Martin, Jordan, dan Brian sedang berada di Paradoks. Hari ini Senja menyuruh mereka datang kemari untuk membahas rencana mereka. Martin yang paling bersemangat meskipun dia tidak terlalu menunjukkannya. Dia sudah tidak sabar untuk melihat kehancuran Platinum.
Di bangunan besar yang didominasi warna putih itu, Senja sudah menunggu mereka bersama dengan Raven dan Lio. Yang tidak ketiganya tahu, Arka juga ada di sana, sibuk bermain game di salah satu ruangan yang ada. Arka memang sengaja, dia ingin mendengar sendiri betapa bodohnya ketiga orang itu.
Dari tempatnya berada sekarang, Arka masih bisa mendengar pembicaraan yang lain. Terdengar cukup menyenangkan untuk mengusir kebosanannya.
"Ka, lo bisa denger gue kan di sana?" teriak Lio memastikan.
"Jangan sebut nama gue, sat! Entar mereka denger!" balas Arka dengan berteriak juga.
Senja hanya menatap mereka jengah. Sungguh beruntung sekali dia sekarang terjebak bersama trio rusuh Arka, Raven, dan Lio. Andai saja Aksa sekarang juga ada di sini pasti Senja tidak akan pusing sendiri.
"Berisik lo berdua," kritik Raven, dia sedang asyik rebahan di sofa sambil memakan satu kantong keripik kentang yang tadi dibawa Arka.
Daun pintu ganda itu lalu terbuka. Martin, Jordan, dan Brian muncul dengan wajah songong mereka. Kalau boleh jujur, Raven muak sekali melihat wajah mereka. Alangkah lebih baik kalau Raven diijinkan untuk langsung menghajar mereka bertiga, sampai sekarat kalau perlu.
Kemarin saja Raven harus menahan emosinya mati-matian ketika dengan entengnya trio curut ini bercerita tentang bagaimana mereka mengganggu Aksa. Raven dan yang lain tidak menyalahkan Aksa yang hanya diam dan mengalah, bagaimanapun kondisi Aksa sedang tidak baik. Tapi Raven ingin membalas mereka dengan berkali-kali lipat.
Tanpa dipersilahkan trio curut itu duduk di sofa yang kosong. Seperti biasa, Lio yang mengambil peran untuk bersikap paling ramah kepada mereka. Sungguh, Emilio Praja adalah aktor yang baik.
"Kapan kita bisa memulai rencana kita itu?" tanya Martin to the point, sungguh tidak tahu malu.
"Kapanpun kalian siap," jawab Lio.
Beberapa waktu yang lalu mereka sempat membicarakan hal ini kepada Aksa. Dan Aksa hanya menjawabnya dengan kata terserah.
Bagi Lio, Senja, Raven, dan Arka kata terserah yang diucapkan oleh Aksa itu berarti mereka bebas melakukan apapun yang mereka inginkan. Meskipun Aksa tidak ingin terlibat karena dia terlalu malas untuk menghadapi trio curut yang bagi Aksa tidak penting ini, tapi ijin yang diberikan oleh Aksa masih dibutuhkan.
"Apa kita masih tetap di rencana awal?" tanya Jordan takut-takut, sebenarnya dia sedikit tidak yakin dengan rencana yang sudah mereka susun bersama.
"Kenapa? Kalian takut?" Raven balik bertanya, ada seringaian di wajah rupawannya.
"Nggak ada rasa takut sama sekali," Martin yang menjawab.
Raven tersenyum, "Good."
"Tugas kalian cuma memancing semua anggota Platinum untuk datang ke tempat yang udah kita siapkan." tambah Senja, dia sebenarnya tidak terlalu suka dengan permainan kekanakan ini tapi Senja terpaksa melakukannya. Dia kalah suara dari trio rusuh F5.
"Gimana caranya?" kali ini Brian bertanya dengan tampang polosnya.
Lio mendengus, "Terserah kalian mau gimana caranya, kalian aja yang cari idenya. Pokoknya F5 tinggal datang kesana dan melakukan bagiannya."
"Kalian serius mau baku hantam langsung dengan anggota Platinum?" Jordan mempertanyakannya lagi, masih belum yakin.
"Ya iyalah! Kita tinggal hajar mereka semua sampai babak belur. Gampang kan?" Raven menyeringai lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRANGE LIGHTS
FanfictionKepindahan Aksana Mahendra ke SMA Harapan membuatnya terlibat dengan geng Platinum. Hidup Aksa yang semula terasa kelabu sedikit demi sedikit mulai lebih berwarna lagi. Tetapi bagaimana jika sebenarnya Aksa mempunyai sebuah tujuan tersembunyi di bal...