saya pergi, Pak

58 7 0
                                    

Usai pembicaraan tadi di kantor, Nabiga hanya diam. Dia hanya mengekori Azka menuju halte tanpa mengatakan sepatah apapun. Bahkan dia tidak melirik permainan mesin capit tempat dimana Nanas di temukan.

Azka menoleh pada Nabiga yang duduk sampingnya yang sibuk menatap jalanan dari kaca bus.

Pria itu sengaja mendiamkannya. Bukan maksud negatif, Azka merasa jika ia berbicara, hanya akan memperburuk perasaan Nabiga.

Sesampainya di apartemen, Azka tidak tahu harus bagaimana melihat Nabiga langsung merebahkan dirinya di sofa panjang.

Nabiga melirik pria itu yang masih berdiri di tempat. "Pak Azka ngga mandi?"

"Hah? Oh iya."

Azka seperti orang linglung. Efek dari Nabiga mempengaruhi perilakunya sekarang. Sedangkan Nabiga hanya memandangnya bingung.

Setelah pria itu benar-benar mengunci pintu kamar mandi, Nabiga mengehela napas lelah. Memandang langit-langit apartemen tanpa minat.

Entah kemana perginya mbak kunti sehingga Nabiga tidak bisa curhat.

Gadis itu beranjak dari sofa. Ia berjalan dan berhenti tepat di depan pintu kamar mandi. Ada Azka di dalam tentu saja. Percikan shower yang jatuh ke lantai terdengar samar di telinganya.

"Pak Azka," panggilnya.

Rupanya pria itu tidak mendengar suaranya sehingga Nabiga harus memanggilnya dua kali dengan nada yang lebih keras.

"Pak Azka!"

Pria itu mengerutkan keningnya kemudian mematikan aliran shower. "Kamu panggil saya, Nabiga?"

"Iya."

"Kenapa? Perlu sesuatu?" ujar Azka dari balik pintu.

"Saya izin keluar, Pak."

"Kemana?"

"Ke atas."

Mendengar jawaban Nabiga, pikiran Azka bercabang kemana-mana. Maksud 'ke atas' dari gadis itu bukan mengarah seperti yang ia pikirkan bukan?

Buru-buru Azka membersihkan sisa-sisa shampo yang masih melekat di rambut hitam legamnya.

Setelah selesai, pria itu membuka pintu kamar mandi. Nihil. Tidak ada Nabiga di sini. Gadis itu sudah lebih dulu pergi tanpa mendengar jawaban darinya.

Cepat-cepat ia berpakaian tanpa mempedulikan kancing piyamanya yang rupanya terlewat sehingga terlihat pendek sebelah. Ia bahkan tidak sempat menyisir rambutnya meski tidak terlalu berantakan.

Azka berlari dari ujung ke ujung koridor. Dia juga mencarinya ke lantai utama atau lobi dimana baberapa orang lalu lalang di sana.

Pria itu pun berjalan semakin keluar dari gedung. Menyerukan sang pemilik nama dengan keras.

Tapi tidak ada sahutan sama sekali.

"Dia nggak mungkin pergi gitu aja kan?" gumamnya dengan pikiran buntu.

Sesaat langkahnya terhenti. Sejenak satu hal melintas di otaknya.

Tunggu sebentar.

Nabiga mengatakan dia akan pergi ke atas.

Ke atas maksudnya ...

Azka memandang bangunan kokoh apartemen yang menjulang tinggi bagai pencakar langit. "Maksud dia itu rooftop apartemen?"

Tanpa berpikir panjang, Azka langsung kembali ke dalam lobi. Berlari kecil menghampiri lift yang tengah terbuka lebar karena seseorang baru saja keluar dari sana.

Instingnya mengatakan Nabiga tidak akan pergi sejah itu darinya.

Dan ia harap begitu saat ini.

Tubuh Azka dibawa oleh benda silver menuju lantai paling atas. Bahkan sesampainya di sana, ia harus menaiki satu tangga darurat. Tangga yang terhubung langsung dengan rooftop.

Jemarinya meraih pintu besi yang hendak dibukanya. Dan sekarang, langit malam memenuhi indera penglihatannya.

Gadis bergaun summer floral menjadi objek utamanya. Dia terlihat memunggungi Azka sehingga tidak tahu akan keberadaan pria itu.

Langkah kaki membawanya mendekat ke arah Nabiga tengah sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Ternyata kamu di sini," celetuk Azka.

Kehadiran pria itu membuatnya berjengit kaget. "Sejak kapan Pak Azka di sini? Kok saya ngga denger?"

"Kamu terlalu asik dengan pikiranmu sendiri," katanya.

Kini Azka berdiri tepat di sebelah Nabiga dan bertumpu pada tembok pembatas yang kokoh. "Tadi saya sempat overthinking karena mencari kamu."

Sontak Nabiga mengerutkan keningnya. "Bukannya saya udah izin?"

"Iya, tapi perkataan kamu cukup rancu."

"Rancu gimana?"

Azka mengalihkan pandangan. "Kamu izin 'ke atas'. Saya kira kamu benar-benar pergi 'ke atas'."

Sejenak Nabiga terdiam untuk mencerna maksud Azka. Setelah logikanya berhasil berjalan, Nabiga tidak bisa menyembunyikan tawa gelinya.

"Maksud Bapak, saya pergi ke akhirat?" ujarnya memperjelas membuat kuping Azka memerah.

"Saya bahkan lupa sama kronologi kematian saya. Apalagi pergi ke akhirat? Bagaimana caranya aja saya nggak tahu," kekehnya.

"Nyatanya saya masih ada di dunia ini. Di samping Pak Azka."

"Jadi, Bapak ngga perlu khawatir kemanapun saya pergi."

Nabiga menikmati langit malam yang cerah. Menikmati semilir angin yang menembus tubuhnya tanpa permisi. "Tapi saya jadi bayangin kalau saya bener-bener pergi ke akhirat. Kira-kira Pak Azka kangen saya nggak ya?" guraunya.

Azka mendengus geli. "Memangnya saya pacar kamu?"

"Rindu itu tidak melihat label nama, Pak. Siapa aja bisa ngerasain," ujarnya sok puitis.

Ah iya, mengingat mereka berdua tengah menbicarakan ini, membuat Azka ingin bertanya, "Sebelum terjadi kecelakaan, kamu benar-benar ngga mengingat satupun tentang identitas diri kamu?"

Nabiga menggeleng pelan. "Cuma ingat nama panggilan, Pak."

Azka menghembuskan napasnya pelan. Jika Nabiga tidak ingat apa-apa, dia juga menjadi sangat terbatas untuk membantu gadis itu.

Pria itu terdiam mengingat kembali apa saja yang pernah mereka bicarakan sebelum saat ini. Sontak ia menoleh pada Nabiga yang terlarut pada keheningan.

"Nabiga," panggilnya pelan.

"Iya?"

"Kamu ingat perkataan kamu saat mengejek saya belum menikah?"

Nabiga mengerut samar. "Memang pernah?"

Wajah Azka berubah masam. Ini Nabiga benar-benar lupa atau sengaja mengajaknya bercanda? Namun ini bukan waktu yang tepat untuk bergurau.

Terpaksa Azka mengangguk. "Kamu bilang bahwa ada dosen di kampus kamu yang sudah menikah dan punya anak. Kamu masih ingat wajahnya, kan?"

Meskipun ragu, gadis itu mengangguk pelan. "Memang kenapa, Pak?"

Gadis itu belum mengerti maksudnya jika tidak diucapkan secara gamblang. Apalagi membawa-bawa dosen killer itu.

Azka memandang lekat perempuan di sampingnya. "Kita akan cari petunjuk dimulai dari dosen itu."

NICE TO MEET YOU (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang