TIGA PULUH DUA

5.7K 198 22
                                    


Shania mengambil ponselnya dari dalam tasnya. Tas wanita berwarna merah yang ia bawa saat malam itu. Di dalamnya terdapat dompet, charger handpone, dan beberapa alat make upnya.

Shania menyentuh layar benda pipih tersebut. Namun, tidak ada respon dikarenakan ponselnya telah lowbat dari semalam. Ia mengambil charger dan meminta izin kepada Nisa dan Farah mencharge ponselnya sebentar.

"Sa, memangnya di pesantren tidak boleh bawa handphone?" tanya Shania sembari menghubungkan charger dengan ponselnya.

"Gak boleh Shan, peraturan di pesantren itu cukup ketat agar santri-santrinya disiplin," jawab Nisa yang dianggukkan Shania.

"Misalnya kalian mau menghubungi keluarga kalian. Gimana caranya?" tanya Shania lagi.

"Kita boleh ngegunain telepon pesantren yang diperuntukkan bagi santri-santri jika ada keperluan," jawab Nisa.

Shania hanya menganggukkan kepalanya tanda paham.

Teng.. Teng... Teng...

Suara kentongan bambu yang dipukul sebanyak tiga kali menandakan bahwa sekarang waktunya sarapan pagi bagi para santri.

Jam menunjukkan pukul 7.30 pagi. Sebelum belajar, santri-santri akan sarapan pagi terlebih dahulu.

"Kenapa ada bunyi kentongan?" tanya Shania.

"Kalau bunyinya tiga kali, tandanya udah masuk jam makan," ujar Nisa.

"Bukannya kentongan bambu itu dipukul saat ada maling?" tanya Shania penasaran.

"Kalau dipukulnya berkali-kali itu tandanya ada bahaya, tapi kalau cuma beberapa kali itu untuk mengumpulkan orang-orang," jelas Nisa lagi.

Tiba-tiba suara gemuruh perut Farah berbunyi. "Kalau suara seperti ini tanda apa?" tanya Shania tiba-tiba.

"Itu suara cacing diperut Farah," ujar Nisa dengan senyuman diakhir, membuat Shania sedikit tertawa.

"Kalian sih asik ngobrol aja. Aku udah lapar dari tadi. Ayo langsung ke dapur santriwati," ajak Farah.

"Ya udah ayo," kata Nisa. Shania masih tersenyum tipis melihat ekspresi Farah yang sudah lapar.

• • •

Una sedang duduk di kantin. Ia sedang mengerjakan skripsi nya yang hampir rampung itu. Ia dari tadi menelpon Shania, tetapi Shania tidak bisa dihubungi. Lalu ia mencoba mengirim pesan melalui whatsapp tetapi tetap saja tidak ada balasan dari Shania.

"Ke mana sih kamu Shan? Padahal udah janji hari ini mau bantuin aku nyelesain skripsi." Batin Una sembari mengecek bahan materi untuk skripsinya.

"Serius amat ngerjain skripsinya." Arman tiba-tiba sudah duduk di hadapan Una.

"Ih, Kak Arman ngagetin aja." Arman hanya tersenyum tipis.

"Kok sendirian aja. Shania mana? Biasanya selalu berdua?" Tanya Arman.

"Aku gak tau Kak. Handphone nya gak bisa dihubungi. Pesan whatsapp gak di read. Gak biasanya dia kek gini Kak." Terang Una.

"Apa Shania lagi punya masalah ya?" Ujar Arman.

"Memang lagi ada beberapa masalah yang menimpanya. Tapi biasanya dia selalu semangat untuk nyelesainnya. Dia selalu ngehadapinnya dengan senyuman," ucap Una.

"Semoga Shania diberi solusi dari masalahnya ya." Harap Arman.

"Aamiin," jawab Una.

"Ya udah Kak, bantuin aku nyelesain ini." Una menunjuk laptopnya.

Kisah Cinta Yang Tak Direstui Semesta [ TELAH TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang