TUJUH

5.5K 191 3
                                    

"Ini kamarnya Ning. InsyaAllah nyaman untuk ditinggali." Zira memperlihatkan kamar yang akan ditempati Aisha.

Aisha berjalan, sedikit mengitari kamarnya. "Cukup nyaman Ra. InsyaAllah saya akan betah di sini."

"Ning Aisha bisa beberes dan istirahat dulu. Kan Ning capek baru sampai. Apalagi perjalanannya tadi lumayan jauh."

"Iya Ra. Saya mau istirahat sebentar. Karena agak sedikit pusing tadi saat naik mobilnya."

"Kalau gitu aku keluar dulu Ning." Zira pun keluar dari kamarnya Aisha.

Aisha membereskan barang-barang yang ia bawa. Beberapa barang di taruh di atas meja dan beberapa barang ditaruh di dalam lemari.

Aisha membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Ia menatap langit-langit kamarnya. "Berarti, nanti atau besok saya udah mulai ngajar di sini. Ini moment sepesial dalam hidup saya, bisa mengamalkan ilmu yang sudah saya dapatkan," batin Aisha. Perempuan itu merasa sangat senang bisa mengabdi di pesantren Al-Akbar.

Aisha memejamkan matanya. Ia menikmati tidurnya dengan suasana hati yang senang dan dalam keadaan jiwa yang tenang.

Setengah jam berlalu, Aisha terbangun dari tidurnya. Ia merasa lebih enakan setelah beristirahat sebentar. Ia duduk di depan cermin menatap dirinya yang cantik itu. Ia merapikan baju dan memperbaiki hijabnya. Gadis itu memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Kamar yang ia tempati adalah salah satu kamar yang ada di ndalem.

Satu langkah keluar dari kamar Aisha mencium bau harum masakan dan itu dari dapur. Ia menuju dapur. Di sana ia dapati Umma Alma dan Zira sedang memasak untuk makan siang mereka nanti.

Zira menoleh ke belakang. "Kak Aisha sini."

Aisha menghampiri Zira dan Umma Alma. "Kayanya enak banget nih masakan Umma sama Zira." Zira tersenyum tipis menanggapi ucapan Aisha.

"Nanti kita makan siang bareng ya Ai," ajak Umma Alma.

"Iya Umma. Aisha gak sabar pengin cicipin masakan Zira sama Umma."

"Ada yang perlu Aisha bantu gak?" tanya Aisha.

"Boleh Ning. Ning Aisha tolong ambilkan piring di dalam lemari buat kita sajikan masakannya."

Aisha mengambil beberapa piring di dalam lemari termasuk juga mangkuk, sendok, dan garpu. "Letakkan di atas meja Ning."

Semua makanan telah disajikan di atas meja makan. Dan sekarang mereka akan makan siang bersama. Kiyai Fadil dan Gus Rasya juga sudah duduk di meja makan setelah tadi dipanggilkan oleh Zira.

Umma Alma mengambil piring dan menaruh nasi di piring tersebut. Lalu diberikan kepada Zira, Rasya, Kiyai Fadil, dan juga Aisha. "Gimana Ai enak?"

"Enak banget Umma."

"Zira memang berbakat kan Ning. Kalau urusan masak serahkan sama Zira. Chef-chef yang TV sih kalah kalau sama Zira." Aisha terseyum manis.

"Mas, kenapa diam aja. Biasa kalau makan begini. Rebut-rebutan paha ayam sama aku." Rasya dan Zira memang sama-sama menyukai paha ayam. Makanya jika paha ayamnya tinggal satu, mereka akan rebutan untuk ambil duluan. Namun, hari ini ia hanya menikmati makanan yang dihadapannya saja. Mungkin hadirnya Aisha membuat seorang Gus Rasya sedikit canggung. Karena memang mereka belum pernah bertemu lagi semenjak kecil. Padahal waktu kecil mereka sangat akrab berteman.

"Mas lagi diet ya?" Zira bertanya lagi kerena memang dari tadi Rasya tidak menjawabnya.

"Kalau Mas gak mau. Biar buat Zira aja." Zira mengambil paha ayam yang ada di piring itu.

"Ra, suka banget ngegoda Mas nya." Umma berujar membuat Aisha tersenyum manis.

"Ai, gimana keadaan Kiyai Rahmat dan Umma Kemala?" tanya Kiyai Fadil.

"Alhamdulillah baik, Abi.

"Alhamdulillah."

"Kamu gimana dengan pendidikan kamu di pesantren?"

"Alhamdulillah, saya udah menyelesaikan hafalan Al-Qur'an, Abi dan sekarang mulai mengkaji hadits."

"Sama seperti Gus Rasya berarti. Sekarang mulai mengkaji kitab-kitab hadits."

"Kalian cocok banget berdua. Kalau kalian menikah pasti akan mempunyai keturunan yang shaleh dan shalehah," tambah Umma Alma.

Mendengar ucapan Umma membuat Rasya tersedak salivanya. "Kenapa Mas? Minum dulu."

"Iya Umma."

"Baper ya Mas?" goda Zira.

"Kamu ini, masih anak-anak juga," jawab Rasya, membuat Aisha lagi-lagi tersenyum manis.

• • •

Selepas shalat isya di mushalla tadi, Aisha langsung ke kamarnya. Ia hari ini belum mengajar, ia hanya berkeliling melihat-melihat pesantren, menyapa para santri, dan mengistirahatkan tubuhnya. Rencananya, besok ia baru akan mengajar di pesantren.

Aisha merasa sangat senang dengan apa yang akan dilakukan ia di pesantren. Teringat dulu dia hanya seorang santri dan belajar di pesantren An-Nur. Tetapi ia sekarang sudah mengabdi dan akan mengajar di pesantren Al-Akbar.

Ketukan pintu dari Zira memotong lamunan Aisha. "Ning, boleh aku masuk?"

"Iya masuk aja Ra."

Aisha sedang duduk di atas kasur. Zira juga segera duduk di kasur itu di samping Aisha. "Ning gimana dengan hari ini?"

"Alhamdulillah, saya sangat senang Ra."

"Santri-santri di sini juga ramah-ramah sama saya." Aisha menambahkan.

"Mereka senang Ning ada di sini. Mereka pasti akan banyak belajar dari Ning, termasuk juga Zira." Zira terkekeh di akhir ucapannya.

"Ra, gimana dengan hafalan Qur'an kamu?"

"Alhamdulillah Ning, udah sampai pertengahan Al-Qur'an. Umma, Abi, dan Mas selalu support aku. Ditambah ada Ning lagi di sini. Aku tambah semangat."

"Kamu bisa aja."

"Zira, saya mau nanya sesuatu, boleh?"

"Silakan Ning, tanya aja."

"Mas kamu itu memang pendiam ya?"

Mendengar pertanyaan Aisha membuat Zira tertawa lepas. "Kenapa kamu ketawa Ra?"

"Gus Rasya pendiam? Gak Ning. Mas itu bisa sangat aktif kalau dengan orang yang sudah dia kenal. Kalau dengan aku, asik berantem aja. Dia itu ceria, suka makan, dan dia juga senang membuat orang lain bahagia. Tapi jangan buat dia terkejut secara tiba-tiba, karena dia itu punya penyakit jantung. Nanti penyakitnya bisa kambuh."

"Gus Rasya punya penyakit jantung?"

"Iya Ning, penyakit jantung bawaan tapi gak terlalu berbahaya kok. Dan dia sering check up ke dokter."

"Perihal kenapa dia kelihatan pendiam, itu mungkin dia baru pertama ketemu Ning. Mungkin dia malu sama Ning. Karena Gus Rasya tipikal pemalu dengan orang baru. Tapi kalau sudah dekat, dia itu humble banget."

"Aku tau kenapa Gus Rasya jadi pendiam di depan Ning."

"Kenapa?"

"Mungkin Mas jatuh cinta sama Ning Aisha."

• • •

Tunggu kelanjutannya ya.

Jangan lupa difollow, vote, dan komennya.

Follow juga Ig : namasayazia._

Kisah Cinta Yang Tak Direstui Semesta [ TELAH TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang