"Udah jangan kaku, minum aja!" Ucapnya seraya memberikan botol minuman yang telah terbuka itu.
"Tapi dalam gelap dan mabuk biasanya gangguan di kepala gua datang Naa, fikiran gua ga bisa berada di titik terlalu tenang untuk sekarang ini." Ucapku.
"Justru itu yang membuat gua merasa lebih nyaman sama lu Kaa, kita punya banyak kesamaan." Ucapnya tersenyum.
Lalu Adnaa berjalan dan menarik kain yang menutupi satu lukisan di samping lampu tidurnya itu, Dia meneguk minuman dan menghela nafas yang cukup dalam hingga akhirnya dia mulai berbicara
"Lukisan yang entah kenapa menarik perhatian orang ini tercipta di hari yang sama dengan terjadinya hal kelam di masa lalu gua." Ucapnya menatap ke arah lukisan yang di sinari cahaya redup dari lampu tidur kamarnya.
Aku terkejut.
"Apa dia benar-benar ingin memberitahuku kisah yang sudah lama ia simpan sendiri itu?" fikirku bertanya-tanya di dalam hati.
Lalu wajahnya menghadap ke arahku yang saat itu sedang duduk di atas kasur menatap serius ke arahnya,
"Hari itu Papah memberikan gua hadiah sebuah Canvas berukuran besar dan alat lukis yang jauh lebih lengkap dengan yang gua miliki sebelumnya, Karena rasa bahagia yang besar itu membuat gua sangat bersemangat untuk langsung melukis saat itu juga." Ucapnya dengan ekspresi yang perlahan-lahan mulai berubah.
"Saat itu rasanya hangat sekali, Papah memberikan arahan bagaimana melukis yang baik dan benar hingga wajahnya yang bahagia itu mulai berubah Ketika Maiah memanggilnya untuk berbicara di kamar mereka, sebelum Papah ke sana, Dia memakaikan gua headphone yang telah tersambung ke Walkman miliknya, dengan senyuman ia berkata bahwa musik dapat meningkatkan imajinasi dalam diri kita." Ucap Adna di sertai senyum kecil.seakan mengkhayalkan kejadian itu.
Cukup lama setelah Papahnya keluar dari kamarnya itu, Ratna berkata bahwa perasaan bahagia kala itu membawanya untuk melukis satu bunga mawar bewarna pink muda yang begitu indah, beberapa lama kemudia dia selesai mendetail lukisannya itu dan bermaksud memperlihatkan hasil lukisannya itu ke Papah dan Mamihnya, lalu dengan sekuat tenaga ia melangkah membawa canvas besar itu dengan Headphone yang masih terpasang di telinganya.
Aku terdiam menatap serius ke Adna yang sedang bercerita itu.
"Lalu saat tiba dan perlahan membuka pintu kamar mereka, gua benar-benar gak mengerti apa yang terjadi di antara mereka." Ucapnya dengan ekpresi sedih dan mata yang mulai mengembang.
"Karena bingun sontak gua melepas headphone untuk mendengar apa yang sedang mereka pertengkarkan." Ucapnya.
"Apa yang mereka pertengkarkan?!!" Jawabku.
"Betapa sakitnya hati gua Ketika mendengar Papah membentak dan memaksa Mamih menusukan pisau yang saat itu sudah Mamih genggam, Dadaku benar-benar sakit Ketika melihat Mamih menangis dan tubuhnya bergetar di dalam ketegangan itu." Ucap Ratna dengan suara yang mulai serak.
Aku menggapai tangannya namun dia malah yang menggenggam tanganku begitu erat.
"Ketakutan itu membuat gua terpaku dan ga bisa bicara apa-apa, sepertinya karena hal itu juga mereka tidak menyadari keberadaan gua yang saat itu memperhatikan mereka."
Adna menatapku, namun matanya benar-benar hampa.
"lalu tiba-tiba gerak-gerik Mamih seperti ingin menusukan pisau itu ke dirinya sendiri, gua yang menyadari itu sontak melepas Canvas itu dan berlari mendekati Mamih, Papah yang ternyata juga menyadari itu bersama gua menahan Mamih yang sepertinya sudah sangat pasrah dengan hidupnya, namun rasa panik dan kecerobohan gua saat itu, membuat gua tanpa sadar menahan bagian pisau yang tajam dan menciptakan robekan di seluruh jari tangan kanan gua." Ucapnya melepas pelan genggamanku dan menunjukan bekas luka jaitan yang berada di ke empat jarinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laki-Laki Lebih dari Perempuan (Dalam Hal Patah Hati)
Roman pour AdolescentsKeberuntunganku dalam hal percintaan malah membawaku terjebak oleh sesuatu yang sering kali datang merusak dan menganggu ke dalam hati dan fikiran, dimana hal itu perlahan-lahan mulai membuatku hancur dan kehilangan seluruh hal berharga di dalam hid...