"Keluar sekarang juga atau kami pecahkan kaca mobil ini!"
Sumpah aku takut banget. Panik, pucat, teringat adegan kriminal di film horor. Kupeluk Hito erat, tidak peduli dia juga panik atau malah biasa saja.
"Sayang, lepasin. Kamu pasang seatbeld yang kencang. Mumpung mereka nggak di depan, aku mau ngebut ke arah kota."
Kuturuti perintah Hito yang ternyata ikut panik. Mereka mengancam di luar sana, tadinya berjumlah dua orang, tiba-tiba jadi ramai. Hito mulai fokus mengemudi dengan kecepatan tinggi.
Aku sampai deja vu merasa tengah berada dalam mobil yang bertanding balap liar. Sport jantung iya, panik setengah mati juga iya.
Waktu zaman SMA aku pernah ikut balap liar bareng Zifara. Biasalah, namanya juga ABG gaya-gayan, tetapi beruntung tidak cidera.
"Kita udah jauh dari mereka, Kak." ucapku menyadari laju mobil yang mulai pelan. Memandang sekitar, kami berada di Jakarta Timur perbatasan langsung kotamadya.
"Jauh banget kita ke sini?"
"Aku tadi bingung harus lari ke mana. Baru teringat daerah rawamangun ramai pengemudi walaupun larut malam, sayang."
"Kebetulan di sini banyak kontrakan, Kak. Kita nyari langsung aja, yuk! Mungkin ada yang siaga nerima pengunjung malam."
"Kita cari daerah Dusun, ya, sayang."
"Pokoknya yang aman dari orang-orang aneh kayak tadi deh, Kak."
"Oke. Aku tepikan mobil, kita turun di Dusun lorong sebelah sana, di gerbang musalla itu." Apa lagi yang bisa kulakukan selain menurut.
Kantuk kian menyerang hingga tubuhku sulit bangkit dari jok mobil. "Sayang, ayo kita turun!" Suara itu seperti di alam bawah sadarku.
"Kak, tidur di mobil aja dulu. Besok habis subuh baru kita cari kontrakan." Lamat-lamat kudengar Hito meng-Iyakan.
Setelah itu tak lagi kudengar suaranya. Hanya kurasai sentuhan tangan yang membelai anak rambutku, menurunkan posisi jok di sebelah setir agar lebih rendah ke belakang sehingga aku bisa leluasa menyandar.
***"Tar..Tarisa, Subuh sayang. Udah hampir terang nih. Jam lima lewat sepuluh menit." Hito mengusap pipiku dengan punggung tangan.
"Kak Hito udah solat?"
"Udah dari tadi. Kamu bangun gih. Habis ini kita beli baju ganti, cari sarapan, baru deh nyari kontrakan." Aku meregangkan otot tangan dan kaki yang semalaman tidak lurus, sesekali menutup mulut yang masih menguap.
Baru saja turun dari mobil, seorang cewe yang nampaknya sebayaku, menatap akrab ke arah kami.
"Hei, Tar, apa kabar?" Aku berusaha keras mengingat-ingat siapa cewe berhijab ini.
"Kayla?"
"Iya, aku Kayla teman sebangku kamu pas zaman smp. Masih ingat, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Runtuh
Roman d'amourTarisa tidak pernah menduga bahwa ia dijodohkan dengan pacar sahabatnya sendiri. Awal Tarisa dan Hito mengarungi biduk rumah tangga yang cukup pelik hingga berujung jatuh cinta akan persahabatan masa kecil mereka. Namun, ketika Hito menikahi Syakira...