35. Traveling in Time

6.2K 259 170
                                    

"Kita akan tetap bersama sampai nyawa yang memisahkan kita. Jika bisa dipilih Mas yang lebih baik mati terlebih dulu daripada kamu karena tanpa Lisca hidup Mas tidak berarti lagi."

~ Arga Aldabaran

Entah ini disebut apa, apakah ini hadiah? Ini terlalu mewah jika dikatakan sebagai hadiah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah ini disebut apa, apakah ini hadiah? Ini terlalu mewah jika dikatakan sebagai hadiah. Sebelum ke sini, Arga yang tahu istrinya sulit bangun pagi, jadinya membiarkannya tidur sampai sepuasnya tanpa dibangunkan. Walaupun menunggu beberapa jam.

Berbicara dengan hadiah, mulut Lisca mengangga besar. Berdiri di depan bangunan yang begitu besar dan mewah. "Kita berada di rumah siapa?" Sebelum menaiki mobil Arga sampai berada di tujuan Arga tak melepaskan tangannya Lisca untuk tetap digenggam.

Jarak antara gerbang dengan rumah ini-ralat ini bukan rumah melainkan mansion atau istana-begitu jauh hingga harus menggunakan mobil.

Arga tersenyum geli mendengarnya. "Ini rumah kita, sayang.... Sudah lama sekali Mas mempersiapkan ini untukmu. Lisca tidak cocok tinggal di rumah kita yang dulu, seorang istri Mas seharusnya tinggal di sini." Tangannya melingkari pundak Lisca kemudian menuntun masuk ke dalam. "Mas mau menunjukkan sesuatu dan pasti Lisca menyukainya," tambahnya

"Kalau Lisca tidak menyukainya gimana? Apa Lisca boleh menghukum Mas?" Memberikan tatapan geli.

Arga menghentikan langkahnya, memegang kedua pundak sempit itu kemudian membalikkan kearahnya menjadi berhadapan. "Lisca boleh minta apapun dan boleh juga melakukan sesuatu. Nah, karena Lisca berniat mau menghukum Mas, bagaimana kalau Lisca benar-benar menyukainya. Apa yang Lisca kasih ke Mas?"

Tersenyum lebar. "Lisca tahu apa yang Mas inginkan." Hanya dengan lewat tatapan mereka berdua tahu maksudnya, dan tepat itulah yang Arga inginkan.

Untuk menuju tempat yang dimaksud Arga, terlebih dulu menaiki lift. Tangga ada, tapi ini lebih simple. Bola mata Lisca menyusuri tiap ruangan yang dilalui-lift tersebut transparan-lagi-lagi disuguhkan pemandangan yang mewah. Tidak tahu berapa banyak lantai tempat baru kediamannya. Seraya tinggal di hotel sendirian.

Lift berhenti lantai paling atas. Di semua sisi Lisca bisa melihat dengan jelas keindahan bumi karena kiri kanan dilapisi kaca. Tepat di depannya ada dua pintu yang besar bewarna pink dan tertulis nama lengkapnya yang begitu cantik dan elegan.

Arga bergerak ke belakang kemudian mengaitkan kain panjang ke mata. "Mas, kenapa mata Lisca ditutup?" Kain yang menutupi matanya menghalangi sinar masuk ke penglihatannya.

Arga tidak menjawab malah memasukkan jari-jari ke sela jari kecil itu. Lisca menurut, melangkahkan kakinya ke mana Arga membawanya. Terdengar suara pintu terbuka dengan nyaring, menebak pintu besar itu yang terbuka.

HERE I AM (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang