Selesai

99 7 0
                                    

Tempat tidur itu telah kosong, Dean menatap lama tempat tidur itu menghela nafas sebelum akhirnya berjalan ke arah jendela. Terlihat seseorang duduk di atas kursi rodanya sambil menatap ke arah keluar melalu jendela besar di ruangan itu

"Apa sih yang kau pikirkan?!" tanya Dean sambi menyerahkan botol air mineral dengan sedotan di atasnya. 

Londa menoleh dan mengambil botol minum yang diberikan, wajah laki-laki ini masih saja kesal jika mengingat apa yang dilakukan perempuan itu.

"Aku telah memikirkannya dengan baik, bukti pengakuannya telah aku salin dan aku simpan di kantung jaketku, jadi walaupun aku mati, polisi dapat menemukannya di sana" jelas Londa sambil sesekali meringis kesakitan

"Mati katamu!" Dean mendecak 

"Mayatmu bahkan tidak akan dikenali jika kau jatuh dari gedung setinggi itu bodoh! Dan bukti yang ada padamu juga akan hancur"

"Jangan khawatir aku telah membuat surat wasiat berisi bukti-bukti yang aku kumpulkan dan aku menyerahkan kepada salah satu pelayan di rumah Frank, untuk diberikan pada Frank. Mungkin dia sedang membacanya sekarang dan akan segera meneleponmu" ponsel Dean berdering

"Frank" beritahunya pada Londa setelah melihat nama si penelpon

"Ya Frank... ya dia ada bersamaku.. tidak... dia baik-baik saja, hanya dokter bilang dia harus beristirahat di rumah sakit untuk beberapa hari.. Baiklah" Dean menutup teleponnya

"Apa katanya?" tanya Londa tidak sabar

"Dia akan kesini secepatnya" sahul Dean singkat

"Kau bilang kau telah mempunyai bukti, jadi untuk apa kau memancingnya keluar kenapa tidak menangkapnya ?"

"Aku butuh pengakuan darinya, lagi pula kalian para polisi akan menertawakanku bukan, jika aku hanya menunjukkan bukti-bukti yang aku kumpulkan, jadi aku putuskan untuk membuatnya mengaku "

"Entah apa isi otakmu itu Gertie" Wajah Dean terlihat geram

"Menurutmu?" Londa menatapnya kesal

"Sudahlah aku harus pergi sekarang, dan kau lebih baik beristirahat" Ujar Dean jengkel

"Aku sudah cukup beristirahat" sahut Londa ketus

Dean tidak menjawab dan pergi begitu saja meninggalkan Londa. 


-----


Dean pergi dengan kesal menghampiri John Lambert yang sedang menghembuskan asap rokoknya ke udara.

"Mengapa ada perempuan keras kepala seperti dia" Lambert menoleh ke arah Dean yang sudah berdiri di sampingnya.

"Dan, kenapa kau menyukai perempuan keras kepala seperti dia" sahut Joe Lambert tertawa, wajah Dean memerah

"Aku menyukainya? hah!" 

Dean tertawa datar lalu mengeluarkan sebatang rokok dari kantungnya dan membakarnya

"Kau itu memang pintar, tapi soal hati kau itu bodoh Hopkins" Jelas Lambert tertawa

"Siapapun dapat melihat kau begitu panik ketika mengetahui Londa berhadapan seorang diri dengan pembunuh ayahnya" ucap Lambert melanjutkan

"Seorang sepertimu, laki-laki tanpa ekspresi yang emosinya tidak terganggu dengan situasi apapun, untuk pertama kalinya aku melihat kau tidak bisa mengendalikan dirimu Hopkins"

"Terserah katamu saja Joe" Sahut Dean singkat seraya menghembuskan asap rokoknya ke udara

"Baiklah kalau begitu, jangan salahkan aku jika aku mengajak perempuan itu berkencan, ia bertambah menarik setelah berhasil menyelesaikan kasus ini "

"Kau tidak akan berani Joe "

"Kenapa aku harus takut?"

"Karena kau akan berhadapan denganku" Seketika tawa Joe Lambert pecah

"Orang memang menjadi bodoh saat jatuh cinta, tidak terkecuali sang detektif jenius kita" 

Joe menepuk-nepuk bahu Dean dan kembali tertawa, wajah Dean tampak kesal begitu menyadari bahwa Joe hanya mengganggunya.

Pertunjukan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang