EMPAT PULUH TIGA

3.7K 151 7
                                    

Gimana kabar semuanya?
Maaf baru update lagi. Ini kan bulan puasa. Jadi Author nya banyak kesibukan lain. Makanya up nya lama.
Gimana menurut kalian kalau cerita ini dijadikan versi cetak/ novel?
Ada yang mau beli/ pesan?
Kalau rame nanti akan diterbitkan, InsyaAllah.
Coba kalian komen di sini ya.

• • •

Rasya sedang duduk di teras ndalem. Ia menikmati secangkir kopi buatan Aisha ditemani pisang goreng hangat. Aisha yang tadi pamit ke dapur sebentar. Sekarang sudah kembali duduk di samping Rasya. Sudah empat hari meninggalnya Kiyai Fadil, Rasya merasa sangat rindu dengan Abi nya tersebut.

"Ai. Saya kangen Abi. Kangen masa-masa dulu saya belajar sama Abi. Kangen masa-masa Abi nasehatin saya kalau saya lagi keliru ngelakuin sesuatu. Saya kangen banget masa-masa itu," ujar Rasya.

Tangan Aisha mencoba meraih tangan Rasya. Ia mencoba menguatkan suaminya itu. Kalau ia bisa katakan jangan sedih ada saya di sini yang akan selalu nemenin Gus. Raut wajah Rasya cukup menampilkan kesedihan. Aisha semakin mengeratkan pegangan tangannya. Ia ingin selalu berada di samping suaminya itu untuk menguatkannya, agar tabah dan sabar menerima semua ketetapan Allah.

"Waktu itu Abi pernah ngehukum saya karena saya telat setoran hafalan hadits. Saya disuruh Abi buat lari keliling pesantren sepuluh putaran. Pesantren ini kan luas. Saya benar-benar kecapean saat itu. Sampai-sampai serangan jantung saya kumat. Saya jatuh pingsan. Abi sangat mengkhawatirkan kondisi saya waktu itu. Dan setelah kejadian itu Abi gak pernah lagi memberi hukuman kepada saya."

"Di satu sisi saya senang. Di sisi yang lain saya jadi malas belajar."

"Saya benar-benar rindu saat-saat itu." Lanjut Rasya.

"Memang masa-masa belajar itu masa-masa paling indah. Masa di mana menuntut ilmu menjadi tujuan utama," balas Aisha.

"Saya dulu juga pernah dikenakan hukuman oleh Abah, Gus. Saya disuruh bersihin semua toilet pesantren. Karena saat itu saya lalai, ketiduran sampai tidak subuhan."

"Abah benar-benar akan bersikap tegas, jika berkenaan dengan shalat. Jadi itu hukuman terberat yang pernah saya terima. Karena hukuman itu menjadi penyemangat buat saya agar menjadi muslimah yang lebih baik lagi."

"Memang masa-masa dulu menjadi kenangan yang jika kita ingat sekarang kita akan tersenyum dengan tingkah kita dulu."

Rasya tetiba menggenggam tangan Aisha. "Biarkan saya selalu bersama kamu. Biarkan tangan ini tetap bisa saya genggam sampai kapan pun."

Aisha tersenyum simpul. Ia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Bahwa sekarang Gus Rasya sudah benar-benar mencintainya dan melupakan seseorang di masa lalunya dulu.

"Gus, bimbing saya menuju surga-Nya."

"InsyaAllah Ai. Kita akan mencoba meraih dan menggapai bersama surga-Nya."

"Ingatin saya jika saya keliru."

"Saya akan selalu mohonkan kepada Allah agar kita senantiasa bersama dalam ketaatan kepada-Nya," balas Aisha.

• • •

Semenjak selepas shalat dhuha tadi. Rasya tertidur di atas sajadahnya. Aisha pun baru masuk ke kamar karena dari tadi ia sibuk membantu Umma dan Zira di dapur ndalem. Membereskan alat-alat rumah tangga yang beberapa hari lalu digunakan untuk tahlilan. Dan juga memasak untuk makan siang mereka nanti.

Aisha melihat Rasya yang tidak biasanya tidur di pagi hari, apalagi sekarang ia tidur selepas shalat dhuha di atas sajadah. Aisha mencoba membangunkan Rasya. Ia merasa sedikit khawatir dengan Rasya.

Kisah Cinta Yang Tak Direstui Semesta [ TELAH TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang