Nabiga menopang wajah melihat Azka menikmati dessert yang belum habis-habis. Bosan juga melihat orang makan, jadi ikutan kenyang.
Lantas dia memandang ke arah lain dimana para pegawai masih sibuk hilir mudik di berbagai gerai. Namun netranya jatuh pada pria yang begitu berkilau di antara lainnya.
Siapa lagi jika bukan pemilik perusahaan alias Pak Zayn?
"Pak Azka percaya ngga kalau ada orang lain di kantor ini yang bisa lihat saya selain Bapak?" ucapnya membuka pembicaraan.
Azka menaikkan satu alisnya. "Oh iya? Siapa?"
"Sebentar saya panggil dulu," katanya mengulur waktu.
Nabiga melompat-lompat sambil melambaikan tangan agar sang empu menotice keberadaannya. "Pak Zayn!" serunya.
Hal tersebut tentu saja membuat Azka menghentikan suapan dessert ke mulutnya. Ia turut memandang lawan bicara Nabiga di kejauhan.
Benar, Pak Zayn.
Pria itu merespon dengan senyuman kecil seolah mengatakan 'tunggu aku di situ'.
Nabiga duduk manis kembali di kursinya. Ia menatap Azka yang mengerjapkan matanya seolah tidak percaya. "Sejak kapan?"
"Sejak tadi. Sewaktu Bapak keluar dari ruang meeting, saya kan masih ada di sana sama Pak Zayn," jawabnya disusul dengan senyuman lebar.
Terlihat Pak Zayn berjalan mendekat ke arah meja mereka. Azka menegakkan punggungnya dan merubah sikap duduknya yang terkesan santai. Meskipun jam makan siang, namun yang ada di hadapannya adalah seorang pimpinan.
Pria itu menarik kursi lalu menatap mereka berdua untuk memastikan. "Saya boleh gabung kan?"
"Boleh, Pak. Silahkan," ramah Azka.
"Pak Azka udah tau kalau Pak Zayn bisa melihat saya loh!" kata Nabiga mengusir kecanggungan di antara mereka.
Pak Zayn terkekeh kecil. "Iya saya sudah melihat dari ekspresi kamu, Azka. Seperti yang sudah saya duga."
Azka mengangguk. "Saya tidak mengira Pak Zayn memiliki kemampuan istimewa itu."
"Kita memiliki kesamaan. Sama-sama bisa melihat Nabiga di sini," ujarnya.
Sang empu merespon dengan senyuman tipis. Azka berniat ingin melanjutkan makan dessertnya. Benar kata Nabiga, sajian penutup ini terlalu manis untuknya.
"Bagaimana kalian bisa bertemu?" tanya Pak Zayn santai.
Nabiga menceritakannya dengan antusias. "Kita ketemu di pasar malam, Pak. Waktu Pak Azka lagi hang out sama pacarnya."
Azka langsung memandang Nabiga karena sudah menyebut-nyebut istilah 'Pacar' di hadapan Pak Bos. Bukannya berhenti, Nabiga malah semangat untuk melanjutkan cerita.
Beruntung saja gadis itu tidak menyebut nama Clara dalam ceritanya. Pak Zayn juga nampak seksama memperhatikan bagaimana Nabiga berkata.
Sampai tidak sadar dessert yang Azka makan ludas tidak tersisa. Mereka asyik dengan dunianya sendiri tanpa mempedulikan Azka yang sekarang sudah tidak lagi berada di hadapan mereka.
****
Sedari tadi Nabiga berputar-putar mencari keberadaan sosok Azka yang tiba-tiba saja menghilang setelah istirahat makan siang. Ingin bertanya kepada siapa jika para pegawai tidak bisa melihatnya?
Saat gadis itu hendak berjalan menuju lift, ketika pintu silver terbuka, muncullah pria yang ia cari-cari di sana. Dia tengah sendirian tanpa teman-temannya.
Nabiga berlari kecil menghampirinya. "Bapak kemana aja? Dari tadi saya cariin."
"Bertemu rekan satu tim," jawabnya seadanya.
Mereka berbicara sembari terus berjalan tanpa mau berhenti. Nabiga sengaja berjalan mundur untuk melihat wajah pria itu.
"Oh saya tau, Bapak cemburu ya sama saya?" tebaknya dengan sengaja membuat Azka menaikkan satu alisnya.
"Cemburu?" beo-nya.
Nabiga menyilangkan kedua tangannya seraya mengangguk. "Iya. Bapak cemburu karena dikacangin sama saya yang asyik ngobrol sama Pak Zayn. Iya kan?"
Azka terkekeh sinis. "Jangan mengada-ada, Nabiga."
"Terus kenapa Pak Azka keliatan kesel gitu sama saya?"
Pria itu menghela napas pelan. "Dengar ya, saya sama sekali tidak marah sama kamu. Jadi jangan berasumsi sendiri sebelum saya mengatakannya."
"Memangnya ada orang marah ngomong kalau dirinya lagi marah?" heran Nabiga.
"Saya tidak mungkin mengganggu pembicaraan atasan saya. Awalnya saya berniat untuk mengembalikan piring saja, tapi ternyata rekan satu tim memanggil saya," ujarnya menjabarkan kronologi.
"Kamu jangan salah paham lagi oke?"
Nabiga menghembuskan napasnya.
"Bapak menyuruh saya untuk selalu izin kemanapun saya mau pergi. Kenapa Bapak ngga ngelakuin hal yang sama?""Seperti yang Pak Azka rasain, nemuin orang yang kita cari-cari itu susah. Apalagi kalau orang yang kita cari ternyata pergi jauh."
"Meskipun saya cuma jadi hantu, nyatanya saya bergantung dengan Pak Azka yang notabenya manusia biasa."
"Saya masih membutuhkan Pak Azka sekarang."
Tidak menduga percakapan ringan berubah menjadi melankolis. Nabiga mulai menyadari saat tatapannya berubah menjadi sendu.
Ia masih ingin mengungkap jati dirinya yang sebenarnya. Ia masih butuh Pak Azka. Nabiga tidak bisa melakukannya sendirian. Kemampuannnya sangat terbatas.
Jika Azka bisa, dia akan mendekap gadis rapuh di depannya. Pria itu akan mengusap punggung sempitnya dan melontarkan kata-kata menenangkan. Membantu mentalnya yang jauh dari kata baik-baik saja.
Namun hanya satu kalimat ini yang bisa keluar dari mulutnya.
"Maaf. Lain kali saya tidak akan mengulanginya lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
NICE TO MEET YOU (Selesai)
FantasyKalian pikir menjadi indigo itu enak? Setiap jam, setiap menit dan setiap detik Azka harus menyiapkan mental untuk bertemu mereka yang tak kasat mata. Ia harus setia berpura-pura tidak tahu meski bulu kuduknya sering meremang. Namun pada suatu ka...