'Ibrahim untuk Syaqira'______•••______
Dimasjid masih tersisa beberapa santriwati yang bersantai didalam masjid, seperti Syaqira dan temannya. Syaqira mulai merebahkan dirinya dilantai, dipojok paling belakang dirinya terlentang sembari menatap langit-langit masjid. Sajadah miliknya sudah ia jadikan bantal. Jendela yang sedikit terbuka membawa masuk angin yang menyejukkan.
Syaqira memejamkan matanya menikmati hembusan angin yang menerpa, senyumnya merekah ketika rasa sejuk itu singgah. Syaqira kembali mendongak menatap didepan sana, masih ada rombongan teman-temannya. Syaqira memilih tidak bergabung, dirinya sibuk menikmati kenikmatan yang tiada duanya itu.
Sedangkan dikantor pengurus, Gus Ibra beserta pengurus yang lain tengah mengadakan rapat tentang ujian kelulusan yang sebentar lagi akan diadakan. Itu artinya, istrinya juga akan segera selesai masa sekolahnya.
"Akhirusannah nya mau diadakan acara apa saja gus?" Tanya Ustad Hanan.
"Hm, mungkin seperti tahun-tahun kemarin, Ustadz. Atau ada usulan lagi?" Ucap Gus Ibra.
"Ya kurang lebih seperti itu, Gus. Saya rasa sudah bagus." Ucap Ustadz Hanan.
"Hafalan santri-santri bagaimana ya? Datanya sudah valid? Siapa saja yang sudah selesai 30 juz?" Tanya Gus Ibra.
"Alhamdulilah Gus, santri-santri disini sudah banyak yang khatam, beberapa juga sudah hampir menyelesaikan hafalannya. Tapi masih ada juga yang baru sampai di pertengahan." Jawab Ustadzah Ana.
"Boleh saya lihat datanya?"
"Silahkan, Gus." Jawab Ustadzah Ana seraya menyerahkan map yang berisi data-data perolehan hafalan para santri di pesantren Al-Hakim.
Gus Ibra membaca nama-nama itu dengan teliti, kegiatannya terhenti ketika melihat nama Syaqira tertulis disana. Rupanya, hafalan Syaqira masih berada di juz 15. Dirinya baru ingat jika akhir-akhir ini juga jarang menyimak hafalan Syaqira.
"Syaqira hafalannya baru dapat setengah Ustadzah?" Tanya Gus Ibra.
"Iya Gus, Syaqira memang sedikit kesulitan ketika menghafal Qur'an. Anaknya juga sedikit bandel, disuruh hafalan malah pergi keluyuran." Jawab Ustadzah Ana.
Sebenarnya itu tidak menjadi masalah, Hafalan Syaqira terbilang paling sedikit diantara santri akhir seperti dirinya. Tapi Gus Ibra memaklumi itu, Syaqira masuk dipesantren waktu kelas sepuluh, dan selama tiga tahun mendapat 15 Juz itu sudah bagus, menurut nya.
"Biar saya yang bawa Syaqira setoran, Ustadzah. Insyaallah Syaqira bisa ikut menyusul teman-teman nya." Ucap Gus Ibra.
"Saya tidak yakin Gus,"
"Saya yakin Syaqira bisa! Saya akan atur jadwalnya." Ucap Gus Ibra.
"Apa tidak memberatkan Syaqira, Gus? Karena sebentar lagi juga sudah masuk ujian, takutnya malah menjadi beban mengejar setengah Juz lagi." Usul Ustadz Hanan.
"Tapi memang sudah seharusnya seperti itu, Ustadz. Dari awal peraturan pesantren memang seperti itu." Ucap Ustadzah Ana.
"Insyaallah tidak akan jadi masalah, nanti biar saya yang bilang pelan-pelan sama Syaqira. Semoga Syaqira mau mengejar lima belas Juz lagi." Ucap Gus Ibra tersenyum tipis.
Setelah selesai dari rapat bersama dengan pengurus yang lain, Gus Ibra segera kembali ke ndalem. Dirinya bergabung dengan Abi dan Uminya yang tengah makan diruang makan. Gus Ibra mendudukkan dirinya disamping Kyai Abdullah sembari menuang nasi kedalam piring.
KAMU SEDANG MEMBACA
IBRA [Sudah Pernah Terbit]
General FictionIni kisah Syaqira yang harus menerima kenyataan jika dirinya akan menikah dengan gus nya sendiri, juga Gus Ibra yang harus membimbing santri Abinya yang kini berubah status menjadi istrinya. Sifat keduanya sungguh berbanding berbalik, Gus Ibra yang...