TIGA PULUH TIGA

4.7K 227 38
                                    


Ketika sedang melanjutkan mengerjakan skripsinya bersama Arman. Tetiba ponsel Una berbunyi. Tanda notif whatsapp masuk ke ponselnya.

Shania
Aku lagi di pesantren Al-Akbar nih. Aku tinggal di sini buat sementara waktu. Kamu jangan kasih tau keluarga aku ya.

Una

Hati-hati di sana. Jaga diri baik-baik.


"Kak Arman nih baca." Una memperlihatkan isi chatannya bersama Shania kepada Arman.

"Baguslah kalau Shania baik-baik aja," ucap Arman.

"Iya. Lebih baik ia menyendiri dulu," ujar Una yang dianggukkan Arman.

• • •

Setelah membalas pesan whatsapp dari Una tadi. Shania merasa bosan, ia tidak tau harus mengerjakan apa sekarang. Karena Farah dan Nisa sudah masuk ke ruang kelas untuk belajar.

Shania pun memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Sebelum keluar, ia mengambil hijab segi empat milik Nisa yang diberikan semalam untuk ia kenakan. Lalu ia ke depan cermin, memakainya dengan baik dan benar. Wajahnya yang cantik tampak begitu manis ketika ia mengenakan hijab.

Shania melawati sebuah bangunan yang bangunan tersebut terdiri dari beberapa ruang kelas. Terlihat di dalamnya para santri-santri yang belajar. Senyumannya tak lepas dari raut wajahnya. Ia begitu senang menikmati suasana pesantren.

Shania menghentikan langkahnya ketika ia melewati salah satu ruang kelas. Tatapan matanya seolah menuju satu titik. Ia melihat Gus Rasya yang sedang mengajar. Tampak raut wajahnya berbinar. Ia hanya tersenyum dan kembali melangkahkan kakinya.

Beberapa langkah ia berjalan, ia kembali menghentikan langkahnya tatkala melihat Ning Aisha yang juga sedang mengajar. Ia dekatkan jaraknya menjadi berdiri di depan pintu, sembari menyaksikan santriwati yang sedang belajar bersama Ning Aisha.

Aisha tetiba menoleh ke arah kirinya. Ia melihat Shania yang sedang berdiri di depan pintu. Aisha pun menghampiri Shania. Shania sedikit menunduk dan kembali ingin berjalan. Namun, "Shan," ucapan Aisha membuat Shania tetap berdiri di tempat dan tidak melanjutkan lagi langkahnya.

"Ning Aisha, maaf, aku jadi mengganggu Ning Aisha yang sedang mengajar," ujar Shania.

"Gak kok Shan. Kamu mau ikutan belajar?" tanya Aisha.

Shania ingin sekali mengiyakan ajakan Ning Aisha. Tetapi ia takut mengganggu Ning Aisha yang sedang mengajar.

"Gapapa Ning. Aku gak pantas berada di ruang kelas ini. Aku gak punya alasan untuk duduk bersama para santriwati di sini," ucap Shania.

Aisha tersenyum tipis mendengar perkataan Shania. "Gapapa Shan. Semua orang berhak belajar dan mengajar. Apalagi kamu yang sedang memperdalam ilmu tentang agama. Maka saya harus membantu kamu untuk mengenal lebih dekat dengan Allah."

Shania membalas senyum Aisha. Ia pun masuk ke dalam ruang kelas tersebut. Ini menjadi momen yang tak bisa ia lupakan di dalam kehidupannya.

• • •

"Pa, udah seharian Shania gak pulang. Gimana ya kondisi dia, Pa. Mama harap Shania baik-baik aja." Anita sangat mengkhawatirkan anak semata wayangnya itu.

"Papa juga bingung sekarang Ma. Papa gak tau mau cari Shania di mana lagi." Penyesalan mulai tampak dari raut wajah yang diperlihatkan Reynaldi.

"Apa yang Papa lakuin ini salah ya Ma? Papa terlalu egois. Papa terlalu memaksakan keinginan Papa bukan kemauan Shania." Reynaldi kembali duduk di atas kasur di samping Anita setelah tadi berjalan mondar-mandir di depan Anita.

"Iya Pa. Menurut Mama, Papa itu telah salah memaksa Shania. Menjadikan Shania senjata untuk memuluskan bisnis Papa bersama Koh William."

"Jadi gimana juga Ma sekarang?"

"Kita harus sabar dan terus berusaha mencari keberadaan Shania."

Reynaldi memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing. "Papa sekarang benar-benar pusing Ma. Di satu sisi Papa menginginkan yang terbaik buat Shania. Di sisi yang lain, Papa sudah masuk ke bisnis ini dan bekerjasama dengan perusahaan Koh William."

"Pa, Papa harus pilih salah satu. Pilihlah Shania karena dia anak satu-satunya kita. Sedangkan bisnis bisa dikesampingkan." Jelas Anita.

"Tapi konsekuensinya Papa bisa di penjara Ma."

Anita menarik napas dalam. Ia tidak tau apa solusi dari masalah ini sekarang. "Papa tetap harus memilih Shania. Dan Papa salah sendiri memilih berbisnis gelap dan Papa harus menanggungnya sekarang."

Reynaldi berdiri dari duduknya. Memegangi kepalanya. Ia cukup merasa pusing sekarang dengan masalah yang sedang menimpa keluarganya kini.

• • •

Rembulan tampak bersinar terang. Rasya yang duduk di teras ndalem menikmatinya dengan hati yang tidak sepenuhnya tenang. Hatinya masih bercabang, ia sudah mempunyai istri, tetapi masa lalu belum sepenuhnya pulih darinya.

Wajah Shania masih terbayang-bayang tatkala sinaran bulan itu memancarkan keindahannya. Di sisi yang lain Rasya juga masih teringat tentang Abi yang masih dirawat di rumah sakit.

Tetiba awan-awan mulai menutupi cahaya bulan. Langit malam yang tadinya dipenuhi bintang-bintang nan indah, kini mendung mulai merajai.

Tak lama berselang hujan mulai turun dari gerimis hingga ke intensitas sedang. Rasya pun memutuskan untuk kembali masuk ke ndalem. Ia ingin segera tidur setelah tadi menikmati keindahan malam.

Suasana kian sejuk. Kehangatan malam kini berubah menjadi dingin karena hujan yang turun semakin deras.

Rasya membuka pintu kamarnya. Ia segera masuk dan Aisha sedang duduk di atas ranjang. Entah kenapa wajah Aisha malam ini terlihat begitu cantik dan manis, membuat ia ingin segera menggaulinya.

Rasya mendekati Aisha. Menyentuh pipi Aisha. Aisha merasa sedikit heran dengan apa yang dilakukan Rasya malam ini. Setelah menikah baru kali ini Rasya menyentuhnya. Malam pun mereka nikmati berduaan sebagai sepasang suami istri yang saling mencintai.

• • •

Gus Rasya akhirnya menyentuh juga Ning Aisha. Ia gak tahan melihat kecantikan Ning Aisha malam ini. Hehe...

Maaf lama gak up. Baru sempat ketik sekarang. Dan di publish nya baru sempat subuh ini.

Tunggu terus kelanjutan ceritanya ya.

Jangan lupa difollow, vote, dan komennya.

Kisah Cinta Yang Tak Direstui Semesta [ TELAH TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang