega tidak pernah benar di matamu. Kau hanya memikirkan perasaan Syafa. Tidak pernah memikirkan perasaanku dan Ega yang bingung dengan perubahan sikapmu. Jika tahu alasannya kau punya wanita lain, seharusnya kau bilang sedari dulu. Aku sama sekali tidak keberatan kau menceraikan aku!!"

Erika menghapus air matanya, kemudian berlari menuju kamar. Meninggalkan semua orang yang kebingungan. Rudi segera masuk ke ruang makan ketika baru saja berpapasan dengan putrinya yang berlari sambil menangis. Ia kebingungan lalu menepuk pundak istrinya.

"Ada apa? Putrimu kenapa?" Tanya Rudi bingung, Sarah tidak menjawab dan hanya menggidikkan bahu.

"Pa, bener papa selingkuh?" Tanya Ega tidak percaya, membuat Rudi menatap menantunya yang duduk dengan tenang di meja makan.

"Ega, kamu ngomong apa sih. Nggak mungkinlah papa selingkuh." Syafa menyikut adiknya, memberi isyarat pada Ega agar diam saja daripada semuanya bertambah runyam.

"Syafa."

"Iya Pa?"

"Suruh Bi Ida bawa sarapan papa dan mama ke kamar kami. Kami akan sarapan di kamar saja. Papa butuh bicara empat mata sama mama kalian."

"Iya Pa. Nanti Syafa bilang sama Bi Ida."

Salman beranjak dari kursi kemudian menyusul istrinya ke kamar. Setelah Salman tidak terlihat lagi, Rudi segera membuka mulut karena tidak tahan dari tadi hanya diam.

"Sebenarnya tadi ada apa? Kenapa Mama kalian heboh sendiri. Pake acara nangis-nangis gitu."

"Ega cuma denger tadi mama nuduh papa selingkuh kek. Emang bener?"

"Ya nggak lah Ga. Mama lagi sensitif aja. Mungkin lagi dapet." Sahut Syafa cepat. Ia tidak ingin kakeknya juga salah paham dan masalah ini merembet kemana-mana.

"Tadi kami bertiga ngobrol biasa. Nggak tahu lah tiba-tiba Erika bahas perubahan sikap Salman selama hampir 10 tahun ini. Dan nggak tahu dari mana, tiba-tiba ada Erika pikiran kalau Salman selama ini selingkuh. Karena itu sikap Salman jadi berubah."

Mendengar penjelasan istrinya, Rudi tidak bisa menahan tawanya, membuat semua orang makin kebingungan. Menurut Rudi, pemikiran Erika kali ini benar-benar tidak masuk akal.

Mana mungkin Salman selingkuh, laki-laki itu setiap hari hanya berjibaku dengan pasien di rumah sakit. Tidak ada waktu untuk berselingkuh. Sebenarnya pemikiran Erika itu kenapa. Ada-ada saja.

"Teori dari mana itu. Salman selingkuh itu hal yang paling mustahil di dunia ini. Aku lebih percaya ada orang yang bisa menguras air laut dari pada Salman selingkuh. Sebenarnya otak Erika itu kenapa, ada-ada saja."

"Mungkin mama bingung kek. Selama beberapa tahun ini sikap papa berubah drastis. Jadi overprotektif sama Kak Syafa, Mama jadi serba salah. Mungkin itu yang membuat Mama kepikiran kalau Papa itu selingkuh. Ega pribadi sebenarnya juga nggak percaya."

Rudi menghembus napas berat, kemudian menatap anggota keluarganya yang tengah berkumpul. Ia mengelus pundak Ega kemudian duduk di kursi paling depan.

"Ya sudah. Kita sarapan. Masalah mereka, biar dipikirkan sendiri. Mereka sudah tua, sudah pantas punya cucu. Tidak masuk akal jika masih memikirkan hal seperti itu. Sudah, duduk, kita sarapan bersama."

Semua orang mengangguk, tidak ada yang membantah. Syafa memberitahu  Bi Ida agar mengirimkan sarapan ke kamar kedua orang tuanya. Setelahnya, mereka berempat sarapan dan tidak lagi membahas seputar perselingkuhan Salman yang sebenarnya tidak ada yang mempercayainya.

**

Salman membuka kamarnya pelan, kemudian menutupnya kembali. Ia menatap istrinya yang kini tidur sambil sesenggukan. Salman menghela napas berat, kemudian berjalan menuju wanita yang sudah memberinya dua orang anak itu.

Duduk di tepi ranjang, ia kemudian mengelus rambut Erika yang tampak sangat marah. Ia menyadari, selama bertahun-tahun ini memang kurang memperhatikan istrinya. Salman terlalu fokus memperhatikan Syafa, hingga mengabaikan istrinya dan Ega yang juga butuh perhatiannya.

Dalam hati ia menyesali sikapnya. Erika dan Ega juga butuh perhatiannya. Tidak seharusnya ia mengabaikan istrinya hingga Erika jadi berpikir yang tidak-tidak tentangnya. Ia sangat mencintai Erika, semua orang tahu hal itu. Tapi, masalah yang mendera Syafa sepuluh tahun terakhir, membuat perhatiannya hanya tertuju pada putrinya saja.

"Maafkan aku. Tidak seharusnya aku mengabaikanmu dan membuatmu tidak nyaman. Tapi percayalah, aku tidak pernah berselingkuh. Aku hanya mencintaimu seumur hidupku."

"Omong kosong. Katakan saja kau bosan padaku dan bermain api di belakangku. Jika begitu yang terjadi, tidak usah berbelit-belit. Kita bercerai saja!"

Salman terdiam, ia tidak membalas perkataan emosi dari istrinya. Ia memang bersalah dalam hal ini. Meskipun tuduhan Erika ngawur, tetap saja itu salahnya. Salman akhirnya membaringkan tubuhnya, memeluk istrinya dari belakang, berusaha menenangkan wanita yang terlanjur emosi itu.

"Maaf. Aku bersalah padamu. Aku hanya ingin melindungi putri kita satu-satunya. Aku takut terjadi sesuatu yang tidak di inginkan padanya. Karena itu, aku jadi sangat posesif dan membuatmu serba salah. Maafkan aku yang baru menyadarinya. Aku berjanji, setelah ini akan berubah."

"Intrik laki-laki yang ketahuan selingkuh selalu seperti itu. Minta maaf dan berjanji akan berubah. Memuakkan."

Salman terkekeh, kemudian mencium pundak istrinya yang sesekali masih sesenggukan. Mengeratkan pelukannya, ia membisiki lembut telinga istrinya.

"Kau yakin aku berselingkuh? Aku tahu dari hatimu yang paling dalam, kau tidak percaya hal itu. Aku hanya mencintaimu dan anak-anak. Mungkin caraku salah. Aku akan merubahnya. Hanya satu hal yang ku minta, maafkan aku untuk sepuluh tahun ini. Maafkan aku yang belum bisa membahagiakanmu. Aku berjanji, demi kau dan anak-anak, aku akan berubah. Kau mau memaafkanku?"

Erika terdiam sebentar, kemudian tiba-tiba sebuah senyuman kecil terukir di bibir manisnya. Ia berbalik menghadap suaminya yang tengah memeluknya.

"Tidak semudah itu. Sepuluh tahun adalah waktu yang lama. Selama itu pula aku serba salah. Jadi sekarang, aku ingin kau menuruti semua keinginanku. Untuk membayar sepuluh tahun ini."

Salman mengernyit, menatap Erika yang kini juga menatapnya. Perempuan itu tersenyum penuh arti, kemudian mengalungkan lengannya ke leher Salman, membisiki sesuatu yang membuat mata Salman melotot seketika.

A Frozen Flower (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang