DUA

9.1K 277 3
                                    


Setelah pulang dari rumah sakit untuk check up tadi. Rasya kini sedang duduk di kantin pesantren. Ia memesan secangkir kopi, menikmatinya sendiri. Juga ditemani sebuah roti manis tanpa isi. Jam menunjukkan pukul 10.00 pagi, dan Rasya belum ada rencana untuk melakukan kegiatan apa saja hari ini.

Rasya terlihat senyum-senyum sendiri, entah apa yang ia pikirkan, namun, terlihat dari gambaran wajahnya ia kelihatan sedang bahagia. "Mas." Zira menepuk pundak Rasya.

Zira adalah adik satu-satunya yang Rasya punya. Mereka hanya beda empat tahun. Mereka kadang akur. Kadang suka berantem, walaupun karena masalah sepele.

Rasya tidak membalas apa-apa, senyumnya masih mengembang, namun tidak tahu untuk siapa. "MAS." Zira memukul keras meja di depannya. Sehingga membuat Rasya terkejut.

Rasya menoleh ke arah Zira. "Zira, kamu mau mas mati sekarang. Kamu tau kan mas punya penyakit jantung bawaan. Kalau serangan jantung mas kambuh, gimana?"

Zira mendapat celotehan yang amat keras hari ini. Salah sendiri, ia mengagetkan Rasya. Jika benar Rasya terkena serangan jantung tadi, pasti ia bakal menyesal. "Maaf mas, aku cuma becanda."

"Itu bukan becanda namanya Zira."

"Maaf mas." Zira pun duduk di sebelah Rasya.

"Mas sih dari tadi diperhatiin senyum-senyum sendiri. Zira pikir mas kerasukan setan yang di rumah sakit tadi."

Rasya menarik napas kasar. Bisa-bisanya Zira berpikiran seperti itu. "Oh... Zira tau. Kalau bukan kerasukan, pasti mas sedang jatuh cinta kan?" Zira menggoda Rasya. Sangat apes bagi Rasya, jika benar ia sedang jatuh cinta, pasti Zira akan membully nya terus. Secara, Zira sangat suka membuat perkara dengan Rasya.

"Anak kecil tau apa sih. Kayak pernah jatuh cinta aja."

"Walaupun aku belum pernah jatuh cinta, tapi beberapa buku tentang percintaan aku khatam mas."

"Di salah satu buku yang pernah aku baca, di situ ditulis. Jika laki-laki bertemu seorang perempuan, lalu detakan jantungnya berdetak tidak seperti biasanya berarti dia sedang jatuh cinta."

"Poin yang kedua, jika laki-laki ngelamun sendiri sambil senyum-senyum gak jelas, berarti hatinya sedang dipenuhi akan cinta."

Entah buku apa yang Zira baca, tetapi apa yang ia sampaikan hampir serupa dengan apa yang sedang dialami Rasya.

"Nih anak kok bisa tau yang lagi saya alami, bisa baca pikiran kali ya," batin Rasya.

"Udah, udah. Kamu sekarang ke dapur masakin mas makan siang dari pada kamu celoteh gak jelas gini."

"Kenapa, benar ya yang aku bilang?" Zira terus menggoda Rasya. Lalu Zira menggelitik Rasya dengan seenaknya. Memang kedua adik kakak ini jika sudah berkumpul ada aja keisengannya.

Umma Alma yang melihat Rasya digelitiki oleh Zira menegurnya. "Zira, kamu tega lihat mas mu ketawa seperti itu."

"Umma." Zira menghentikan apa yang sedang dilakukannya.

"Memang Zira nih Umma, ada aja kelakuannya."

Rasya menarik Zira dari kursi yang ia duduki tadi. "Umma duduk di sini."

"Ih, mas Rasya." Jengkel Zira.

"Udah, udah." Umma Alma berujar.

"Mas, Umma mau ke pasar dulu. Kamu gantiin Umma buat ngajar di salah satu kelas santriwati."

"Baik Umma."

"Umma pergi sendiri?"

"Gak, ditemani sama Zira."

Kisah Cinta Yang Tak Direstui Semesta [ TELAH TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang