17. Terpaksa

24 10 0
                                    

Pagi itu, Hito bersetelan rapi layaknya seorang maneger dan menampakkan wujud jaim tanpa senyum saat turun dari mobil, ia melangkah memasuki gedung kantor. Belum sempat keluar dari parkiran, untuk ke dua kalinya Hito dibungkam menggunakan bius dari arah belakang oleh seseorang. Mereka membawanya ke suatu tempat.

"Reno... Reno... Pasti lo lagi yang nyari masalah sama gue. Keluar lo Reno! lepasin gue dari Sandra konyol ini!"

Hito berteriak menyebut satu nama dalam ruangan kumuh setengah bercahaya. Suara tepuk tangan dari pantulan cahaya samar memunculkan sesosok wujud yang diduganya kini tengah menyeringai. 

"Gak sia-sia anda jadi manejer di perusahaan sebesar itu. Otak anda terlampau cerdas ternyata,"

"Berengs*k lo, Pengecut. Lepasin gue dari sini!"

"Lalu... untungnya buat saya apa kalau melepas anda?" 

"Lo udah kaya masih ngebahas untung rugi. Dasar dosen tamak!" 

"Kalau saya dosen tamak, lalu pak menejer di hadapan saya ini bisa disebut apa? Sudah macarin ponakan saya, masih mau memperistri wanita idaman saya," 

Hito menggeliat, berulang mencoba agar terlepas dari tali yang mengikat kaki dan tangannya hingga nyaris tak berdaya. 

"Apa mau lo, Reno? Gak usah basa-basi. Kayak betina, Lo, kebanyakan b*cot."

"Oh, baiklah kalau anda ingin tahu keinginan saya. Silakan baca tulisan dalam kertas ini! Bro.. Nyalakan lampu!" seketika lampu dinyalakan anak buah Reno yang belum terlihat wujudnya. 

Mata Hito menyipit karena silau. Dia mulai mengeja tulisan yang tertera dalam kertas. 

'Aku terpaksa pura-pura mencintai Tarisa. Kesehatan bokap lebih penting bagiku dari segalanya. Tapi, aku juga ngga akan melepas Tarisa sampai bokap sendiri yang meminta.'

"Apa maksud lo, dengan tulisan ini?" deru nafas Hito semakin tak beraturan menahan emosi.

"Santai, Boss. Kalau anda belum paham, biar saya jelaskan." 

"Anda ucapkan kalimat dalam kertas itu dengan sungguh-sungguh! dan saya akan merekamnya."

"Bereng*ek, Lo, Reno!" Hito memekik berulang sambil menghentak kakinya yang masih terikat. 

"Hei, santai Bos. Anda harus tahu sesuatu. kemarin saya mengurung diri bersama Tarisa di kamar rumah Zifara. Anda tahu apa yang ingin saya lakukan sejak lama?" 

"Ciih.." Hito meludahi wajah Reno sembari menggeram hingga geliginya bergemurutuk.

"Baiklah. Anda mulai tidak sopan ternyata. Padahal saya hanya ingin bernegosiasi. Kalau anda tidak mau, saya akan dengan mudah mendapatkan Tarisa sepenuhnya. Saya pamit dulu Pak menejer yang terhormat."

"Tunggu!" Teriak Hito menghentikan langkah Reno yang hampir keluar dari ruang kumuh itu. 

"Minta kertasnya. Silakan lo rekam! Lo pikir gue takut, berhadapan dengan laki-laki ngga gentle kayak lo?" 

"Seyakin itu anda ternyata," Reno mengangguk penuh kemenangan. 

Hito berpikir, itu hanya sekadar rekaman yang belum tentu akan dipercaya oleh pendengarnya. Lagipula, Tarisa masih amnesia jadi tidak berpengaruh sama sekali dengan apapun yang ia ucapkan. 

RuntuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang