24. Mertua Plin Plan

22 10 2
                                    

POV Tarisa

Papa tidak mengizinkanku pulang ke rumah. Sementara, Hito sejak semalam masih menunggu. Ku dengar Tania berbicara di telepon siang itu.

"Jemput aja, Kak. Mungkin dibolehin Papa kalau Kaka yang datang jemput Mbak."

"Tan, kamu nelpon siapa serius amat?"

"Kak Hito mau ngomong langsung sama orangnya?" Tania menyerahkan ponselnya padaku setelah berkata "Oke. Ini Mba Tari."

"Halo?" Sapaku.

"Sayang, Papa sakit lagi tiba-tiba. Jantungnya dari kemarin kambuh. Aku mau jemput kamu, tapi dilarang Papa. Kamu datang diantar Samir, ya," suara di seberang sana membuatku jadi moody.

"Iya, Ini aku langsung ajak Samir." Kuakhiri panggilan saat itu juga. 

"Tan... Jangan bilang ke Papa sama Mama kalau Mbak ke rumah Papa Bams." Dasar, orang tua, bikin anaknya repot saja pakai acara backstreet.


"Loh, ngga sama Kak Samir, Mba?"

"Mbak bisa sendiri. Ribet ntar kalau Samir ikut." kusambar kunci mobil dari dalam laci, mencium pipi Tania kemudian buru-buru pergi.

"Hito... kenalkan, Nak. ini Syakira anak Om Hisyam," Seorang cewe muda berperawakan tinggi semampai bak seorang model muslimah profesional dengan senyum elegan, memakai gamis dan kerudung senada ada di kamar papa mertuaku.

Ku urungkan niat memasuki kamar yang menampakkan kondisi papa tengah berbaring dengan selang infus di tangan. Di sana tidak hanya ada papa, mama mertua ataupun kak Hito dan Syakira saja. Sepertinya ada keluarga dan orang tua Syakira juga. Aku mundur dua langkah untuk menguping obrolan mereka.

"Jadi kapan, Syam, saya bisa melamar Syakira untuk putra kami?" pertanyaan papa pada temannya itu bagai halilintar di siang bolong yang menyambarku. Tubuhku seketika kaku.

"Pa, Hito ini masih suaminya Tari. Kenapa hoby banget nyomblangi Hito,"

"Jadi anakmu belum berpisah dari istrinya, Bams?"

"Secepatnya akan kita urus. Saya sudah muak melihat menantu saya itu sejak dia selingkuh dengan dosennya di belakang Hito."

Nadiku seolah berhenti fungsi. Papa yang selama ini begitu menyanjungku ternyata diam-diam menyimpan amarah. Mama juga hanya tersenyum dalam diamnya.

"Pa~" Ucap Hito berulang yang kemudian disangkal papanya lagi.

"Kamu diam aja Hito. Papa sama Mama mau yang terbaik buat kamu. Lihat Syakira! dia bukan hanya solihah, tapi juga cantik, pintar, berpendidikan tinggi. Sepadanlah sama kamu. Karena telat aja dia pulang dari madinah, makanya Papa keburu nikahin kamu sama Tarisa."

Dari balik pintu aku membekap mulut, dengan bahu terguncang menahan isak tangis.

"Maaf, Om Bams, apa sebaiknya kita tidak harus memisahkan Hito dari istrinya. Itu kurang baik menurut saya. Kalau kita bisa membimbing Tarisa dengan sabar mungkin dia bisa jauh lebih baik dari Syakira,"

RuntuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang