Baru hendak keluar dari ruang meeting di kantor client, tiba-tiba seorang pemuda yang sudah tidak asing mencegatku di depan pintu.
"Pak Reno? kenapa, anda di sini?" cetusku keheranan. Padahal dia itu seorang dosen, lalu apa hubungannya dengan kantor raising start yang tidak ada sangkut pautnya dengan jurusan Farmasi.
"Ini kantor keluarga saya. Ngga ada salahnya 'kan kalau saya main,"
"Oh.. Pak Johan itu masih keluarga Bapak? Bagus kalau begitu, pak. Selamat atas kerjasama perusahaan kita," Mau tidak mau aku terpaksa pura-pura antusias.
"Saya bukan mau membicarakan hal itu di sini." Balas Reno tampak serius.
"Tegang banget, mukanya Pak. Tumben, ngga sok kegantengan kayak di kampus," Biarlah sedikit berlebihan candaku. Daripada menebak-nebak maksud cegatan pak Reno.
"Saya mau sekedar mengingatkan, jadi cowo itu gentle men. Setia dengan satu pasangan! Jangan main di belakang Zifa, apalagi nikungnya sama Tarisa. Dia itu wanita idaman saya."
Istriku cewe idaman dosen amatir ini? Ingin sekali rasanya kutinju muka sok kecakapannya itu, sambil menegaskan siapa Tarisa sebenarnya. Perlahan tapi pasti, aku melangkah pergi pura-pura tak mendengarnya. Bukan waktunya bertarung. Zifara sudah menunggu terlalu lama di kantin kampus.
"Saya tahu anda suaminya Tarisa," Ucap Reno memaksa kakiku berhenti melangkah dan kembali menoleh padanya.
"Baguslah Pak, kalau anda faham... dan jangan ganggu istri orang!" Sergahku lantang. Dia malah mencibir dengan gaya sok akrab.
"Eh, tapi tunggu! Kenapa anda mendekati Tarisa kalau tau dia itu istri saya?" aku maju tiga langkah sampai berhadapan dengan orang yang bernama Reno.
"Kenalkan, saya ini sepupu jauh dari Ayah Zifara. Ikuti cara main saya, jika anda tidak ingin Tarisa jatuh ke pelukan orang picik seperti saya," dia menyebut dirinya picik, hingga tak perlu lagi aku mempertegas.
"Lalu, maksud Pak Reno yang terhormat ini apa, ya?" Aku menepis uluran tangannya.
"Jangan berani meninggalkan Zifara. Atau anda akan menyesal selama-lamanya."
"Anda fikir saya takut dengan ancaman receh ini?"
"Ancaman receh? Istri anda itu terlanjur naksir sama saya. Tinggal bagaimana caranya, agar dia semakin jatuh cinta pada saya, lalu saya menjebaknya ke penginapan... mungkin, kemudian~"
"Stop! Berani anda meneruskan ocehan tak berbobot itu, atau sekarang juga saya lepaskan Zifara supaya dia terpuruk selama-lamanya."
"Artinya, kita impas saudara Hito. Anda tetap nikahi secepatnya Zifara, lalu saya tetap dekati Tarisa dalam batasan yang wajar. Sepakat?"
Benar-benar koslet nampaknya otak si Reno ini. Anehnya, kenapa dia bisa jadi dosen di kampus internasional. Dunia memang semakin aneh. Yang baik dibuat terpuruk, yang jahat semakin menanjak tinggi.
"Saya tidak butuh kesepakatan dengan anda." Desisku mencoba agar tetap terlihat santai dan melangkah pergi buru-buru menjauh.
Tender ini tidak bisa aku teruskan jika kehormatan seorang gadis remaja menjadi taruhannya. Aku berpikir keras untuk tidak membatalkan proyek besar secara sepihak yang bisa saja merugikan banyak perusahaan.
Aku urung menjumpai Zifara siang jelang sore itu. Segera kutelepon Tarisa yang nomornya tidak aktif. Ada, ataupun tidak... nomornya di ponselku rasanya tak berpengaruh, karena tetap sulit dihubungi.
***
"Tar, kamu pindah kampus aja, ya!" Itu kalimat pertama yang terucap saat aku menemui Tarisa tengah asyik menyiapkan menu dinner kami.
"Hhh, pulang-pulang belum ngucap salam, seenaknya aja nyuruh pindah kampus," Tarisa terdengar ketus. Matanya memandangku kesal.
"Aku serius, Tar. Pak Reno itu bahaya."
"Kamu ngga usah jelek-jelekin dia, Kak. Kalaupun ngga suka dengan sikapnya kemarin, jangan dikaitkan dengan masalah kita. Lagipula, Pak Reno itu masih sepupu jauh Zifara,"
"Jadi, kamu tau dia ada hubungan family sama Zifa?"
"Udah lama taunya. Yang nyomblangin aku dan Pak Reno juga Zifa,"
"Nah, itu dia Tar. Aku ngga mau kamu dekat-dekat sama dia lagi. Pokoknya, mulai besok kamu aku pindahin ke kampus yang lebih baik." Aku jadi curiga, kenapa Zifara tidak mengabariku soal siapa sebenarnya pak Reno. Atau mungkin karena tidak pernah kutanya.
"Ini makanan sudah siap. Aku mau ke kamar, ada jadwal bimbingan dari pak Reno lagi. Kita zoom rame-rame sama teman yang lain juga."
"Tar, please ngga usah dulu ikut zum-zuman. Dengerin aku! aku mohon," pintaku sungguh-sungguh, menggenggam kedua tangan Tarisa.
"Kamu itu aneh, deh, Kak." Gerutunya menaikkan sebelah alis.Bersambung,
KAMU SEDANG MEMBACA
Runtuh
RomanceTarisa tidak pernah menduga bahwa ia dijodohkan dengan pacar sahabatnya sendiri. Awal Tarisa dan Hito mengarungi biduk rumah tangga yang cukup pelik hingga berujung jatuh cinta akan persahabatan masa kecil mereka. Namun, ketika Hito menikahi Syakira...