IRIS 23

1.7K 285 13
                                    

- I R I S -

;

Urusan di menara sihir ternyata tak begitu banyak menguras waktu Mark, sehingga hari ini ia bisa kembali ke istana. Sebenarnya orang-orang di menara telah meminta Mark tinggal sehari lagi, akan tetapi Mark menolak lantaran ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan adik kesayangannya.

Namun setibanya di istana, alih-alih bertemu sang adik kesayangan, Mark justru harus melihat pemandangan yang menyakiti mata sucinya, dimana sang kakak tengah asyik bermesraan dengan sang tunangan di taman istana yang Mark lewati. Mark sedikit menyesal lewat sini, akan tetapi ini jalan tercepat untuk sampai di istana Dandelion, tempat tinggal sang adik.

"Oh, Mark.. Kau sudah kembali?" Sapa Jaehyun yang menyadari kehadiran sang adik dengan wajah masam. Ya, Jaehyun tidak merasa tersinggung sebab ini bukan pertama kali Mark melayangkan tatapan aneh saat ia tengah menghabiskan waktu atau bermesraan dengan Doyoung. Alih-alih kesal, Jaehyun justru gemas bahkan ia terkadang sengaja mengubar kemesraan di depan Mark.

"Ya, aku baru saja datang." Jawab Mark sekenanya. "Dimana Renjun? Bukankah Ayah bilang untuk tetap menjaganya meskipun sudah ada Duke Jeno?" Lanjut Mark karena ia tahu bahwa sang kakak tak mungkin mengabaikan Renjun, apalagi kondisi anak itu bisa berubah kapan saja bila sedikit terangsang sesuatu yang dapat memicu traumanya.

"Renjun sedang melakukan perjalanan bersama Duke Jeno.. Mungkin besok mereka baru akan kembali."

Mark sedikit terkejut sampai tak dapat mengontrol mulutnya, "Kakak sudah gila ya?! Bagaimana bisa kakak memberi izin pada Renjun untuk bepergian, jika terjadi sesuatu padanya bagaimana?!" Sebagai seorang yang telah lama menantikan kehadiran sosok adik, tentu Mark merasa sangat khawatir akan keadaan Renjun, apalagi bila ingat bagaimana terakhir kali mereka pergi keluar dan mendadak di serang oleh orang tak di kenal.

"Mark, Renjun bukan tahanan." ucap Jaehyun yang berhasil membuat sesuatu terasa memukul uluh hati Mark. "Apa kau pikir aku tidak khawatir? Aku juga kakaknya dan kurang lebih kita tahu bagaimana kondisi Renjun. Akan tetapi dengan mengurungnya di dalam istana dengan dalih keamanan, bukanlah hal yang tepat sebab Renjun pasti juga ingin melihat bagaimana dunia luar yang selama ini hanya menjadi angan." tutur Jaehyun dengan tenang serta sorot mata menerawang jauh saat dimana ia mengingat ekspresi wajah Renjun tatkala untuk pertama kali mengatakan apa yang ia inginkan atas pilihannya sendiri.

Mark akui, yang di katakan oleh sang kakak benar. Ya, istana memang tempat yang paling aman saat ini untuk Renjun, akan tetapi ia pasti merasa jenuh dan apa bedanya dengan apa yang ia alami bila pergerakannya di batasi? Namun tetap saja, di sudut hati Mark yang terdalam ia khawatir dengan keadaan sang adik.

Melihat Mark tak bergeming sedikitpun, Jaehyun mendekat lantas menepuk pundak sang adik lembut. Seolah tahu perihal apa yang tengah mengganggu pikiran Mark, Jaehyun berujar pelan namun penuh keyakinan. "Jangan terlalu berprasangka buruk, Mark.. Harusnya kau berharap yang baik-baik saja, lagi pula ada Duke Jeno di sampingnya, aku percaya Duke Jeno akan melindungi Renjun apapun yang terjadi. Tidak hanya itu, aku juga menempatkan kesatria terbaik untuk menemani perjalanan mereka."

"Baiklah, jika kakak sudah berkata demikian, maka aku akan mempercayainya." ucap Mark yang tak ingin berdebat lebih panjang dengan sang kakak, "Kalau begitu aku akan kembali ke istanaku saja." Lanjut Mark lantas membawa tungkai kaki meninggalkan taman.

"Sepertinya hubungan Mark dan Renjun cukup baik. Mark bahkan langsung menemui Renjun setelah kembali." ungkap Doyoung yang sejak tadi hanya diam menyaksikan bagaimana perbincangan kakak adik itu berlangsung.

Jaehyun mengangguk pelan seraya membawa langkah kaki kembali mendekat pada sang terkasih. "Kau benar. Pada awalnya aku takut Mark akan membenci Renjun karena sejak awal kami tidak tahu jika Ayah memiliki seorang anak selain kami, meski kami tahu bahwa beliau pernah menikah." Jaehyun memberi jeda pada kalimatnya, lantas ia terkekeh pelan. "Tapi siapa sangka jika anak itu dapat menerimanya dengan mudah, bahkan dalam hati menginginkan seorang adik."

I R I STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang