SEMBILAN

5.3K 182 1
                                    


Aisha terbaring di atas ranjang di dalam kamarnya di ndalem. Ketika pingsan tadi, ia digotong oleh beberapa santriwati untuk di bawa ke ndalem. Umma Alma, Zira, dan Gus Rasya menunggu ia siuman. Namun, tidak ada tanda-tanda Ning Aisha akan sadar.

Zira terus memberi Aisha ciuman minyak kayu putih. Sedangkan Nisa duduk di samping ranjang dan memperhatikan lamat tubuh Aisha yang belum bergerak juga. Nisa seperti merasa begitu bersalah atas kejadian tadi.

"Ning, bangun Ning, gue menyesal udah melakukan yang mestinya gak gue lakukan." Nisa sedikit merengek tanda ia begitu merasa bersalah.

"Kalau terjadi apa-apa sama Ning Aisha. Kamu yang patut disalahkan, Sa." Zira benar-benar merasa kesal dengan sikap Nisa.

"Iya Ning. Gue yang salah. Gue akan tanggungjawab. Gue menyesal udah ngelakuin ini sama Ning Aisha."

"Baru hari pertama loh Sa. Kamu udah buat Ning Aisha pingsan."

"Gue benar-benar menyesal Ning."

Aisha mulai menggerakkan tubuhnya. Ia membuka matanya perlahan. "Ning Aisha."

"Ning Aisha udah sadar."

"Nisa."

Nisa mengambil gelas berisi air mineral itu. Dan membantu memberikan minuman kepada Aisha. "Minum dulu Ning." Aisha meminum air itu untuk membuat dirinya lebih tenang dan baikan.

Zira mendekati Aisha. "Ning Aisha gapapa kan?"

"Gapapa Ra."

"Ning, gue benar-benar mau minta maaf gak seharusnya gue ngelakuin hal seperti tadi. Sekali lagi gue benar-benar minta maaf Ning."

"Iya saya maafin."

"Beneran Ning?"

"Iya." Nisa memeluk tubuh Aisha.

"Ning Aisha benar-benar baik."

"Allah yang memerintahkan kita untuk selalu berbuat baik." Kebaikan seorang Aisha mampu meluluhkan hati Nisa yang sering berbuat nakal itu.

Nisa melepaskan pelukannya dari Aisha. "Kamu sekarang harus berubah ya, menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Ubah dulu cara kamu berbicara dengan orang yang lebih tua dari kamu. Pilih kata-kata yang baik untuk diucapkan. Lalu ubah perilaku kamu secara perlahan-lahan. InsyaAllah, Allah akan membimbing kamu untuk melakukan kebaikan yang Allah ridhai."

Nisa menampilkan ekspresi meneduhkan. Aisha memegang tangan Nisa. "Kamu pasti bisa Sa. Kamu harus yakin dengan diri kamu."

Nisa membalas menggenggam erat tangan Aisha. "Iya Ning. Makasih udah buat aku menyesali perbuatanku dan untuk bisa merubah diri menjadi lebih baik lagi."

Rasya merasa tersentuh dengan kebaikan dan sikap Aisha. Ternyata begitu cara meluluhkan hati dan membimbing seorang santriwati seperti Nisa. Aisha belum mengajarkan banyak ilmu kepada santri-santri, namun akhlaknya saja sudah mengandung banyak ilmu yang bisa diambil dari seorang Ning Aisha.

Umma Alma mendekati Nisa. Ia mengelus lembut kepala Nisa yang dilapisi hijab berwarna pink itu. "Ambil pelajaran dari pengalaman hari ini. Dan ambil hikmah kebaikannya."

Nisa menoleh ke arah Umma Alma. Ia lalu berdiri dan memeluk Umma Alma. "Maafin Nisa ya Umma."

"Iya. Umma maafin." Umma Alma tersenyum tipis.

• • •

Taksi online berhenti tepat di depan gerbang pesantren Al-Akbar. Dari dalamnya, keluar seorang perempuan dengan selendang yang ia kenakan untuk menutup kepalanya, Shania, gadis cantik dan manis itu.

Shania berjalan memasuki pesantren Al-Akbar. Ia segera menuju ke ndalem. Ia mengetuk pintu. "Permisi, Umma, Zira."

Zira keluar dari ndalem, ia melihat Shania yang sudah berdiri di depan pintu. "Shania."

"Apa kabar, Ra?"

"Alhamdulillah, baik. Ayo masuk." Shania memasuki ndalem. Ini kali kedua ia datang ke pesantren.

"Umma, di mana Ra?"

"Ada di dalam."

"Kamu tunggu di ruang tamu dulu ya. Kamu duduk dulu di situ. Aku ke belakang dulu panggilin Umma."

Sembari duduk, Shania memperhatikan sekelilingnya. Dinding ndalem tertempel foto-foto ulama dan tulisan-tulisan kaligrafi. Foto dan tulisan di situ cukup menarik perhatiannya.

Umma Alma dan Zira datang membawakan teh hangat yang telah ia buat tadi. Umma Alma meletakkan teh hangat itu di atas meja. "Umma." Shania berdiri dan menyalami tangan Umma Alma.

"Gimana kabarnya Umma?"

"Alhamdulillah, Umma baik. Kamu gimana kabarnya?"

"Aku baik Umma."

"Shan, gimana dengan kuliahnya?"

"Agak sedikit capek sih. Tapi semuanya lancar."

"Kamu gimana dengan hafalan Qur'an dan haditsnya?"

"Alhamdulillah, lancar juga. Walaupun waktu setoran sering dimarahin Mas karena sering salah-salah. Tapi semuanya bisa ku selesain dengan baik."

"Gus Rasya galak gak waktu kamu setoran?"

Zira menjawab pelan agar tidak didengar Rasya. "Galak banget." Kedua perempuan itu tertawa kecil.

"Umma, Zira, sebenarnya, aku ada alasan kenapa datang ke sini."

"Kalau boleh tau kenapa Shan?"

"Aku mau belajar banyak tentang Islam."

"Maksudnya?" Zira bertanya.

"Aku sebenarnya seorang non-muslim dan aku sudah tertarik dengan Islam sejak lama. Dan aku pikir sekarang waktu yang tepat bagiku untuk mempelajari Islam lebih dalam karena aku telah dipertemukan dengan Umma dan Zira."

Penjelasan Shania cukup membuat Umma Alma dan Zira kaget. Tetapi mereka tetap welcome dengan Shania yang ingin mempelajari Islam secara lebih dalam.

"Kalau kamu benar mau belajar tentang Islam. Kami akan berusaha membantu kamu Shan. Semampu yang kami bisa. InsyaAllah, Allah akan memberikan hidayah-Nya kepada kamu. Kalau kamu tulus dan ikhlas." Umma berujar.

Zira memegang tangan Shania. "InsyaAllah, pasti bisa Shan." tambah Zira.

"Terima kasih Zira, Umma."

"Sama-sama."

"Tapi Shan, gimana dengan orang tua kamu. Apakah mereka sudah tau dan mengizinkan?" tanya Zira.

"Mereka gak tau Ra. Nanti perlahan-lahan aku akan jelasin ke mereka. Karena orang tua aku itu tipikal orang yang keras. Mereka ngedidik aku itu dengan sikap tegas untuk menjadi anak yang tidak cengeng dan tidak manja. Walaupun aku anak tunggal mereka tetap mendidik aku dengan sikap tegasnya."

"Makanya Shania itu kuat dan pemberani ya Umma?" Zira mempertegas ucapan Shania.

"Iya benar Ra."

"Gapapa, nanti kamu bisa belajar perlahan-lahan, bertahap-tahap, sembari kamu jelasin dengan cara yang baik juga kepada orang tua kamu," saran Umma Alma.

"Baik Umma."

"Shan, di sini kami juga baru kedatangan Ning Aisha. Dia punya akhlak yang baik dan ilmu yang banyak tentang memahami Islam. Nanti aku kenalin kamu sama Ning Aisha. Kamu pasti bisa belajar banyak dari Ning Aisha nantinya."

"Iya Ra. Aku senang banget disambut hangat begini." Shania tersenyum manis. Umma Alma dan Zira pun juga membalas dengan senyuman.

• • •

Shania mau mempelajari Islam secara lebih dalam nih. Gimana dengan kelanjutannya?

Jangan lupa difollow, vote, dan komennya.

Follow juga Ig : tulisanzia

Kisah Cinta Yang Tak Direstui Semesta [ TELAH TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang