Setelah meminum obatnya, Aksa tertidur di kamar atas basecamp. Hujan masih turun di luar sana meskipun rinainya sudah tidak sederas tadi. Arka pun juga sudah lebih tenang setelah dihadapkan pada rasa panik luar biasa karena kondisi Aksa.
Arka pikir, Aksa sudah sembuh. Dia kira, Aksa sudah berhasil membuang rasa traumanya jauh-jauh. Dia pikir, semuanya sudah baik-baik saja. Arka merasa bersalah, seharusnya dia bisa menjaga Aksa dengan lebih baik.
"Arka, kalau boleh tau apa yang udah terjadi sama Aksa sampai dia punya PTSD?" tanya Yasa hati-hati setelah melihat Arka yang lebih tenang.
Arka menarik nafas dalam-dalam. Apa yang harus dia katakan kepada mereka berenam? Apakah dia harus membagi luka itu kepada orang lain? Namun pada akhirnya Arka memutuskan untuk bercerita. Sekarang dirinya dan Aksa lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan mereka semua, mungkin lebih baik jika mereka mengetahui apa yang sudah terjadi.
"Beberapa waktu yang lalu, Aksa terlibat di sebuah kecelakaan beruntun. Kondisinya parah, dia hampir aja meninggal," cerita Arka dengan suara parau, "Dia koma selama satu minggu dan harus tinggal di rumah sakit selama satu bulan lebih."
Arka menghentikan ceritanya sebentar sebelum melanjutkannya.
"Setelah kecelakaan itu Aksa mengalami trauma, dia bakalan sulit bernafas kalau teringat sama kejadian itu. Sejak itu, dia rutin berobat untuk mengobati traumanya dan sebenernya keadaannya udah lumayan membaik."
Semuanya terdiam mendengar cerita Arka.
"Tapi Aksa juga berubah. Dia jadi lebih pendiam, dia dekat sama gue tapi di saat bersamaan juga terasa jauh. Puncaknya dia minta pindah sekolah, Aksa bilang dia pengen melupakan segala traumanya. Papa setuju, gue juga nggak bisa ngelarang dia. Dia selalu bilang kalau dia baik-baik aja di sini. Begonya gue percaya gitu aja, seharusnya gue tau kalau dia diganggu sama tikus-tikus got itu."
Reyhan merangkul bahu Arka, mencoba memberinya dukungan. Ternyata Aksa dan Arka pernah melalui peristiwa yang sulit. Dia tidak menyangkanya.
Mata Dean bahkan sudah berkaca-kaca, pantas saja di awal dia mengenal Aksa anak itu begitu pendiam. Rupanya Aksa menyimpan traumanya sendiri.
"Makanya Kak, gue marah banget sama para tikus got yang udah ngelukain Aksa. Mereka bahkan nggak tau gimana perjuangan papa sama gue buat kesembuhan Aksa. Rasanya sehabis kecelakaan itu gue udah mau gila waktu liat dia berlumuran darah, gue nggak mau kejadian yang sama terulang ke Aksa. Cukup sekali aja dia terluka dan berada di ambang kematian." setetes air mata jatuh dari sudut mata Arka.
"Yang sabar ya, Ka." Vino mengusap bahu Arka, berusaha menenangkan anak itu. "Sekarang kalian berdua punya kita. Kita bakalan bantuin lo buat jagain Aksa. Dia pasti bakalan bisa sembuh dari rasa trauma itu. Kita bantu dia sama-sama."
Arka masih sedih namun sedikit lega setelah menceritakan ini kepada mereka, meskipun sebenarnya dia hanya menceritakan garis besar dari peristiwa itu. Setidaknya dia bisa membagi sedikit beban yang telah dia pendam selama ini.
Giandra dan Yasa tidak banyak berkomentar. Ardian bahkan sudah menangis, dia tidak tahu kenapa air matanya jatuh begitu saja setelah mendengar cerita dari Arka. Rasanya Ardian ingin memeluk si kembar dan berkata jika sekarang semua akan baik-baik saja.
.
.
.
.
.
Sore harinya, Arka diajak Vino dan Dean untuk membeli makanan untuk makan malam. Ardian sendiri lebih memilih untuk melihat keadaan Aksa, dia membuka pintu kamar perlahan, dan Aksa rupanya sudah terbangun. Anak itu bersandar di headboard dengan tatapan yang mengarah ke jendela. Ada desahan lega ketika menyadari tatapan Aksa sudah tidak sekosong tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRANGE LIGHTS
FanfictionKepindahan Aksana Mahendra ke SMA Harapan membuatnya terlibat dengan geng Platinum. Hidup Aksa yang semula terasa kelabu sedikit demi sedikit mulai lebih berwarna lagi. Tetapi bagaimana jika sebenarnya Aksa mempunyai sebuah tujuan tersembunyi di bal...