TIGA PULUH EMPAT

4.7K 209 21
                                    


Suara azan subuh sayup-sayup terdengar. Rasya mulai membuka kedua matanya perlahan. Ia terbaring di atas ranjang dengan hanya mengenakan celana pendek dan tubuhnya tertutup akan selimut berwarna putih itu.

Rasya mulai membangunkan tubuhnya. Lalu ia duduk. Ia menyikap selimut dan sedikit bingung karena mendapati dirinya kenapa bisa hanya mengenakan celana pendek. Apa yang telah dilakukannya semalam bersama Aisha.

Aisha membuka pintu kamar. Ia masuk dengan memakai baju tidur dan kepalanya dilapisi handuk untuk mengeringkan rambutnya. Ia baru selesai dari kamar mandi.

Rasya mulai bergeser ke sisi tepian kasur. "Ai, apa yang telah terjadi semalam Ai?" tanya Rasya yang membuat Aisha sedikit heran.

"Memangnya Gus gak ingat?" tanya Aisha.

"Kenapa saya bisa ngelakuin ini Ai? Kenapa saya menggauli kamu semalam?" tanya Rasya yang tidak habis pikir kenapa ia bisa melakukan itu. Karena sejatinya ia sudah menahan untuk tidak melakukan hubungan biologis dengan Aisha. Ia belum mencintai Aisha seutuhnya. Ia benar-benar menahan selama ini untuk tidak menyentuh Aisha.

"Itu karena cinta Gus. Kalau bukan karena cinta gak mungkin Gus akan ngelakuin itu," jawab Aisha.

"Aisha anggap aja kita gak ngelakuin apa-apa semalam. Anggap aja ini gak pernah terjadi," ucap Rasya.

"Kenapa Gus bisa berkata seperti itu. Apa karena Gus masih mencintai Shania. Sehingga Gus merasa apa yang kita lakukan hanya ketidaksengajaan semata." Aisha tampak sedih dengan apa yang dikatakan Rasya.

Rasya hanya terdiam tidak membalas ucapan Aisha. "Apakah Gus belum mencintai saya?" tanya Aisha, raut wajahnya begitu menampilkan kesedihan.

"Belum Ai. Belum. Shania masih ada di hati saya." Entah apa maksud Rasya berkata seperti itu. Ia benar-benar tidak memikirkan perasaan Aisha.

"Tapi yg kita lakuin semalam bukankah itu atas dasar cinta?"

Rasya hanya terdiam dan tidak bisa menjawab apa-apa lagi sekarang.

• • •

Sinaran mentari sudah mulai tampak. Rasya yang berdiri di depan ndalem meregangkan tubuhnya yang terasa sedikit pegal. Ia menikmati suasana pesantren yang mulai berjalan seperti biasanya.

Tampak para santri-santri keluar dari asrama masing-masing menuju ke ruangan belajar. Rasya lalu berjalan duduk di kursi di teras ndalem.

Aisha keluar dari ndalem membawa secangkir teh. Dan beberapa potong roti bakar buatannya. Ia meletakkan di atas meja itu.

"Ayo Gus di minum dulu. Teh nya masih hangat dan roti bakar nya pun masih hangat. Sangat enak kalau di makan di pagi hari seperti ini." Aisha tersenyum simpul di akhir ucapannya.

Sikap Aisha kepada Rasya benar-benar menggambarkan sosok istri yang shaleha. Padahal subuh tadi baru terjadi sedikit cek-cok antara mereka berdua.

Tetapi Aisha tetaplah perempuan santun. Ia melayani Gus Rasya dengan baiknya. Walaupun sikap Rasya kadang perhatian, kadang cuek kepadanya.

Rasya mengambil teh tersebut dan meminumnya. Serta sepotong roti untuk mengganjal perutnya yang masih kosong di pagi hari ini.

"Aisha kamu begitu paham dengan saya. Walaupun sikap saya begitu tidak mengenakkan dirimu. Tetapi kamu tetap berlaku lemah lembut kepada saya. Saya bingung Ai, karena belum bisa menepikan masa lalu saya," ucapan Rasya penuh makna, ia begitu merasakan bimbang atas sikapnya kepada Aisha.

"Jangan menghakimi diri Gus yang belum bisa berubah itu. Gus itu baik. Gus sebenarnya perhatian, hanya saja masa lalu yang masih memenangkan hatinya Gus."

"Walaupun begitu sebagai istri yang baik. Saya tetap akan melayani suami saya sebaik mungkin. Sesuai tuntunan agama. Saya ingin terus bersama Gus hingga ke surga-Nya kelak," ucap Aisha. Membuat Gus Rasya semakin merasa bersalah atas sikapnya selama ini.

"Oh iya Gus. Abi akan pulang hari ini. Mudah-mudahan Abi segera bisa pulih ya Gus. Biar bisa beraktifitas seperti biasa lagi." Ujar Aisha yang diaminkan Rasya.

"Kalau gitu Gus. Saya masuk dulu. Mau membereskan kamar yang nanti akan Abi tepati. Karena udah beberapa hari kamar itu tidak dibersihkan setelah Abi waktu itu masuk ke rumah sakit." Lanjut Aisha lagi.

"Iya Ai." Aisha berjalan ingin memasuki ndalem.

Tiba-tiba Rasya memanggilnya. "Ai."

Aisha menoleh ke belakang. "Terima kasih untuk semuanya." Aisha membalas dengan senyum manisnya.

• • •

Jam menunjukkan pukul 10.00 pagi. Sebuah mobil memasuki pekarangan pesantren Al-Akbar. Mobil berwarna hitam itu berhenti tepat di depan ndalem.

Rasya dan Aisha keluar dari ndalem. Dan beberapa santri berdiri di sebelah kiri dan kanan jalan setapak itu. Mereka mengetahui bahwa Kiyai Fadil akan pulang dari rumah sakit hari ini. Makanya mereka ingin menyambut dan kembali memberikan do'a agar Kiyai Fadil lekas sembuh.

Zira membuka pintu mobil. Lalu ia turun dari mobil diikuti Umma Alma. Rasya dan Aisha langsung menghampiri mereka. Rasya membuka bagasi belakang mobil untuk mengambil kursi roda. Lalu membawanya ke samping kiri pintu belakang.

Kiyai Fadil pun turun dan langsung didudukan di kursi roda tersebut. Rasya mendorong kursi roda itu hingga ke depan teras ndalem. Menghadapkannya ke arah para santri yang berdiri di situ.

Dengan suara yang masih sangat pelan Kiyai Fadil berujar, "makasih semuanya udah menyambut saya. Alhamdulillah Allah masih memberi saya kesempatan untuk bisa kembali ke pesantren kebanggaan kita ini."

"Abi masuk dulu ya. Abi masih butuh istirahat yang banyak agar lekas sembuh," ucap Rasya yang masih memegangi kursi roda itu.

"Iya Bi. Abi harus banyak-banyak istirahat, dan gak boleh banyak beraktifitas dulu," tambah Zira.

Lalu Rasya mendorong kursi roda untuk membawa Abinya masuk ke dalam ndalem.

• • •

Ikuti terus kelanjutan ceritanya.

Jangan lupa difollow, vote, dan komennya.

Kisah Cinta Yang Tak Direstui Semesta [ TELAH TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang