IRIS 29

745 156 10
                                    

• I R I S •

;

Renjun merapikan barisan origami burung bangau berwarna-warni dalam toples kaca besar. Setiap lipatan kertas itu adalah bukti kesabaran dan keterampilannya, berkilauan di bawah sinar matahari yang menembus jendela kamarnya. Dengan senyum puas menghiasi wajah, ia membetulkan letak satu burung origami yang tampak sedikit miring. Senyum Renjun kembali merekah, tatkala membayangkan ekspresi kagum yang akan terpancar dari wajah Mark ketika ia menunjukkan hasil kerja kerasnya ini.

Tiba-tiba, langkah kaki tergesa-gesa terdengar di koridor luar. Yunjin, salah satu pelayan istana, muncul di ambang pintu dengan napas yang terengah-engah. “Permisi Tuan Muda, Putra Mahkota mengundang Anda untuk tea time bersama di taman istana,” ucap Yunjin, seraya membungkuk hormat.

“Putra mahkota?” ulang Renjun yang di balas dengan anggukan pelan oleh Yunjin.

Tak lagi bertanya, Renjun beranjak dari tempatnya duduk, meninggalkan toples penuh origami, berjalan mengikuti Yunjin dengan langkah yang ringan. Pikirannya melayang, bertanya-tanya apa yang akan dibicarakan oleh sang kakak tertua yang jarang terlihat sejak ia kembali ke istana setelah melakukan perjalanan dengan Jeno. Kurang lebih Renjun tahu bahwa kewajiban dan tugas sang kakak begitu banyak, apalagi saat ini Yang mulia Raja sedang tidak ada di tempat sehingga semua pekerjaan di limpahkan pada Jaehyun.

Renjun melangkah pelan menuju gazebo, menghirup udara segar yang bercampur dengan aroma bunga yang sedang mekar. Sinar matahari menerpa wajah, memberikan kehangatan yang nyaman. Oh, Renjun pikir hanya dia dan Jaehyun saja yang akan menikmati teh bersama, rupanya ada orang lain juga. Ketika ia mendekati gazebo, sosok Jaehyun, kakaknya, dan Doyoung, tunangannya, sudah tersenyum lebar menyambutnya.

“Terima kasih sudah mau datang, Renjun.. Maaf jika aku tiba-tiba memintamu kemari dan mengganggu waktumu,”ucap Jaehyun dengan suara yang lembut dan penuh pertimbangan. Doyoung, yang duduk di sebelah Jaehyun, menambahkan senyumannya yang ramah, seolah-olah menguatkan kata-kata Jaehyun.

Renjun mengangguk, matanya bergerak menangkap keindahan gazebo yang dikelilingi ribuan bunga. “Tidak apa-apa. Justru ini suatu kehormatan bagi saya bisa bergabung disini,” jawab Renjun, matanya kini menatap kedua secara bergantian.

Seorang pelayan mulai menuangkan teh pada gelas-gelas kosong di hadapan ketiganya.

“Bagaimana kabarmu, Renjun?” Tanya Doyoung membuka percakapan di antara mereka, sebab ia tahu bahwa suasana terasa canggung di sekitar mereka.

“Kabar saya baik,” jawab Renjun sekenanya.

“Syukurlah, senang mengetahui bahwa kau bail-baik saja.”

Entahlah, Renjun tidak tahu bagaimana harus memberikan respon pada ucapan Doyoung selain tersenyum. Sebenarnya untuk apa sang kakak meminta Renjun kemari? Bukankah ia sebaiknya tidak disini agar keduanya bisa menikmati waktu berharga bersama-sama.

Doyoung menyenggol lengan Jaehyun pelan, sebagai isyarat untuk memulai pembicaraan. Jaehyun berdehem sebelum membuka suara.

“Renjun, aku minta maaf karena tidak bisa sering datang mengunjungimu.” ungkap Jaehyun dengan sorot mata menyesal.

“Tidak apa-apa, saya mengerti bahwa Anda cukup sibuk.” balas Renjun dengan senyum tipis di wajahnya.

Tidak seperti Mark yang ekspresif dan udah untuk menunjukkan ekspresinya. Jaehyun jauh lebih dewasa dan berhati-hati, mungkin hal ini juga di pengaruhi oleh pendidikan serta tuntutan perannya sebagai putra mahkota yang kelak akan mewarisi tahta, sehingga ia tidak boleh menunjukkan celah sedikitpun bagi orang lain untuk membaca sikap ataupun pikirannya.

I R I STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang