Sekitar pukul 01 dini hari, duduk berdua di sebuah ruangan yang begitu sempurna menyimpan hawa hangatnya, seraya meminum secangkir kopi kami berdua duduk membisu menatap kaca yang samar-samar tertutup embun itu,
"Jakarta tenang banget ya kalau malam senin gini..." Ucap Ratna pelan tak menatapku.
Aku terdiam.
"Apa yang sebenarnya hatiku ingingkan?" Ucapku di dalam hati.
Malam yang tenang itu membuatku begitu kebingungan tentang apa yang terjadi, pagi tadi aku di jatuhi duka atas rasa kecewaku karena gagal membawa Nella kembali, tapi malam ini dimana baru saja ku temukan apa langkah yang harus aku ambil, tiba-tiba aku bertemu Perempuan yang sangat berkesan dari masa laluku, dimana kedatangannya itu benar-benar membuatku kembali bimbang akan pilihanku itu.
"Mau cerita apa yang terjadi dengan diri lu selama ini gak?" Tanya Ratna ragu.
Aku hanya terdiam dan mengangkat gelas kopiku lalu meminumnya.
Melihat itu sepertinya Ratna paham bahwa masih terlalu cepat untuku dapat menceritakan semua yang terjadi kepadanya, dan atas hal itu tiba-tiba dia berdiri dan berjalan mengambil sesuatu dari laci yang berada di ruangan itu.
"Masih ingat ini?" Ucapnya seraya menunjukan beberapa tumpukan kertas dari tangannya.
Itu adalah Puisi dan Surat yang ku tinggalkan di hari dimana kami berpisah.
"Puisi dan surat yang lu tinggalkan di hari itu selalu terasa nyaman ketika gua baca, dan semua ini juga ikut gua bawa pergi ke Jogja." Ucapnya.
Aku tidak begitu tahu sedalam apa puisi itu menembus hati Ratna, tapi melalui matanya aku tahu bahwa itu telah abadi di dalam hatinya, banyak hal yang baru kusadari di malam itu, dan rasanya Ratna lebih menghargai sebuah hal tentang perasaan yang di tuangkan ke dalam bentuk sederhana, dan hal itu membuatku tersentuh.
"Dulu rasanya bahagia banget bisa menjadi sesuatu yang memenuhi hati lu dan di curahkan dalam bentuk tulisan kaya gini, tapi sekarang kayaknya ada Perempuan lain yang jauh menyelami hati lu lebih dalam ya? dan mungkin ada banyak sekali puisi yang lu ciptakan juga buat dia." Ucap Ratna tersenyum dengan mata yang sedih.
Aku memalingkan tatapanku dan kembali menatap kaca berembun itu.
"Setiap kata yang muncul di dalam hati seseorang, lalu di kembangkan menjadi susunan kalimat, masing-masing memiliki jiwanya sendiri Ratt, gak ada satu hal pun yang membuat itu bisa di bandingkan." Ucapku pelan.
Ratna tertawa kecil lalu mengambil sebungkus rokok dan menawarkannya kepadaku.
"Iyaa Sakaa." Ucapnya lalu memantikan korek api untuk membakar rokok yang sudah ada di mulutnya.
"Hari ini ada sekumpulan puisi dan lagu yang sudah cukup lama gua buat.....namun ketika semua itu gua tunjukan kepadanya tidak sedikitpun menyentuh ke dasar hati orang yang gua tuju itu." Ucapku.
Wajah Ratna yang kebingungan seketika mulai tersenyum.
"Boleh gak gua lihat?" Ucapnya sumringah.
Aku cukup terkejut melihat ekspresinya,
"Bagaimana bisa dia dapat menerima dan mau melihat suatu hal dari hatiku yang di peruntukan untuk orang lain? Sementara di dalam hatinya masih ada sebuah rasa cinta yang besar untuk diriku."
"Apa itu adalah bentuk ikhlas dan ketulusan yang sebenarnya?"
Ucapku bertanya-tanya di dalam hati, nyatanya sang malam belum selesai menunjukan hal-hal yang mengejutkan untuku. Dengan keragu-raguan aku pun menunjukan semua puisi dan lagu untuk Nella yang telah aku simpan di dalam handphoneku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laki-Laki Lebih dari Perempuan (Dalam Hal Patah Hati)
Novela JuvenilKeberuntunganku dalam hal percintaan malah membawaku terjebak oleh sesuatu yang sering kali datang merusak dan menganggu ke dalam hati dan fikiran, dimana hal itu perlahan-lahan mulai membuatku hancur dan kehilangan seluruh hal berharga di dalam hid...