29. Bertengkar Lagi

17 7 4
                                    

"Kamu kerja di butik Reno, Tar?" Tarisa dijejali pertanyaan oleh Hito yang baru pulang kerja. Ada guratan kesal di wajah Hito yang menoleh tajam padanya.


"Ka Hito dapat info dari mana?"

"Aku tanya, kamu malah balik nanya!" Hito mulai nada tinggi.

"Bukan di butik Reno, tapi istrinya."

"Reno udah punya istri?" Tarisa mengangguk cepat sembari mendekati suaminya.

"Ternyata Reno itu menantu Pak Bandi, Kak."

"Kamu resign sekarang juga dari butik itu!"

"Alasannya?"

"Tar, kamu itu mahasiswi jenius, tapi kenapa ngga bisa mengondisikan sesuatu dalam hal ini?"

"Kak, kita ini butuh kerjaan. Lagipula yang punya butik anaknya pak Bandi, menantunya jarang datang ke sana." Tarisa mengejar Hito yang langsung masuk kamar, berdiri di antara kasur dan daun jendela. 

"Kalau kamu kerja terus di butik, suatu hari Reno akan menjebakmu dan dia membalikkan fakta. Kamu mikir semua itu, Tar?" Hito belum pernah setegas ini bicara terlebih setelah dia mencintai Tarisa.  

"Besok aku resign, Kak. Kalau sekarang, bisa bikin bu Gena curiga. Dia itu taunya aku pernah jadi mahasiswi Pak Reno doang."

"Dan, Reno ngga pernah ngasih tahu istrinya kalau dia dipecat dari kampus karena apa?" Hito menyambung kisah Reno seolah ingin memastikannya. 

"Mungkin gitu, Kak." 

"Bukan ngga mungkin Reno akan masuk ke dalam rumah tangga kita, dan menghancurkan perasaan istri juga anak-anaknya. Pikirkan itu, sayang?" Kini Tarisa terdiam, menatap kosong ke arah jendela. 

"Reno itu licik. Dia tahu kita ngontrak di sini ntah dari siapa. Tiba-tiba Samir ngabari aku. Ngirim foto-foto kamu di butik."

"Jadi Ka Hito tau dari Samir?" Hito diam, merangkul pinggang istrinya, sama-sama menatap jauh ke arah jendela. 

"Kamu ngga masalah 'kan kalau gajiku kecil sekarang?" 

"Ka Hito, aku ini memang anak konglomerat, tapi aku juga pernah loh ngga megang uang sama sekali. Mama selalu ngajari aku dan adik-adik untuk mandiri. Bahkan waktu kecil, aku dan Samir pernah jual keripik di sekolah demi bantu Mbok yang kerja di rumah. Aku nggak peduli soal omongan orang, toh yang kaya Mama sama Papa."

"Tapi aku jadi belum bisa ganti mobil kamu yang terbakar akibat kecelakaan parah itu," 

"Emangnya yang minta diganti siapa?" Tarisa melepas tangan suaminya, memandang lekat wajah Hito. 

"Kita punya kendaraan juga ngga ada tempat parkirnya. Malu ih numpang di depan ruko orang," Tarisa meruncingkan bibir dan mulai bersandar di bahu Hito. 

"Papa sakitnya parah, Tar."

"Yang nungguin siapa?" Tarisa berdiri tegak menarik tangan Hito agar duduk di tepi kasur. 

"Samir yang jaga. Itu juga Mama sama Papa Ivan ngga tau. Kalau Samir ketahuan, kacau jadinya."

Tarisa tak habis pikir, bokap dan nyokapnya bisa sebenci itu pada Hito sampai merembet pada mertuanya. Seakan bukan Ivan dan Bams yang dulu kompak menjodohkan mereka.

RuntuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang