26. Enggan Berpisah

16 8 0
                                    

POV Hito

Waktu itu, papa dan mama sibuk membujuk aku agar menikahi Tarisa, kini justru mereka yang memaksa untuk menceraikannya secepat mungkin atas dasar desakan papa mertua.

"Ma, bukannya Mama sangat menyayangi Tari? kenapa sekarang kayak benci banget sama istri Hito?"

"Dulu mama pikir Tari itu perempuan yang tulus, To. Setelah menimbang dari kejadian dan tingkah lakunya selama beberapa bulan ini... Mama jadi ragu."

"Mama ini 'kan sama-sama wanita, harusnya lebih paham perasaan Tari. Tari begitu juga karna salahnya Hito, Ma." Aku mencoba menelisik jalan pikiran mama dari matanya sembari duduk di sisinya. 

"Harusnya kalau Tari seorang istri yang baik, dia ngga ngebohongi kamu apalagi bermain di belakang suaminya, apapun alasannya,"

"mama akui Tari itu anak yang baik, tapi kamu lihat sendiri orang tuanya sekarang. Tiap hari ngelabrak papa, minta anaknya diceraikan."

"Dengarin aja mamamu, To. Kita masih sayang sama Tarisa. Masalahnya kalau terus dilanjut, kondisinya akan seperti ini terus. Uhuk," Papa terbatuk-batuk, menutup mulutnya dengan sapu tangan.

"Ya ampun, Pa... Kenapa berdarah?"

Aku dan mama terlonjak mendapati bercak di sapu tangan papa. Segera kuhubungi dokter Yang menangani penyakit papa.

Tidak berapa lama, Dokter itu muncul memeriksa kondisi papa. Selagi masih bisa dirawat jalan, papa tidak mau dilarikan ke rumah sakit lagi.

"Gimana keadaan Papa saya, Dok?"

"Ini sudah komplikasi, Mas Hito. Bukan cuma jantung, tapi beliau terserang kanker hati stadium akhir."

"Lalu apa yang bisa saya lakukan untuk kesembuhan Papa, Dok?"

"Jangan buat Papa anda terlalu setress. Saya khawatir tekanan darahnya tidak normal, sehingga akan sulit mengatasi kanker lunak ini."

Aku menghapus muka dengan sepuluh jari, duduk di sisi papa selepas kepulangan dokter barusan.

"Hito, kamu lihat sendiri kondisi papa! Apa kamu tega membuatnya terus seperti ini, Nak?" 

"Ma, dulu waktu Papa nyuruh Hito menikahi Tari, kondisinya persis sekarang ini. Hito ngga bisa melepas pilihan Mama sama Papa begitu aja,"

"Mama juga nggak mau memaksakanmu. Hanya saja, Papa berhutang budi dengan Om Hisyam. Dia yang menyelamatkan Mama sama Papa dulu, waktu kami terpuruk dan perusahaan hampir bangkrut. Sekarang dia memintamu untuk dijodohkan dengan Syakira." Mama membelai lembut pipiku, tidak peduli dengan usia anaknya ini. Mama tetap memperlakukanku layaknya Hito kecil. 

"Tapi, Ma... Hutang budi itu ngga perlu dibalas dengan cara ini. Syakira anak baik, dia cantik dan pasti banyak laki-laki di luar sana yang mau sama dia. Kasihan dia kalau harus jadi istri kedua."

"Kamu ingat, dulu waktu kalian SMP dekaaat banget. Sampai kalian itu pernah surat-suratan, sama-sama suka. Sama-sama pintar di kelas."

"Itu istilahnya cinta monyet doang, Ma. Hito ngga punya perasaan apa-apa ke dia."

"Hito... sekarang Nino udah dipenjara, Nak. Dan kamu juga kehilangan pekerjaan. Gimana kalau nanti Ivan memperkarakan kamu lagi soal kematian Talita. Lalu siapa yang akan membantu Mama?"

RuntuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang