Menjadi hantu tidak sebebas yang Nabiga kira. Ia hanya bisa memandangi Tuan Rumah yang bolak-balik bersliweran di hadapannya.
Azka baru saja mandi. Dapat terlihat dari rambutnya yang basah. Pria itu merasa diperhatikan pun menoleh pada sosok hantu yang sedang duduk di sofa.
"Kenapa kamu liatin saya?"
"Saya bosan, Pak. Boleh minta tolong nyalain televisi nya?"
Azka hampir melupakan kodrat hantu yang tidak bisa menyentuh barang-barang di sekitarnya. Dengan baik hati, Azka meraih remote dan mengarahkan ke layar hitam itu.
Nabiga tersenyum semangat. "Cari chanel yang kartun, Pak!"
"Ih bukan yang itu, Pak!"
"Yang kepalanya botak itu loh!"
"Masa bapak nggak tau sih? Kudet banget!"
Kesabaran Azka selalu tipis jika berhadapan dengan Nabiga. "Yasudah kamu cari sendiri aja."
"Bapak lupa saya hantu?" ujarnya memelas.
Alhasil dengan kesabaran yang tersisa, bertemulah Nabiga dengan kartun yang ia maksud. Dia sudah memposisikan diri dengan rebahan di sofa panjang. Bersikap seolah-olah dialah Tuan Rumah nya.
"Permisi Bapak ngehalangin pemandangan saya," usirnya.
Baru kali ini Azka bertemu dengan hantu kurang ajar. Separah-parahnya 'mereka' hanyalah menampakkan wujud tanpa berkomunikasi. Sedangkan Nabiga? Lebih dari batas kemampuan otaknya menebak.
Hari sudah sangat malam, Azka sendiri sudah masuk ke dalam kamar sejak tadi. Tidak lupa menutup pintu kamarnya rapat-rapat.
Padahal jika Nabiga jahat, dia bisa saja menembus pintu itu. Tapi gadis itu masih punya hati nurani dengan menyepakati perjanjian tinggal.
Gadis itu memiringkan tubuhnya saat program TV sudah memasuki jam malam yakni flm horror.
Nabiga berusaha menutup kuping seraya memejamkan mata saat suara dari televisi terdengar lebih menyeramkan daripada hantu pada nyatanya.
Namun saat Nabiga membuka kelopak matanya ia dikejutkan dengan sosok makhluk rambut panjang. Yang tadi mengagetkan Azka juga, sebut saja mbak kunti.
"Mbak mau nakut-nakutin saya? Ngga mempan, Sis," katanya santai.
Percaya atau tidak mbak kunti tersebut bisa berbicara? Kalau Nabiga sih sudah tidak terkejut.
"Enak banget kamu numpang di sini," komentarnya.
"Jangan iri gitu, mbak. Coba aja kalau mbak kunti speak up dari dulu, mungkin posisi mbak udah sama kaya saya. Bisa menikmati fasilitas di apartemen ini."
"Saya ngga berani," katanya.
"Ngga berani gimana? Kan di sini mbak yang jadi hantu."
"Azka orangnya terlalu baik. Udah memperbolehkan saya tinggal di sini. Coba saja jika Azka jahat? Mungkin sudah membawa dukun ke sini."
Nabiga meringis prihatin mendengar curhatan mbak kunti. Baik apanya? Padahal membiarkan makhluk tersebut tetap berada di sini juga karena pria itu tidak mau berurusan dengan hantu.
Tiba-tiha terdengar suara kunci diputar dari arah kamar Azka. Buru-buru Nabiga menyuruh mbak kunti pergi.
"Udah pergi sana! Majikan saya bisa kesurupan liat mbak di sini," usir Nabiga cepat-cepat.
Saat Azka keluar dengan wajah bantal, mbak kunti sudah benar-benar pergi dari hadapannya. Pria itu memandang bingung Nabiga yang sedang duduk menatapnya.
"Bapak kok bangun?"
"Kamu dari tadi ngobrol sama siapa? Tolong jangan berisik," ucapnya memperingatkan.
"Iya-iya maaf."
Azka berjalan mengambil remote dan membuat layar televisi kembali hitam. Nabiga merenggut tak suka, "Kok dimatiin?"
"Kamu mau tagihan listrik saya melonjak naik? Siap-siap tidur di luar kalau nggak mau ikut perintah saya."
Nabiga mengerucutkan bibirnya. Azka jauh berbeda jika bersama Clara. Dia sangat galak jika berbicara dengan dirinya. Gadis itu menghela napas melupakan kekesalannya.
Azka kembali ke kemar tanpa menutup pintunya membuat Nabiga terheran-heran. Namun, pria itu justru datang kembali dengan sebuah selimut.
"Siapa tau hantu juga bisa kedinginan," katanya lantas pergi lagi.
Nabiga tersenyum tipis melihatnya. "Selamat malam, Pak Azka!"
Azka yang hendak menutup pintu pun menjedanya sejenak. Baru mendengar gadis itu memanggil beserta dengan namanya.
"Malam juga, Nabiga."
Pintu pun tertutup.
Nabiga memandang selimut berbulu lembut di sampingnya. Dia hanyalah jiwa tanpa raga. Tidak akan pernah merasakan dinginnya malam.
Namun izinkanlah hatinya untuk menghangat.
Sudah lama ia tidak merasakan kasih sayang orang-orang di sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NICE TO MEET YOU (Selesai)
FantasyKalian pikir menjadi indigo itu enak? Setiap jam, setiap menit dan setiap detik Azka harus menyiapkan mental untuk bertemu mereka yang tak kasat mata. Ia harus setia berpura-pura tidak tahu meski bulu kuduknya sering meremang. Namun pada suatu ka...