SHS- 25

102 11 0
                                    

Hai, aku kembali publish lagi.

****

"Hati-hati," ucap Jarvis pelan.

Mereka mengangguk lalu memasuki rumah kosong tempat di mana Lukka dan anak buahnya bersembunyi. Terdengar suara tawa Lukka menggelegar. Alisa mengepalkan tangan, ia kesal dengan Lukka yang menyuruh anak SMP merundung Yusuf.

"Sabar," bisik Jarvis.

Walaupun Jarvis melihat wajah Alisa dalam remang-remang. Namun, ia tahu bahwa kekasihnya itu sedang tersulut emosi. Ia harus bisa mengontrol Alisa agar tidak kebablasan.

"Aku ingin menghajar wajah mereka sampai babak beluk!" geram Alisa.

"Kita ke sini cuma untuk memasang penyadap suara. Jadi jangan sampai ketahuan," jelas Darren.

Shana mengangguk dengan wajah ketakutan. Ia menyesal ikut mereka mencari tahu tempat persembunyian Lukka. Wajah anak buah Lukka sangar. Sementara Jarvis dan Lukka memasang alat penyadap dengan hati-hati.

Lukka terlihat sedang bahagia. Ada banyak makanan dan minuman. Anak buahnya memuji sampai membuat laki-laki itu merasa berada di atas angin.

"Dendam sudah terbalaskan, tinggal menunggu kabar meninggalnya Yusuf Mumtaz Zahran," ujar Lukka lantas terbahak-bahak.

"Lo yakin kalau yang membunuh Adinda itu bokap Alisa?" Dion tiba-tiba keluar dari sebuah ruangan kecil di sana.

"Kalau bukan bokap Alisa, siapa lagi?" Lukka yakin kalau Sulaiman adalah pembunuh.

"Lo pasti nggak percaya kalau pembunuhnya itu bukan pak Sulaiman." Dion duduk di kursi kosong dekat anak buah Lukka.

"Terus lo nuduh siapa? Buktinya pak Sulaiman sudah dipenjara," kata Dion.

"Kata siapa? Pak Sulaiman sekarang sudah bebas. Tanpa kita tahu, ada seseorang yang sudah menjebak pelakunya," ungkap Dion.

"Lo jangan bercanda, Dion." Lukka berusaha untuk tetap tenang.

"Lo tahu 'kan mang Udin?" tanya Dion.

"Penjaga kebersihan, 'kan?" Setahu Lukka itulah mang Udin.

"Yap, mang Udin tahu siapa pelakunya. Sekarang ia sedang di kantor polisi dimintai keterangan," kata Dion membuat suasana semakin hening.

Alisa, Shana, Jarvis dan juga Darren diam mendengarkan pembicaraan mereka. Semoga saja ada petunjuk untuk mereka.

"Dan sekarang yang menjadi tersangka—" Perkataan Dion terputus karena tak sengaja Shana menginjak kaleng bekas minuman.

"Siapa itu?" teriak Lukka.

Darren langsung menarik Shana berdekatan dengannya hingga punggung gadis itu menubruk dada bidang Darren. Agar anak buah Lukka tidak menyadari keberadaan mereka.

Shana menahan napas karena sangat dekat dengan Darren. Aroma tubuh laki-laki itu begitu menyeruak masuk ke hidungnya. Apalagi saat Shana tak sengaja berbalik lalu keningnya mengenai bibir Darren. Mereka sama-sama terkejut. Adegan itu membuat mereka semakin gugup.

"Duh, gue merasa berdosa," gumam Shana.

Darren diam menggigit bibir bawahnya untuk menepis kegugupannya.

Sementara Jarvis sedang mempersiapkan diri mengambil ancang-ancang untuk berlari sambil menggenggam erat tangan Alisa.

"Lari," teriak Jarvis ketika beberapa anak buah Lukka menemukan mereka.

Darren mendengar itu langsung menarik Shana. Mereka berempat berlari dari kejaran orang-orang suruhan Lukka.

"Brengsek!" umpat Lukka melihat Jarvis dan yang lain mengetahui tempat persembunyiannya.

Sky High School { The End }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang