Laura menyalakan penerangan di kamarnya. Ia baru saja selesai bersih-bersih diri usai pulang syuting.
Perempuan itu berjalan ke arah meja kantor yang terletak di salah satu sudut kamar di dekat jendela. Laura duduk di atas kursi putar lantas membuka layar laptop dengan antusias.
Laura benar-benar tidak sabar menonton launching perdana yang katanya ditampilkan di akun resmi perusahaan Laskar Company.
Dia langsung memposisikan diri senyaman mungkin untuk menontonnya.
Tanpa sadar Laura ikut ternganga dengan produk luncuran mereka yang begitu canggih. Ia menjedanya sejenak dan langsung membuka website pembelian barang Laskar Company.
Iya, Laura langsung membelinya karena stok Eye Glasses bersifat limited. Apalagi harganya yang tak main-main.
"Itung-itung mengapresiasi produk luncuran Zee," gumamnya tersenyum merekah. Dia kembali melanjutkan presentasi Azka melalui layar laptopnya.
Laura terdiam sejenak saat di sana, sosok pembicara memanggil nama yang begitu familiar di hidupnya.
Nabiga.
Dia kembali teringat dengan ucapan Zayn bahwa pria itu benar-benar melihat jiwa Nabiga berkeliaran di kantornya.
"Jangan bilang ini Nabiga yang sama?"
Laura memfokuskan atensinya pada video tersebut. Awalnya ia benar-benar tidak melihat siapapun selain sang pembicara dan rekan tim lainnya.
Namun saat sang pembicara menekan salah tombol di kaca matanya, Laura langsung mati kutu. Dia dengan cepat menghentikan video tersebut.
Terpampang jelas.
Sangat jelas.
"Dia beneran Nabiga yang aku kenal," gumamnya dengan nada bergetar.
Buru-butu Laura meraih ponselnya di atas nakas dan mencari-cari kontak Zayn di sana. Laura berdecak cemas saat ponsel Zayn hanya berdering tanpa mau menjawabnya.
"Zee, tolong jawab dong ... " cemasnya.
Tidak lama di seberang sana menjawab sambungan telepon darinya. Laura langsung menyerbu Zayn.
"Zee, video launching itu boong kan? Zee jawab aku!"
Suara tidak jelas terdengar. "Maaf, maaf, telepon Pak Zayn ada di saya."
Laura menelan ludahnya dan bertanya dengan selidik. "Kamu siapa?"
"Saya Azka, pegawai kantor nya. Maaf sekali tapi saya tidak bisa menjawab telpon Anda lagi karena saya harus mengantar Pak Zayn pulang ke rumahnya."
Laura mengernyitkan dahinya. "Zayn kenapa? Ada masalah apa?"
"Pak Zayn mabuk."
"Oke, sekarang kamu bisa kirim alamatnya? Biar saya yang jemput Pak Zayn."
Selama beberapa detik, Azka memberi tahu alamat restaurant BBQ. Usai terputus sambungan telepon mereka, Laura bergegas meraih kunci mobil.
****
Azka membantu pemilik perusahaan itu berjalan keluar dari restaurant. Sebagian besar para pegawai sudah pulang apalagi sekarang malam sudah larut.
Nabiga yang berada di samping Zayn reflek memegang tubuh pria itu saat berjalan sempoyongan. Meski hasilnya adalah sia-sia.
"Kamu ... Kamu beneran Nabiga kan?"
Zayn mulai melantur lagi. Ini karena efek mabuk beratnya. Gila sih dia ngabisin dua botol sendirian.
"Iya, Pak. Saya Nabiga," katanya berusaha meladeni dengan sabar.
"Saya mau bicara ... "
Nabiga berdecak sebal. Sedari tadi Zayn terus saja berkata begitu padanya. Begitu menggantung rasa penasaran.
"Pak Zayn mau bicara apa?"
Zayn berkata, "Maaf ya ... "
"Maaf?" beo Nabiga.
Pria itu mengangguk-angguk. "Iya, saya minta maaf. Saya ... Benar-benar pecundang."
Nabiga tidak mengerti lanturan pria mabuk itu. "Kenapa Pak Zayn minta maaf?"
"Saya ... Ngga berani bilang. Makanya saya pecundang."
"Takut kamu ... Nangis."
Nabiga terhenyak. Apa maksud Pak Zayn sebenarnya? Pria itu benar-benar penuh misteri. Beberapa waktu lalu juga begitu, Pak Zayn tidak mau angkat bicara. Katanya, takut dirinya belum siap mendengar.
Sebenarnya fakta apa yang selama ini disembunyikan oleh Zayn?
Pertanyaan yang berputar di otaknya terpaksa berhenti sesaat dikarenakan sebuah lampu sorot mobil menyilaukan pandangan mereka bertiga di tepi jalan.
Keluarlah sosok perempuan cantik dari mobil hitam itu. Sangat tidak asing bagi Nabiga. Seolah sudah pernah melihatnya, tapi dimana?
Laura memandang Zayn dengan ekspresi khawatirnya. Dan Nabiga melihat semua itu.
"Astaga, Zee. Kenapa kamu minum sih?"
Zee, katanya?
Sejak kapan Zayn punya panggilan sendiri?
Aku-kamu?
Pikiran Nabiga kembali bercabang memikirkan hal yang tengah terjadi saat ini.
"Maaf sudah merepotkan kamu, biar saya yang antar Zayn."
Dialah Laura.
Perempuan itu dibantu Azka membawa Zayn dan mendudukkannya di dalam kursi mobil. Laura menutup pintu mobil rapat dan memastikan sudah terkunci aman.
Dia menghadap Azka yang berada di sebelahnya. "Makasih udah bantuin Zayn."
"Bukan masalah. Lagipula Pak Zayn adalah atasan saya, sudah seharusnya membantu, " ucap Azka.
Azka mengangguk ramah saat Laura menekan klakson mobil kala mereka akan pergi dari hadapannya.
Pria itu kembali ke arah Nabiga yang hanya diam. Azka bertanya, "Kamu kenapa?"
Nabiga harus menjawab apa? Bahkan ketika dirinya juga belum mengerti maksudnya. Ia hanya bisa memendamnya sendirian untuk sementara waktu.
Nyatanya, Nabiga punya prasangka sendiri terhadap perempuan yang sedang mengantar Zayn saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
NICE TO MEET YOU (Selesai)
FantasyKalian pikir menjadi indigo itu enak? Setiap jam, setiap menit dan setiap detik Azka harus menyiapkan mental untuk bertemu mereka yang tak kasat mata. Ia harus setia berpura-pura tidak tahu meski bulu kuduknya sering meremang. Namun pada suatu ka...