Pagi ini seluruh keluarga besar Nabiga berkumpul menjadi satu di rumahnya untuk memeriahkan acara pertunangan mereka berdua.
Drrrtttt ddrttttt
Laura mengeluh malas kala ponselnya berdering di atas nakas. Jemarinya meraba-raba hingga berhasil meraih benda pipih tersebut.
Masih dengan mata memejam dia menerima panggilan tersebut lantas menempelkannya di kuping. "Halo?"
Terdengar suara bariton di seberang sana. "Kamu baru bangun?"
Laura mengernyitkan matanya lantas memandang nama yang tertera di layar. "Gila kamu nelpon aku di pagi buta."
"Pagi buta kata siapa? Sekarang udah jam tujuh."
"Sama aja," malasnya.
Pria itu berdehem. "Ra?"
"Hm?" Laura tidak bisa menahan kantuk sehingga kelopak matanya tidak sanggup terbuka.
"Nanti kita bisa ketemuan? Aku mau bicara sesuatu."
Laura pun mendudukkan diri sembari menyugar rambutnya yang berantakan. "Maaf, Zee. Hari ini ngga bisa karena sepupu aku mau ada acara tunangan di rumahnya."
"Apalagi semua keluarga lagi kumpul sekarang. Ngga enak kalau aku pergi."
Keheningan berlangsung cukup lama sehingga membuat Laura menatap ponselnya untuk memastikan apakah mereka masih tersambung dalam panggilan.
"Zee? Kamu di situ?"
"Yaudah kalau gitu, aku tutup telfonnya."
Setelah sambungan terputus, Laura memandang bingung ponselnya. Ada apa dengan pria itu hari ini? Sangat tidak jelas, pikirnya.
"Atau dia mau kasih aku kejutan?" gumamnya sambil tersenyum-senyum sendiri.
Gadis itu menoleh pada seseorang yang masih tertidur di sampingnya. Laura berdecak seraya geleng-geleng kepala. "Padahal hari ini hari pentingnya, malah asik tidur."
Siapa lagi jika bukan Nabiga?
Laura berjalan keluar dari kamar Nabiga untuk membersihkan diri di pagi yang masih sejuk ini. Dia memandang sudut-sudut ruangan yang masih di dekor sebagian.
Gadis itu tertarik dengan salah satu cermin hias di ruang formal. Sepertinya tukang dekor baru mengirimnya semalam. Ia dapat melihat rentetan huruf yang terlukis di cermin tersebut. Nabiga dan Zayn.
"Kebetulan banget nama tunangan Nabiga sama kaya pacar aku," kediknya santai. Lagipula nama Zayn sangat pasaran di dunia. Sangat mungkin sekali jika namanya juga kembali dengan yang lainnya.
Jam semakin bergulir ke arah kanan. Nabiga juga sudah bersiap dengan dirinya sendiri. Sudah mandi maksudnya.
Saat gadis itu masuk ke dalam kamar, tiba-tiba seseorang menarik lengannya dan menyuruhnya duduk di depan meja rias. "Kak Laura bikin aku kaget aja deh!"
Laura menyengir. "Sorry! Ngga sabar aja pengen dandanin kamu."
Nabiga menopang dagu memandang Laura dari cermin sembari tersenyum sombong. "Aku tau kok kalau wajahku secantik itu."
Sang empu menyipitkan matanya. "Dasar!"
Nabiga terkekeh. "Oh iya, hari ini Kak Laura ngga ada jadwal syuting?"
"Engga, libur," jawabnya sambil menyiapkan alat make up.
"Enak ngga sih jadi aktris? Ngga pusing hafalin naskah tiap hari?" polosnya membuat Laura tertawa.
"Jadi pemain film itu cita-cita ku dari kecil. Jadi aku ngga merasa terbebani."
Gadis itu mulai menyentuh wajah Nabiga dengan polesan make up. Meski begitu, Laura juga suka sekali merias wajah orang lain. Senang aja rasanya membuat orang lain percaya diri dengan kecantikannya.
Laura dengan teliti mempercantik wajah sepupunya. Mulai dari eyes shadow, maskara hingga lip cream yang mengcover bibir tipis Nabiga.
Kakak sepupunya itu menjauh sejenak untuk melihat secara keseluruhan hasil keterampilan tangannya. "Cakep!"
"Emang! Situ baru sadar?" sombongnya lagi.
Laura berdecak sebal. Dia lalu memandang jam tangannya sendiri. "Eh buruan sana kamu ganti baju. Bentar lagi calon kamu datang!"
Laura mencegah Nabiga yang hendak beranjak. "Pokoknya sebelum aku manggil kamu di sini, jangan keluar oke?"
Nabiga mengangguk-angguk saja. Pasrah dengan keinginan kakak sepupunya yang terlihat exited sekali.
Para pelayan rumah mempersiapkan segala macam hidangan untuk tamu yang hendak datang. Laura menoleh saat namanya disebut.
"Laura."
Itu Tante Ratna. Ibunda Nabiga yang masih jelita.
"Iya, Tante?"
"Nabiga udah siap? Kemungkinan lima menit lagi Zayn sampai."
Gadis itu mengangguk. "Udah cantik kok, Tan."
Tante Ratna terkekeh kecil. "Makasih ya udah bantuin bocah itu. Kalau ngga ada kamu mungkin Nabiga bakal seenaknya sendiri."
"Santai aja, Tan. Nabiga emang harus diatasi dengan ahilnya." Laura mengerlingkan matanya seraya tertawa.
Sepeninggal Tante Ratna dari hadapannya, gadis itu mencari-cari ponselnya yang sudah tidak nampak sejak tadi pagi. Ia lupa dimana ia meletakkannya saat membantu yang lain.
Ia menghembus napas lega saat melihat ponselnya. Laura langsung mengecek riwayat chat nya. Rupanya banyak sekali panggilan dari Zee.
"Dia kenapa sih?"
Karena sedikit khawatir, tanpa berpikir dua kali, Laura mendial nomor kekasihnya. Ketika dua kali berdering, deru mesin mobil terdengar dari halaman rumah.
Laura menurunkan ponselnya untuk memastikan siapa yang datang saat ini. Matanya menilik pada pelayan rumah yang terlihat sedikit terkejut.
"Keluarga Tuan Zayn sudah datang."
Mata gadis itu melotot lantas segera berlari kecil ke lantai dua. Menghampiri sepupunya yang masih berada di dalam sana.
Nabiga sendiri tengah memandang lekat foto calon tunagannya melalui ponsel. Ia menopang dagu mengamati dengan seksama.
"Setelah dilihat lagi, Kak Zayn ngga se om-om itu."
"Bener kata Pia, Kak Zayn itu berkarisma. Papa memang ngga pernah salah pilih," ujarnya tersenyum kecil.
Pintu terbuka dari arah luar membuat Nabiga buru-buru mengembalikan layar ponsel seperti semula. Sayangnya Laura sudah mempergokinya lebih dulu.
Kakak sepupunya itu tersenyum jahil. "Iya iya yang ngga sabar kamu ketemu ... "
"Apaan deh?" Nabiga salah tingkah.
Laura menyengir. "Zayn udah dateng tuh, ayo kita turun."
Nabiga menggigit bibir menahan degup jantung yang berdebum begitu kencang kala mereka berdua menuruni tangga. Di sanalah seluruh keluarganya tengah berkumpul.
"Nah itu Nabiga!"
Akhirnya, seluruh pasang mata teralih padanya. Perjalanan menuruni anak tangga ini terasa lebih lambat dari semestinya.
Senyum Laura luntur begitu saja saat netranya bertubrukan dengan sepasang mata pria yang tengah berdiri juga menatapnya.
Jangan katakan bahwa Zayn calon tunangan Nabiga adalah orang yang sama dengan Zee-nya?
KAMU SEDANG MEMBACA
NICE TO MEET YOU (Selesai)
FantasyKalian pikir menjadi indigo itu enak? Setiap jam, setiap menit dan setiap detik Azka harus menyiapkan mental untuk bertemu mereka yang tak kasat mata. Ia harus setia berpura-pura tidak tahu meski bulu kuduknya sering meremang. Namun pada suatu ka...