Pertemuan

329 8 6
                                    

Hari ini adalah salah satu hari yang penting bagiku. Yapp, ini adalah hari pertama Masa Orientasi Siswa di SMA-ku. Betapa bersemangatnya pagi ini hingga aku berteriak dan meloncat-loncat tak sabar sambil memanggil ibuku.

"Ayo buk, cepet." teriakku diluar rumah mengenakan seragam SMP dengan ekspresi yang berbinar.

"Iyo lee." Kata ibu sambil mengeluarkan motor dari rumah.

Begitu ibu mengeluarkan motor dari rumah, kita langsung berangkat ke sekolah baruku. Kutoleh kanan kiri melihat sekitar dan mengamati sekeliling. Sekolahku ini sedikit berbeda, dia tidak di pinggir jalan raya seperti SMA kebanyakan di tempatku, dan kanan kiri terhampar sawah yang sangat asri.

"Sepertinya mereka akan bersiap panen" ujarku dalam hati.

Ibu menurunkanku tepat di depan gerbang. Aku melihat ada salah satu siswa (mungkin anggota Osis pikirku), yang berjaga di depan gerbang dengan segala atribut yang membuatku pusing. Dia cowok, melihat ke arahku, tatapannya seperti mengawasiku, namun aku melihatnya kembali dengan tatapan sedikit menantang. Kemudian aku mengalihkan perhatianku kembali ke ibuku.

"Sinau sing bener yo lee. Ibu tak mulih sek. (Belajar yang benar ya nak, ibu pulang dulu.)" kata ibuku sambil aku menyalami dia

"Iya bu. Ati-ati (Hati-hati)."

Aku memperhatikan ibuku perlahan pergi meninggalkan sekolah dan berjalan masuk ke Sekolah.

Untuk Sekolah negeri, Sekolahku adalah salah satu yang bergengsi pada masa itu. Ada lapangan basket, labolatorium yang lengkap dan perpustakan. Semua fasilitas tersedia. Aku sering mendengar bahwa Sekolah ini sering juara dalam berbagai tingkatan perlombaan, dan yang paling menarik adalah, mereka pernah menjuarai perlombaan Teater tingkat Nasional tahun 2008. Keren sekali pikirku. SMA Negeri Kendal, atau biasa disebut SMANDA.

Oh ya, sebelumnya perkenalkan, aku Firman Santoso. Biasa dipanggil Firman. Perawakanku untuk cowok kelas 1 SMA sangatlah berbeda dari kebanyakan orang. 15 tahun, 155 cm dan zodiakku Virgo dengan perawakan kurus sedikit berisi dan berkacamata. Kebanyakan teman sebayaku tingginya 165 lebih sehingga membuatku sangat mungil.

"Biarlah, kan aku masih dalam masa pertumbuhan." ucapku pada orang yang menganggapku kecil.

Akhirnya aku menemukan kelasku. X-B. Kelas itu dekat dengan (sepertinya) Koperasi siswa. Aku ingat tempat itu karena aku mengambil seragam disana dengan Kakakku. Lalu aku segera memilih kursi duduk. Aku melihat cowok sendirian duduk di depan depan meja guru.

"Hai, disini kosong?" tanyaku ke dia.

"Hai, iya disini kosong. Duduklah." ucap dia yang ternyata ramah.

"Terimakasih." ucapku sambil menaruh tas dan duduk di sebelah dia. "Namaku Firman, dari SMP Patebon. Kamu?"

"Aku Okta dari SMP St. Maria. Salam kenal." aku bersalaman dengan Okta.

Aku ingin melanjutkan percakapan dengan Okta, tapi Kakak kelas masuk ke kelas kami tepat 15 menit sebelum bel berbunyi. Aku melihat mereka memperkenalkan diri mereka. Oke, nama mereka Kak Majid, Ardi, Sintiya dan Mardiyah. Mereka akan menjadi Kakak pendamping untuk gugus Bima, nama kelasku untuk masa orientasi.

"Kenapa namanya Bima?" ucapku pelan ke Okta.

"Mungkin karena kita 7B, B for Bima." ucap dia sambil tertawa kecil, yang aku juga ikut tertawa.

"Siapa yang suruh kalian ngomong!" ucap Kak Majid yang menunjukku dan Okta. Kami langsung diam. "Kalian nanti ketemu saya setelah acara orientasi selesai." ucap Majid sambil mendelik ke arah kami. "Sudah kalian semua keluar, kita Apel pagi!"

Setelah kejadian Kak Majid memarahi aku dan Okta, Kami semua keluar kelas dalam diam. Aku memutuskan untuk menjauhi Kak Majid.

"Maaf Okta".

"Tidak papa, toh paling kita dihukum hal yang tidak penting." ucap Okta sambil berbisik ke arahku. Aku balas ucapan Okta dengan tertawa kecil.

Apel pagi itu berjalan lancar, ada sambutan Kepala Sekolah, dari WakaSiswa, dan Ketua OSIS juga. Inti dari sambutan mereka si sama aja. Semoga kerasan dan bisa membawa harum nama Sekolah. Hmmmmmm.

Ketika Apel sudah selesai (kita barusan berdoa selama 15 menit, dan aku dibangunin Okta sangking ngantuknya), Kami disuruh berdiri sebentar untuk memeriksa atribut. Pikirku begitu si awalnya, tapi aku lihat (sampai jinjit) bahwa ada anak-anak yang atributnya lengkap yang diambil.

"Kukira periksa atribut." Ucapku ke Okta sambil penasaran.

"Gatau juga." Okta tak ambil pusing.

Tibalah Kelasku (atau Gugus Bima), diperiksa. Aku melihat cowok tegap yang tadi pagi berdiri di depan gerbang mengawasi siswa. Kulitnya sawo matang, manis, perawakan tegas. Tibalah dia memeriksaku dan Okta. Aku melihat nama dia di seragam. Satria. Oh nama dia Satria, cakep amat ni namanya pikirku.

"Kamu keluar barisan." Ucap si Satria ke Okta dan segera Okta keluar barisan.

Kemudian si Satria mengawasiku. Dia lebih tinggi dariku (Obviously, huft). Dia mengamatiku dalam dalam. Aku berasa discan sama Robot. Seluruh pergerakan matanya melihat kearah tubuhku dan membuatku merasa gugup.

Tanpa disadari wajah dia mendekat kearahku, dan membisikkan sesuatu ditelingaku. "Kamu ga nyasar dek?" Aku kaget dia bilang seperti itu. Kemudian dia menyeringai jahat sambil bilang "Pendek." kearahku.

Perasaanku gimana? Antara malu, kesel, marah, semuanya perasaan sebel mengarah ke dia.

"Anjir, ellu cuma tinggi beberapa senti dari gua belagu!" ucapku dalam hati sambil mengepalkan tangan.

Kisah Kasih Di Sekolah. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang