Sepulang dari sekolah, Dean melajukan mobil putih kesayangannya ke basecamp geng Platinum. Di sampingnya Vino duduk sambil memakan batagor yang tadi dia beli di depan sekolah.
Hampir setiap hari anak-anak Platinum rutin berkumpul di markas mereka. Mereka berenam sengaja membeli rumah nyaman yang bisa digunakan sebagai tempat nongkrong dan bermain bersama. Akhirnya setelah berunding, mereka sepakat membeli sebuah rumah bertingkat dua dan berhalaman super luas.
Dean memarkir mobilnya di samping mobil sport hitam milik Giandra. Giandra yang dua tahun lebih tua dari mereka sekarang sedang kuliah semester tiga di sebuah universitas terkemuka, jurusan manajemen bisnis. Sama seperti dengan Ardian.
Selain Ardian Hadinata dan Giandra Prayoga, masih ada Yasa Wibisana dan Reyhan Maheswara. Yasa dan Reyhan baru kuliah semester satu karena mereka memang baru lulus tahun ini.
Vino melompat dari kursi mobil dan langsung masuk ke dalam rumah meninggalkan Dean yang masih sibuk mengambil tasnya di kursi belakang. Setelah menutup pintu Dean langsung menyusul Vino.
Di dalam sana, Yasa sedang sibuk membaca novel sastra tebal di sofa. Vino meliriknya tidak berminat, sampai kapanpun rasanya dia tidak akan bisa memahami bahasa novel sastra yang disukai Yasa itu. Memang di antara mereka berenam Yasa lah yang paling pintar.
Yasa Wibisana selalu menjadi juara umum. IQ-nya saja 148. Mantan ketua osis SMA Harapan, juara debat nasional, juara olimpiade internasional, dan masih banyak segudang prestasi lagi yang dimiliki oleh Yasa. Juga ada satu kelebihan lain lagi yang dimiliki Yasa yaitu tangan penghancur. Barang apapun yang disentuhnya akan rusak.
Di sudut lain ada Giandra yang sedang memetik gitarnya dengan tenang. Giandra Prayoga, si bongkahan es kutub. Dia selalu bersikap dingin, tapi sekalinya bicara kata-katanya lebih tajam dari ujung pedang. Bagi Giandra, tidak ada ampun jika ada yang berani menyentuh dirinya dan teman-temannya. Mirip Dean tapi versi lebih sadis.
"Kalian udah pulang?" suara bernada ceria menyapa. Dari arah dapur Reyhan muncul sambil membawa gelas tinggi berisi jus mangga. "Mau jus mangga juga? Lumayan, tadi gue ngambil dari pohon mangga ujung jalan."
"Bang, lo nyolong mangga?" tanya Dean setengah menuduh.
"Ya enggaklah! Gue cuma ambil yang udah jatuh di tanah. Tenang aja yang ada bekas gigitan kelelawarnya udah gue bersihin kok." Reyhan tersenyum makin lebar.
Vino dan Dean bergidik. Emang kebangetan si Reyhan Maheswara ini. Padahal kalau mau dia bisa membeli seratus hektar kebun mangga sekaligus. Kalau ditanya alasan kenapa ambil mangga jatuh bekas kelelawar, Reyhan akan selalu bilang kalau kelelawar cuma mau makan yang udah manis, jadi yang bekas dimakan kelelawar pasti sudah terjamin rasa manisnya.
Ngawur banget kan alasannya?
Bisa dibilang Reyhan adalah matahari di tengah mereka. Dia itu penghidup suasana. Tapi jangan salah, walau kelihatannya ramah dan ceria kalau ada yang nyari masalah sama dia, siap-siap aja menderita. Reyhan tidaj pernah mau ngotorin tangannya sendiri, palingan dia cuma nyuruh satu kompi bodyguardnya buat turun tangan. Maklum saja, dia putra tunggal seorang pengusaha batu bara ternama dan terkaya di negeri ini.
"Mas Ardian mana nih?" tanya Vino ketika dia tidak melihat sosok Ardian dimanapun. Setahunya kakaknya itu sedang tidak ada kelas hari ini.
Yasa dan Reyhan saling berpandangan. Bingung mau menjawab apa, jika mereka menjawab jujur pasti Vino akan khawatir.
"Biasa."
Suara Giandra yang terdengar. Dia menjawab tanpa menoleh pada yang lain.
"Balapan lagi?" suara Vino meninggi, dia paham benar apa yang Giandra maksud dengan kata biasa itu. "Kalau Mama sampai tau bisa disate Mas Ardian nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
STRANGE LIGHTS
FanfictionKepindahan Aksana Mahendra ke SMA Harapan membuatnya terlibat dengan geng Platinum. Hidup Aksa yang semula terasa kelabu sedikit demi sedikit mulai lebih berwarna lagi. Tetapi bagaimana jika sebenarnya Aksa mempunyai sebuah tujuan tersembunyi di bal...