"Nabiga?" panggil Azka.
Melihat Nabiga hanya diam di depan lift membuat pria itu terpaksa menekan tombol agar pintu tetap terbuka.
"Eh? Oh iya."
Buru-buru gadis itu masuk ke dalam lift bersama dengan Azka dan pintu pun tertutup. Selama perjalanan menuju lantai tujuan, Nabiga memikirkan hal yang mengganggu pikirannya.
Netranya jatuh pada pena yang terukir oleh nama seseorang di sana. "Pak, boleh ambilin pulpen itu?"
Azka melirik pena yang ditunjuk oleh hantu tersebut lantas mengambilnya dan menunjukkannya pada Nabiga.
"Kamu kenapa?" tanya Azka melihat ekspresi Nabiga yang terlihat berpikir keras.
"Saya ... Ngerasa ngga asing sama orang tadi dan kemungkinan besar pulpen ini punya dia," gumamnya pelan.
Azka mengerutkan keningnya. "Yang baru aja keluar dari lift maksud kamu?" Gadis itu mengangguk.
Nabiga termangu sejenak. Kapan terakhir kali ia bertemu dengan pria tadi? Namun setelah menimbang-nimbang percakapannya dengan Azka ia melototkan matanya.
"Atau mungkin orang yang tadi itu dosen kampus saya?"
Azka mendelikkan matanya terkejut. Cepat-cepat ia menekan tombol lantai lobi. "Kenapa kamu ngga bilang dari tadi."
Nabiga menggigit jari menilik layar yang menunjukkan angka lantai apartemen. Mau kembali ke lobi saja rasanya lama sekali.
Begitu pintu lift sampai di lantai lobi, cepat-cepat Azka berlari menuju parkiran disusul oleh Nabiga. Perilaku pria itu cukup menjadi perhatian karena berlarian sekaligus menenteng sayur-mayur di kantung plastik.
Sesampainya di basemant, keduanya menyisir ke segala penjuru untuk menemukan kemana arah pria itu pergi. Dan hanya ada satu mobil yang baru saja melewati pintu keluar. Kemungkinan terbesar mobil tersebut milik dosen kampus Nabiga.
"Kita udah terlambat," kata Azka dengan napas terengah-engah.
"Terus gimana, Pak?" frustasinya.
Azka menatap pena di tangannya. "Saya akan mencoba mencari namanya di sosial media."
Pria itu kembali menatap Nabiga. "Tapi kalau dosen kamu tinggal di sini, kita hanya perlu mencari tau dari resepsionis."
Nabiga menggeleng. "Engga, Pak. Dosen saya bukan tinggal di apartemen. Saya yakin banget kalau beliau punya rumah sendiri."
Itu artinya mereka akan menggunakan cara dari Azka. Mencari nama yang terukir di pena melalui media sosial. Biasanya seorang dosen aktif di akun sosmednya dalam kegiatan seminar.
Setidaknya, mereka berdua telah menemukan setitik celah harapan.
Semoga saja semua permasalahan ini berhenti di ujung yang tepat.
Iya, semoga.
Kini mereka berdua sudah stand by di depan layar laptop. Jari Azka tidak berhenti mengetuk-ngetuk meja tanpa irama menunggu laptop menyala sempurna. Sedangkan Nabiga ikut terduduk di sampingnya.
Setelah benar-benar siap dipakai, jemari Azka dengan lihai mengetik keyboard menuju sebuah laman website.
"Coba kamu bacain nama yang ada pulpen itu," suruh Azka.
"Latif Ardhan H," sebut Nabiga sesuai apa yang terukir di sana.
Netra Azka dengan teliti mencari akun pria bernama Latif itu. Namanya tidak terlalu pasaran sehingga hanya ada beberapa akun yang tertera di pencarian.
Azka mengklik salah satu akun yang dicurigai olehnya. Di dalam postingannya terdapat sebuah postingan foto Latif bersama keluarga kecilnya.
"Iya bener itu, Pak, orangnya!" seru Nabiga saat memandang lamat-lamat wajah postingan dan membandingkannya dengan yang ditemuinya tadi
Seperti dugaan Azka banyak sekali postingan video maupun foto berupa seminar-seminar yang diisi oleh Latif sebagai pemateri.
"Di sini tertera kalau Pak Latif adalah Dosen dari Institut Teknologi Jakarta," katanya membaca runtut identitas seseorang yang tengah mereka cari.
Nabiga merasa terharu karena setelah ini mungkin dia akan menemukan jalan keluar. Dia akan menemukan keluarganya. Rindu? Tidak perlu ditanya.
Nabiga rindu bagaimana rasanya di dekap hangat oleh orang-orang terdekatnya.
Kedua makhluk berbeda dunia itu saking pandang. Azka berkata, "Rencananya kita akan pergi ke kampus kamu besok hari. Kamu siap kan?"
Gadis itu harus siap menerima resiko apapun. Ketika kita semakin menggali informasi, maka kita akan semakin menemukan hal yang mungkin tidak pernah kita duga sebelumnya.
"Iya, Pak. Saya siap."
KAMU SEDANG MEMBACA
NICE TO MEET YOU (Selesai)
FantasyKalian pikir menjadi indigo itu enak? Setiap jam, setiap menit dan setiap detik Azka harus menyiapkan mental untuk bertemu mereka yang tak kasat mata. Ia harus setia berpura-pura tidak tahu meski bulu kuduknya sering meremang. Namun pada suatu ka...