"Gue berani sumpah, Tar... demi Allah bukan gue pelakunya." Zifara menangis di hadapan mama, papa, Samir dan Tania. Aku mengusap bahunya yang terguncang, iba.
"Ada orang yang kamu curigai selain Hito di sana?" Papa menanyakan padaku untuk kesekian kalinya.
"Petugas yang ngurus miting, Om. Zifa ingat, Pak Sukino itu saksinya waktu Kak Hito ngasih box lunch ke tangan Zifa."
"Masalahnya, Pak Sukino punya keterangan yang berbeda Zif. Gue bingung yang benar Bapak itu, Nino atau malah kamu sebenarnya." Aku bangkit dari duduk, menjauh dari Zifara yang masih tersedu. "Atau mungkin ini kerjaan pak Reno, Om lo," cetusku sembari berkacak pinggang.
"Sebenarnya Tania curiga sama mas Nino, Mba."
"Kenapa jadi Nino?" aku dan mama bertanya hampir bersamaan dan saling melirik sekilas.
"Seminggu sebelum Mbak Talita pergi, dia bilang pernah kepergok mas Nino ngobrol di kafe sama pak Reno." Spontan aku, mama, papa dan Samir histeris "Hah?"
"Kenapa lo baru ngomong sekarang, Dek? Rumah tangga Kak Hito dan Mbak terlanjur jadi taruhannya," Samiri memukul lengan Tania yang kemudian meringis.
"Aduh, Kak.. Jangan kasar-kasar dong."
"Terus Talita bilang apa lagi sama kamu?" aku menyelidiki penasaran.
"Memang Nino yang bekerja sama dengan Reno, karena takut kebusukan mereka terbongkar oleh Talita pemegang kunci utama yang mendengar." Hito tiba-tiba muncul di tengah-tengah kami.
"Karena Nino juga, aku barusan dipecat. Semua klien yang punya tender besar pindah ke pihak Reno. Nino barusan diringkus polisi... karna terbukti menggelapkan uang perusahaan dari pihak Reno. Akhirnya dia jadi kambing hitam juga."
"Kenapa kak Hito yang dipecat?" Samiri bertanya tegas.
"Semua bukti masih mengarah padaku. Otomatis Perusahaan ngga mau nerima maneger buronan sepertiku." Hito berjalan mendekatiku, mama dan papa yang berdiri tidak jauh dari duduknya Zifara. "Kalau aku tahu serumit ini jadinya hanya karna box lunch dari kantor keluargamu, Fa. Seumur-umur aku nyesal menang tender besar itu. Kamu ingat, sebelum aku kasih kotak itu, Nino yang nyerahkan ke tangan petugas. Mungkin mereka bersekongkol agar aku jadi kambing hitamnya."
"Maaf Hito, kamu tidak perlu mengarang cerita. Lagipula mana mereka tahu kalau kamu akan memberikannya pada Zifa!" Papa bicara tegas sambil membuang muka.
Kasihan kak Hito menjadi korban kekecewaan papa dan mama yang masih sangat terpukul atas kepergian Talita. Sedangkan aku, bingung harus ada di pihak mana.
"Kalau Zifa tau dalam makanan itu ada racunnya, Om. Ngga mungkin Zifa kasih sama Talita. Zifara serius, Om." rengek cewe berpakaian serba mini itu.
"Sekarang kamu pulang, Fa! Jangan pernah injakkan kaki ke rumah Om lagi." Baru kali ini aku melihat papa memarahi Zifara.
Zifara bangkit terseok, matanya terlihat sembap saat meninggalkan rumah kami. Kulihat Mama dan Tania saling berpelukan.
"Kamu juga, Hito. Keluar dari rumah saya sekarang! Sebelum kamu bawa surat perpisahan dari anak Om, jangan pernah kembali ke sini!" Papa menunjuk pintu ke luar dengan ujung telunjuknya. Memaksa tegas agar Kak Hito pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Runtuh
RomanceTarisa tidak pernah menduga bahwa ia dijodohkan dengan pacar sahabatnya sendiri. Awal Tarisa dan Hito mengarungi biduk rumah tangga yang cukup pelik hingga berujung jatuh cinta akan persahabatan masa kecil mereka. Namun, ketika Hito menikahi Syakira...