21. Berita Duka

23 9 0
                                    

"Mba Tari... I'm coming.." Suara Talita yang pertama kali menyambut Tarisa dan Hito.

"Gak ngomong-ngomong mau datang?"

"Ye... Mbak yang gak perhatian. Aku mulai besok udah kerja di konter Mas Nino, asisten Ka Hito."

"Terus kenapa mesti di sini?"

"Aku udah bawa koper buat nginap, Mbak. Mama bilang, berangkatnya tiap pagi sama Ka Hito supaya Papa  lebih tenang."

"Lo mau tidur di mana? Semua kamar udah ditempati,"

"Di kamar tamu dong,"

Tarisa tercengang tak bisa menghindar. Terpaksa mulai malam ini dia harus kembali memasuki kamar pengantinnya beberapa bulan yang lalu. Masalahnya semua kamar sudah dipenuhi para art di rumah itu. Hanya tersisa kamar kosong di dekat taman yang letaknya bersebelahan dengan kamar security. Mustahil Tarisa mau pindah ke kamar tersebut. 

"Ya udah, biarin aja Talita nempati kamar tamu. Kamu bisa pindah ke kamar kita, Sayang," Bisik Hito yang masih berdiri di sisi Tarisa. Bukannya disambut dengan ramah, cewe di hadapannya itu malah berlalu begitu saja.

Hito hanya bergeleng, memutar diri ke arah kamar. Ia selalu berbesar hati meski sudah berminggu-minggu kamar itu dihuni olehnya seorang tanpa Tarisa.

Menjelang isya, suara koper terdengar di seret ke arah pintu. Hito bergegas bangkit berniat memeriksa siapa yang datang. Baru hendak membuka pintu, Tarisa muncul di ambangnya. Senyum Hito terukir manis di wajah tampannya. 

"Kamu serius mau balik ke kamar kita?"


Tarisa tersenyum kecut menabrak bahu Hito dan dengan santainya masuk menyeret koper. 

"Tar, kamu ngapain bentang beding di lantai?"

"Ya, mau tidur. Masa iya mau nyuci,"

"Biar aku aja yang tidur di bawah. Nanti kamu masuk angin."

"Gak usah. Santai aja lagi, Kak. Aku udah terbiasa dari dulu kalau dihukum sama Mama, ya, tidur di lantai. Gara-gara gak dapat ranking di kelas atau tiap gak becus jaga adik-adikku dulu."

Hito terdiam serba salah. Alhasil ia hanya memandangi gerak-gerik Tarisa mulai dari berbaring hingga lelap. Malam itu, Hito cukup bahagia bisa kembali memandang wajah istrinya setelah sekian lama tidur di kamar yang berbeda. 


***

Tespeck bergaris dua yang masih tergeletak di nakas mengundang kembali air mata Tarisa. Pagi itu secara tidak sengaja ia memegang benda itu lagi.

"Lo jahat, Zifa. gara-gara lo gue kehilangan janin gue," Tarisa tak menyadari Hito tengah memperhatikannya.

"Jangan nangis lagi, Tar." Hito memandang istrinya iba. Buru-buru Tarisa menyeka air mata.


"Kamu udah ingat sesuatu?" 

Hito menarik Tarisa agar berdiri berhadapan dengannya, lalu memegang kedua bahu cewe yang masih berpura-pura amnesia itu. Matanya lekat menatap wajah istrinya yang sembab. Tidak ada jawaban dari Tarisa, kecuali sorot matanya yang memandang penuh amarah. Sejurus kemudian tespeck itu Tarisa lempar ke tong sampah di pojok kamar. 

RuntuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang