Azka tersenyum tipis menatap layar ponsel yang menampilkan room chatnya dengan sang kekasih.
"Jomblo tidak boleh iri saat temannya malam mingguan," celetuk rekan kerja dari balik kubikel miliknya.
Pria itu menoleh lantas terkekeh. "Makanya sebelum Fira dilamar orang lain, lo harus lebih gercep."
"Lo pasti tau kalau perempuan ngga suka sama hubungan yang ngga jelas," imbuhnya.
Rekan kerja bernama Halim itu menghela napas. Menerawang kisah mereka berdua yang belum tahu akhirnya. "Gue juga pengennya gitu."
Azka menaikkan saru alisnya. "Terus?"
Halim berdecak, "Level hidup gue sama Fira beda jauh. Modal apa yang bakal gue jadiin mahar? Yang ada disuruh angkat kaki sama bapaknya."
Pria itu tahu betul bagaimana dirinya dan para pegawai di kantor ini bekerja keras untuk kehidupan mereka yang terbilang pas-pasan. Jangankan menikah bahkan berpikiran untuk memiliki tempat tinggal sendiri dirasa sulit untuk digapai.
Azka menghembuskan napasnya lalu menepuk-nepuk bahu Halim. "Kalau lo beneran serius, gue yakin keluarga Fira bakal ngertiin kondisi lo."
Hari telah menunjuk pukul lima sore. Para pegawai sudah bersiap pulang ke tempat tinggal masing-masing. Melepas penat usai bekerja seharian.
Begitu pula dengan Azka. Lelaki itu sudah selesai membereskan area kubikel nya sedangkan Halim sudah pulang lebih dulu.
Azka berjalan keluar melalui lobi kantor dengan perasaan bahagia. Malam ini ia akan menghabiskan waktu bersama sang kekasih. Mereka berdua bersepakat akan pergi ke pasar malam.
Pria itu menaiki bus yang baru saja berhenti di depan halte kantor. Tanpa Azka melirik pun lelaki itu tahu bahwa bangku kosong di seberangnya telah diisi oleh makhluk berwajah pucat pasi.
Sudah menjadi kesehariannya, Azka berusaha bersikap biasa saja. Dan untungnya, 'dia' dalam kondisi tubuh yang normal.
Setelah melewati perjalanan singkat di atas bus, Azka harus turun di halte lagi. Tempatnya tidak jauh dari pasar malam.
Azka sengaja menunggunya di sini. Sebagai pria dia tidak mau membuat pacarnya menunggu. Alhasil ketika sebuah bus lain datang dan menurunkan para penumpang, Azka menyambut gadis itu dengan senyuman hangat.
"Azka!" panggil sang pacar riang.
Gadis itu setengah berlari dan berhambur ke pelukannya. "Kamu udah nunggu lama ya? Maaf," ucapnya merasa bersalah.
Azka menggeleng. "Aku juga baru dateng. Jadi, ngga ada yang telat."
Keduanya melepas dekapan pelepas rindu dan berganti dengan saling menautkan jari-jemari. Gadis yang notabenya pacar Azka itu bernama Clara. Hubungan mereka sudah terjalin tiga tahun lamanya dan masih erat sampai sekarang.
Clara sendiri juga sama-sama bekerja seperti dirinya. Ia bekerja sebagai Make Up Artist para aktor yang menjalani syuting. Umur mereka hanya terpaut angka bulan alias sebaya.
Langkah kaki mereka membawa ke sebuah area pasar malam yang cukup luas. Banyak sekali pedagang makanan maupun minuman di sini. Wahananya juga bervariasi."Kamu mau makan apa?" tawar Azka.
"Aku kangen banget sama jajanan sekolah. Beli telor gulung mau?" lelaki itu mengangguk setuju.
Clara langsung berlari kecil menghampiri penjual tersebut. "Pak beli telur gulungnya dua porsi ya?"
"Pedas atau nggak, Neng?"
"Pedes, Pak. Pokoknya kasih saus yang banyak ya?" pintanya semangat.
Namun Azka segera melarangnya. "Jangan kebanyakan makan saus. Ngga sehat."
KAMU SEDANG MEMBACA
NICE TO MEET YOU (Selesai)
FantasyKalian pikir menjadi indigo itu enak? Setiap jam, setiap menit dan setiap detik Azka harus menyiapkan mental untuk bertemu mereka yang tak kasat mata. Ia harus setia berpura-pura tidak tahu meski bulu kuduknya sering meremang. Namun pada suatu ka...