IRIS 21

4.3K 461 28
                                    

- I R I S -

;

Di dalam ruangannya, Jaehyun tampak berkutat dengan berbagai macam lembaran dokumen yang terasa tidak ada habisnya dengan di bantu sang ajudan. Ternyata mengelola sebuah kerajaan tidak semudah yang Jaehyun pikirkan, meski sudah menduganya tapi ini terasa lebih berat dari apa yang ia bayangkan.

Sebuah ketukan pada pintu berhasil menarik atensi Jaehyun. Kening Jaehyun membentuk lipatan kecil, seingatnya dia tidak punya janji temu dengan siapapun hari ini, lantas siapa yang datang berkunjung di saat sibuk seperti ini?

“Yang mulia, tuan muda Renjun sudah datang, apa beliau boleh masuk?” Ujar seorang pelayan yang ada di balik pintu.

Astaga, bagaimana bisa Jaehyun lupa jika sebelumnya meminta seseorang untuk memanggil Renjun lantaran ada hal penting yang ingin dibicarakan sedang dia tidak bisa beranjak dari ruangan. Sontak Jaehyun merapikan penampilannya yang pasti tampak kacau beserta mejanya yang berantakan. Selepas memastikan semuanya terlihat lebih baik, Jaehyun bergegas menuju pintu utama ruangannya guna membuka pintu untuk sang adik.

Di luar sana, Renjun sempat tersentak kaget manakala tiba-tiba Jaehyun membuka pintu ruangan dan muncul dengan napas yang terengah-engah seolah habis melakukan pekerjaan berat.

“Maaf, apa kau menunggu lama?” Tanya Jaehyun seraya menampilkan senyum cerahnya.

Renjun menggeleng pelan, “Tidak Yang mulia, saya baru saja sampai,” Balas Renjun jujur.

Jaehyun mempersilahkan sang adik untuk masuk ke dalam ruangannya. Di dalam sana Renjun di sambut oleh seorang lagi yang wajahnya tampak asing sebab ini pertama kalinya mereka bertemu. Sosok itu tak bukan adalah ajudan Jaehyun yang sudah banyak membantu Jaehyun dalam mengerjakan semua urusan kerajaan baik internal maupun eksternal, Kim Mingyu.

“Oh, maaf, apa saya mengganggu pekerjaan Anda, Yang mulia?” Tanya Renjun tak enak hati lantaran mungkin kedatangannya saat ini bukan waktu yang tepat.

Jaehyun menggeleng keras seraya berujar, “Tidak, kau tidak mengganggu sama sekali Renjun, kau bisa datang kapanpun kau mau, jangan khawatir.” Jaehyun memberi jeda pada kalimatnya, lantas pemuda berparas tampan itu melanjutkan, “Duduklah,”

Di dalam ruangan Jaehyun terdapat dua sofa panjang yang berhadapan dengan meja kecil sebagai pembatas. Renjun membawa dirinya untuk duduk pada salah satu sofa selepas mendapatkan izin dari sang pemilik ruangan.

Sedang di sisi lain, Mingyu tanpa di suruh segera menyingkir dari dalam ruangan seraya memberitahu pelayan untuk menyiapkan teh dan kudapan untuk Renjun.

“Bagaimana keadaanmu? Maaf karena belakangan ini tidak sempat mampir ke tempatmu,” Ungkap Jaehyun memecah keheningan beberapa saat yang lalu.

Renjun sama sekali tidak mempermasalahkan perihal Jaehyun yang tak lagi sering berkunjung atau menyempatkan waktu guna menemuinya, sebab Renjun tahu bahwa tugas dan tanggung jawab sebagai seorang putra mahkota yang kelak akan mewarisi takhta tidak mudah, apalgi sekarang sang ayah sedang tidak berada si tempat, sehingga Renjun memakluminya.

“Saya sudah baik-baik saja, Yang mulia.”

Seulas senyum Jaehyun berikan, terus terang ada perasaan getir dalam hati Jaehyun manakala sampai detik ini Renjun masih belum mau memanggilnya kakak, akan tetapi Jaehyun pun tidak bisa memaksa sebab dia takut bila hal itu justru membebani Renjun dan membuatya kembali menutup diri.

“Syukurlah kalau begitu,” Jaehyun memberi jeda, “Kalau kau butuh sesuatu, jangan ragu untuk memberitahuku, hum?” Lanjutnya. Jaehyun bisa memberikan apapun yang Renjun inginkan asal hal itu bukan sesuatu yang mustahil seperti menghidupkan orang mati ataupun menguras lautan.

I R I STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang