DUA PULUH LIMA

5.8K 191 8
                                    


Malam ini suasana pesantren Al-Akbar berjalan seperti biasanya. Setelah shalat maghrib berjama'ah. Santri-santri makan malam bersama di dapur pesantren. Bagi santriwan di dapur santri putra, sedangkan santriwati di dapur santri putri.

Walaupun makanannya sederhana, tetapi keakraban dan ukhuwahnya cukup terbangun erat. Mereka menikmati hidangan makan malam dengan hati yang senang.

Santri-santri patut bersyukur kepada Allah SWT karena mereka diberikan kesempatan untuk menuntut ilmu agama karena tidak semua orang di era zaman sekarang memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu agama. Banyak dari mereka lebih memilih ilmu umum ketimbang ilmu agama.

Setelah makan malam mereka kembali memasuki kelas untuk melanjutkan belajar di malam hari. Kecuali yang memiliki tugas piket. Maka mereka melakukan ronda mengelilingi dan menjaga seluruh area pesantren agar tetap aman dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Di asrama santri putri ada enam santri yang bertugas piket malam ini termasuk Farah dan Nisa. Mereka masing-masing membawa senter sebagai alat penerang di area-area yang tidak disinari lampu.

"Ghina dan alya, kalian ke sebelah sana. Desi dan Rana ke sebelah sana. Aku sama Farah ke arah sana." Nisa membagi tugas menunjuk area-area untuk dilakukan kegiatan ronda malam ini. Mereka segera memencar ke area-area yang telah disepakati tadi.

• • •

Sebuah mobil sedan terparkir di area 100 m dari gerbang pesantren Al-Akbar. "Halo, iya bos. Kami siap melakukan aksi. Kami akan meletakkan bahan peledak itu di dalam pekarangan pesantren. Kami akan melakukan teror kepada mereka."

Laki-laki berbadan kekar itu mematikan teleponnya setelah mendapatkan tugas dari bosnya. Mereka akan melakukan peneroran terhadap pesantren atas penolakan tadi siang. Mereka akan tetap memaksa pesantren untuk menjual tanah pesantren kepada mereka agar mereka bisa membangun perusahaan judi.

Dua Lelaki berbadan besar dan kekar itu memasuki area pesantren dengan mengendap-endap. Mereka menutupi wajah mereka dengan sarung kepala berwarna hitam. Pakaian mereka juga hitam. Mereka ingin memanipulasi di area gelap yang tidak tersentuh cahaya. Itu mereka lakukan agar aksi mereka berjalan sesuai rencana.

Mereka berdua sudah sampai di depan asrama putri. Entah cara apa yang mereka lakukan sehingga mereka tidak terlihat oleh petugas piket dan bisa sampai ke area asrama santriwati.

"Asrama santriwati," ucap salah satu dari dua orang berbadan besar itu.

"Kita letakkan bahan peledak ini di area sini aja. Tepat di depan asrama santriwati ini." Lelaki berbadan besar itu mengiyakan usulan temannya itu.

Farah dan Nisa sudah berada di depan area asrama santriwati. Mereka melihat dua orang yang mencurigakan itu. "Kalian mau lakuin apa?" ucap Nisa dengan beraninya.

Dua orang lelaki yang melihat Nisa dan Farah itu kelihatan begitu kaget. Aksi mereka bisa diketahui oleh santri pesantren. "Ayo lari."

"Tapi kita belum ngeledakin bahan peledak ini."

"Dibiarin aja dari pada kita tertangkap." Dua orang lelaki itu berlari menghindari Nisa dan Farah. Mereka gelagapan dan segera keluar dari pekarangan pesantren Al-Akbar menuju ke mobilnya.

"MALING... MALING... " Teriak Nisa dan Farah.

Nisa mengambil kentongan bambu yang diletakkan di area depan asrama santriwati itu. Ia memukul kentongan itu. Suasana pesantren pun jadi gaduh. Tetapi kedua lelaki itu berhasil melarikan diri.

• • •

Pagi ini suasana pesantren Al-Akbar sudah mulai kondusif kembali setelah semalam ada dua orang yang melakukan teror.

Kiyai Fadil dan Rasya sedang berdiri di depan ndalem. Mereka berdua menunggu Nisa dan Farah yang menjadi perwakilan dari petugas piket semalam.

Setelah dipanggil oleh Zira. Kini Nisa dan Farah sudah berada di depan ndalem. "Nisa bisa ceritakan tentang kejadian semalam?" ucap Rasya.

"Jadi begini Gus, semalam ketika kami melakukan kegiatan ronda, ada dua orang yang mencurigakan. Kami tidak tau mereka siapa. Karena mereka memakai sarung kapala hitam." Jelas Nisa.

"Ciri-cirinya gimana?" tanya Rasya.

"Mereka memakai pakaian serba hitam. Dan berbadan besar," celetuk Farah.

"Bi, ciri-cirinya hampir sama kayak dua bodyguard yang datang kemarin," ujar Rasya.

"Iya, Mas. Tapi kita gak boleh suudzon. Kita harus benar-benar mastiin. Itu beneran mereka atau bukan," ucap Kiyai Fadil.

"Gus, Pak Kiyai, kami juga menemukan bukti. Ini..." Farah memberikan bahan peledak itu kepada Rasya. Bahan peledak itu sebesar genggaman orang dewasa. Bom itu sudah dirangkai dengan baik oleh para peneror. Tetapi mereka tidak berhasil meledakkannya.

Rasya memegang bom itu dan melihatnya dengan seksama. "Ini kan bahan peledak," ucap Rasya.

"Bahan peledak? Berarti bom Gus?" tanya Farah. Ia kelihatan begitu kaget.

"Untung Gus gak meledak. Padahal benda itu, saya ajak tidur semalam di samping saya Gus. Astaghfirullah, Ya Allah, untung gak meledak. Kalau meledak bisa hancur nih muka cantik aku," ujar Farah sembari memegangi wajahnya.

"Kamu nih Far, sok cantik," ucap Nisa.

"Emang aku cantik," balas Farah.

Zira mendekati Rasya. "Mau kita apakan nih Mas? Gimana kalau meledak," tanya Zira.

"Sepertinya ini tidak akan meledak. Kecuali ada yang memicu bahan ini untuk meledak," ucap Rasya.

"Jadi Mas?" tanya Zira lagi.

"Iya Mas. Mau diapain itu?" Kiyai Fadil juga ikut bertanya.

"Ini kita jadiin barang bukti. Kalau mereka macam-macam dan mengancam lagi. Kita bisa lapor mereka ke polisi dengan bukti ini." Terang Rasya.

"Sekarang bahan peledak ini akan Rasya simpan dengan baik di gudang. Semoga aja tidak ada yang memicunya untuk meledak." Lanjut Rasya lagi.

• • •

Tunggu kelanjutan ceritanya ya.

Jangan lupa difollow, vote, dan komennya.

Follow juga Ig : ziaulfan

Kisah Cinta Yang Tak Direstui Semesta [ TELAH TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang