kejutan kedua

36 3 0
                                    

Zayn memainkan kursi putarnya sembari duduk di sana. Ia memandang hampa layar laptop yang masih menyala terang. Malam sudah larut, namun ia masih belum berniat pulang.

Ponselnya berdering di meja. Segera ia raih dan membaca siapa nama yang tertera.

Ibu.

Tanpa berlama-lama, pria itu langsung mengangkatnya. Belum juga ia menyapa, seberang sana sudah lebih dulu menyerobot.

"Zayn, kamu sekarang jarang pulang ke rumah ya?" katanya dengan nada khas ibu-ibu yang sedang berkacak pinggang.

Zayn menghela napas. "Ibu kan tau aku tinggal di apartemen."

"Kali ini pulang lah, ibu kangen tau. Punya anak laki-laki satu-satunya malah jarang di rumah."

"Eh iya, kamu udah pulang ke apartemen kan?" tanyanya.

Mendengar tak ada sahutan dari arah Zayn membuat sang ibu mengerutkan keningnya. "Kamu jangan keseringan lembur di kantor. Ingat, kamu itu bos nya."

"Iya, Bu. Aku cuma lagi mau berlama-lama di kantor," katanya.

"Kenapa? Ada yang buat pikiran kamu terbebani?"

Seorang ibu kenal betul sikap anak-anaknya ketika sedang tidak baik-baik saja. Seolah ada aliran listrik yang terkoneksi di antara mereka berdua.

"Tentang Nabiga, Bu."

Terdengar helaan napas dari sana. "Ibu juga selama ini mendoakan yang terbaik buat dia. Kapan terakhir kali kamu jenguk Nabiga?"

"Minggu kemarin," jawabnya.

"Sering-sering kamu jenguk dia ya? Jangan sampai hubungan dengan keluarga Nabiga jadi renggang."

"Akan aku usahakan."

"Yaudah, jadi malam ini kamu pulang kan ke rumah?" Zayn berdehem pertanda mengiyakan permintaan sang ibunda.

"Aku tutup dulu telfonnya. Selamat malam, Bu "

Setelah sambungan telepon terputus. Ia bergegas membereskan barang-barangnya lantas mengambil kunci mobil di laci.

Ia masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya keluar dari halaman kantornya. Namun baru beberapa meter melaju, ia terpaksa mengerem mendadak saat tidak sengaja melihat sosok tak asing yang tengah duduk sendirian di halte.

Zayn menurunkan kaca mobilnya. "Nabiga?"

Gadis itu mendongak ketika mendengar namanya disebut. "Pak Zayn?"

Zayn mematikan mesin kendaraan dan turun menghampiri sosok itu. "Kenapa kamu masih di sini? Dimana Azka?"

"Pak Azka sudah pulang," jawabnya seadanya.

Sebenarnya ia ingin kembali bertanya, tetapi melihat ekspresi Nabiga yang sedang tidak mood membuat dia mengurungkan niatnya. Pria itu duduk di sebelahnya.

Zayn memandang jalanan yang tak kunjung sepi oleh lalu lalang kendaraan. "Melihat kondisi kamu, sepertinya sudah banyak hal yang diketahui tentang masa lalu kamu."

"Informasi apa saja yang sudah kamu dapat tadi pagi?"

Nabiga menoleh padanya. "Sebenarnya urusan Pak Zayn sama saya itu apa? Saya jadi ingat perkataan saya tadi pagi, kita perlu berbicara empat mata."

"Keinginan kamu sudah terkabul sekarang," katanya.

"Saya tau bahwa saya sebenarnya masih hidup. Katanya, saya jatuh tenggelam di danau. Entah apa sebab sebenarnya, saya masih belum tau."

"Dan satu hal yang membuat saya cukup terkejut adalah saya sedang menjalin hubungan serius dengan seseorang. Kalaupun itu bener, kenapa dosen saya belum tau identitasnya."

"Saya bener-bener ngga ngerti gimana masa lalu saya."

Zayn menahan nafas mendengar semua penuturan Nabiga yang kebingungan.

"Kamu mau tau kan siapa di balik laki-laki itu?"

Nabiga terdiam. "Pak Zayn tau?"

Zayn memandang wajah Nabiga lekat. "Kalau pria itu adalah saya, apa kamu percaya?"

Cukup lama Nabiga mencerna kalimat Zayn, ia malah tertawa renyah sebagai respon. "Jangan ngawur, Pak. Kita aja baru kenal."

"Itu sekarang, Nabiga. Beda cerita jika kamu ingat masa lalu."

Nabiga terhenyak. "Pak Zayn ngga lagi bercanda kan?"

"Wajah saya masih kurang serius ya?"

Zayn mengulurkan telapak tangannya ke depan membuat sang empu bertanya-tanya. "Coba tunjukan tangan kanan kamu."

Perlahan gadis itu mengulurkan tangannya. Zayn memandang tangan semu itu. "Kamu bisa lihat cincin di sini. Kita udah tunangan, Nabiga."

Gadis itu segera menarik kembali tangannya. "Itu cuma cincin biasa. Lagian Pak Zayn juga ga pakai cincin apapun."

Tanpa diduga pria itu meraih benda yang melingkar di lehernya. Ia menunjukkan satu benda di antara banyak bandul kalung.

Sebuah cincin dengan corak yang sama.

"Pak Zayn ... "

"Maaf baru mengatakannya hari ini, Nabiga."

Lagi-lagi Nabiga merasa dihianati. Dirinya sudah kalang kabut kesana kemari mencari informasi. Tapi rupanya? Orang yang paling penting selalu berada di sekitarnya.

"Kenapa Pak Zayn selalu diam? Bapak ngga tau saya hampir putus asa selama ini?"

"Saya ngga pernah menduga hubungan kita sedekat itu. Tapi kenapa Pak Zayn ngga bilang?"

"Lelah banget saya, Pak. Sudah ngerepotin Pak Azka sampai-sampai orang lain juga kena imbasnya. Kalau saya bener-bener putus asa sekarang, mungkin saya udah pergi jauh dari kalian semua."

"Jangan cuma diam, Pak. Ayo bicara. Saya butuh penjelasan dari Bapak."

Zayn menghela napas. "Ada alasan kenapa saya diam selama ini."

"Apa alasennya?"

"Saat itu saya sedang memastikan sesuatu."


NICE TO MEET YOU (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang