Hari pun berganti, sebuah anugrah dapat terbangun di Minggu pagi yang cerah itu,
"Wahh selamat Pagi Kaa, aneh Papah lihat kamu bangun pagi di hari Minggu." Ucap Papah kepadaku dengan mimik muka meledek ciri khasnya.
"Jangan kaget gitu dong, kesannya aku pemalas banget Pah.." Jawabku.
"Yah habisnya memang aneh, dari kecil setiap weekend kamu itu yang paling gamau bangun pagi, andai ada rencana pergi sekeluarga, kamu juga selalu gak mau ikut." Jawab Papah.
Aku hanya tertawa menanggapi itu sambil menyendok sarapan yang tersaji ke atas piringku.
"Sifat kamu itu mirip banget sama Mamahmu dulu, saat masa-masa Papah baru kenal dan berusaha deketin Mamah kamu dulu." Ucap papah tersenyum menatap ke atas seraya mengingat-ngingat masa itu.
Lalu Papah duduk di sampingku sambil membawa teh hangat dan telur dadar miliknya.
"Orang dengan kepribadian seperti kalian memang terlihat begitu malas dan acuh akan banyak hal di hidup kalian, tapi jika sudah bertemu suatu hal yang berhasil menarik perhatian kalian, entah bagaimana menjelaskannya, seakan-akan lahir kepribadian yang baru dalam diri kalian, kalau yang papah rasakan dari Mamahmu dulu adalah kehangatan dan kasih sayang yang jauh lebih dalam di bandingkan orang lain, Papah masih sangat mengingat masa-masa itu, proses perubahan sikap Mamahmu terhadap papah menjadi semacam achievement dalam kehidupan papah saat itu." Ucap Papah senyum-senyum sendiri.
Aku kurang mengerti apa yang Papah bicarakan, tapi aku memang merasa bahwa Mamah benar-benar memahami diriku, mungkin benar bahwa aku adalah cerminan dirinya yang dulu, setelah sarapan tiba-tiba masuk sebuah pesan dari Vivi,
"Sakaa, udah bangun belum?" Pesan masuk darinya.
"Udah" Jawabku
"Nanti ke toko buku yuk!"
"Loh lu bukannya ada jadwal les piano hari ini?" Jawabku.
Aku tahu betul bahwa Vivi tidak pernah tertarik untuk mengikuti les itu, dia hanya mau menarik perhatian Mamah dengan terlihat mau mempelajari sesuatu yang Mamahku suka, jujur saja awalnya aku tidak masalah akan hal itu, namun semakin lama aku jadi berfikir ada sesuatu kemunafikan yang ia tunjukan secara tidak langsung, karena aku tidak pernah satu kali pun melihat dia excited akan hal itu.
"Minggu depan aja gua masuknya, sekarang aku mau ke toko buku dulu" Ucapnya.
"Sejak kapan lu mau masuk les? Udahlah Vi, kalau ga suka jangan maksain diri." jawabku yang saat itu merasa jengkel.
"Loh kok gitu? Gua emang mau kok ikut les itu, tapi hari ini gua mau liat-liat buku sama lu."
"Sejak kapan lu mau baca buku? Buku Pelajaran aja ga pernah lu sentuh."
Melihat pesan terakhirku yang tidak kunjung ia balas, aku tahu betul bahwa dia sedang menuju ke rumah untuk memaksaku menuruti kemaunnya, tak sampai 1 jam aku yang sedang berada di sofa teras tiba-tiba mendengar suara klakson motor dari luar gerbang rumah,
"Sakaa bukain gerbangnyaa!..." Ucap Vivi berteriak.
Aku hanya menatapanya dan menggelengkan kepala.
"Ihhhhh" katanya dengan raut wajah yang cemberut namun juga lucu.
Dia pun turun dari motornya dan membuka gerbang itu dengan kesal lalu memasukan motornya ke halaman rumahku.
Dengan wajah cemberut yang masih sama ia berjalan ke arahku.
"Mau ngapain sih?" Tanyaku padanya.
"Ayo ke toko buku, aku mau liat-liat buku, sekalian mau nonton film yang baru keluar juga.." Ucapnya manja seraya menarik-narik tanganku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Laki-Laki Lebih dari Perempuan (Dalam Hal Patah Hati)
Fiksi RemajaKeberuntunganku dalam hal percintaan malah membawaku terjebak oleh sesuatu yang sering kali datang merusak dan menganggu ke dalam hati dan fikiran, dimana hal itu perlahan-lahan mulai membuatku hancur dan kehilangan seluruh hal berharga di dalam hid...