15. Mengabaikan

8.9K 330 56
                                    

"Buang segala perasaan negatif itu lalu bayangkan hal indah sebab 69% hayalan itu bisa menjadi kenyataan."

~ Karvino Darren Ravangga

~ Karvino Darren Ravangga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sudah berapa kalinya Darren menghela nafa lelah, mengurusi adiknya seperti ngurus anak sendiri. Pagi-pagi Lisca berteriak bercampur tangisan, penyebabnya hanya masalah kecil. Bingung meletakkan buku dan ia belum siap sama sekali. Katanya ia sudah terbiasa diurusi oleh Arga dan bahkan hpnya belum diisi daya. Karena setiap paginya hpnya sudah dalam keadaan beterai penuh.

Darren ingin berteriak kepada adiknya yang tak bisa mengurus sendiri, apalagi mengurus Arga yang menjadi tugasnya.

"Buatan Kak Darren gak ada enak-enaknya beda lagi kalau Om Arga yang buat." Menjauhkan piring.

Darren tidak buka suara, ia sedang menyisir rambut adiknya.

"Kak Darren," panggil Lisca kesal sebab tak mendengar respon dari kakaknya.

Karena kekesalannya sudah diubun-ubun tanpa sengaja menyisir rambut Lisca secara keras.

"Akhhh... sakit, Kakkk. Kak Darren sama Om Arga beda jauh sangat beda jauh, tidak seperti Kak Darren yang tak ada sabar-sabarnya." Menatap garang ke arak pria itu.

Mengangkat bahu acuh lalu memakan bekas adiknya. Ia hanya membuat sarapan untuk adiknya saja. Benar apa yang dikatakan oleh adiknya tidak cocok dibuat makan, telur yang digoreng sedikit gosong hanya ada rasa pait. Walaupun begitu Darren tetap memakannya, menghadapi Lisca membuat perut merasa keroncongan.

"Mau Om Arga," rengek Lisca menahan tangis.

™™™™™

Di jam yang berbeda seorang lelaki matang sedang fokus mengerjakan pekerjaannya. Seperti robot tanpa lelah ia fokus dengan kertas-kertas di depannya hingga mengabaikan kesehatannya. Dia adalah Arga Aldabaran, pria yang Lisca rindukan.

Agar mengurangi kadar rindunya kepada sang istri ia tanpa henti berkutat dengan kertas-kertas di depannya. Foto Lisca yang tengah tersenyum lebar ditaruh di meja kerja. Memandangi gambar perempuan itu tidak menyurut rasa rindunya bahkan semakin memuncak. Namun rasa kecewa terhadap Lisca menghalangi dirinya untuk memberi kabar.

Tanpa memberitahu ia berada di Australia. Niat awalnya ingin mengajak Lisca pergi bersama, tetapi rasa cemburunya membatalkan rencananya. Alhasil pergi sendirian.

Kedua tangannya mengepal, rahangnya mengetat keras hanya mengingat ketika Lisca memeluk lengan pria lain. Apakah sulit membuka hati untuk dirinya? Apakah selama ini usahanya tidak dianggap?

HERE I AM (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang