"Aksa mana?"
Raven bertanya setelah berhasil menyejajari langkah Arka yang tadi dengan tidak berperasaan meninggalkannya begitu saja.
"Lagi di kamar gue sama Kak Ardian,"
Raven menarik kerah jaket Arka membuat Arka nyaris terjungkal ke belakang.
"Apaan sih, Ven?" ucap Arka kesal, Raven ini kadang bisa membuat tekanan darahnya naik.
"Ini serius lo mau ngajakin gue ketemu si Ardian itu?"
"Lo mau pulang juga nggak apa-apa kok, gue nggak rugi,"
"Tapi--
"Udahlah, lo tenang aja. Kak Ardian nggak tau siapa lo. Lo cukup nggak perlu nyebut soal F5 aja, meskipun Kak Ardian nanya lo pura-pura aja bego,"
Raven menggelengkan kepalanya pelan, tidak habis pikir.
"Gue jadi kasihan sama dia, soalnya dia nggak tahu apa-apa soal kalian."
Arka mendengus sebelum membuka pintu kamarnya, dia tidak ingin menanggapi perkataan Raven itu. Raven kemudian merangsek masuk dan mendorong Arka ke sembarang arah. Begitu melihat Aksa senyumannya melebar.
"Aksaaaaa..." pekik Raven senang, dia buru-buru merangkul Aksa yang tersenyum kepadanya, "Gue kangen banget sama lo, rasanya kita udah nggak ketemu seabad."
"Najis lebay." gerutu Arka, dia lalu menghempaskan tubuhnya di samping Ardian.
"Gimana kabar lo, Ven?" tanya Aksa.
"Baik, kok. Cuma bonyok dikit." Raven nyengir sambil menunjuk beberapa luka di wajahnya. Dia kelihatan bangga dengan luka yang didapatnya.
"Oh ya, Ven. Kenalin ini Kak Ardian," kata Aksa.
Raven membalikkan tubuhnya dan memandang Ardian dengan tatapan menilai. Ardian memiliki wajah yang tampan, sekilas jika diperhatikan dia sedikit mirip dengan Aksa dan Arka. Sorot mata kelamnya terlihat percaya diri. Nampak sekali jika Ardian terbiasa menjadi pusat dari segalanya.
Raven lalu menghampiri Ardian dan menjulurkan tangannya, Ardian membalasnya sembari tersenyum tipis.
"Gue Raven, temennya Aksa sama Arka."
"Ardian."
"Udah, Kak. Jangan lama-lama salaman sama Raven, entar kakak bisa kena rabies," Arka menarik tangan Ardian.
Raven memelototinya kesal, "Eh, Arkadal jangan ngomong sembarangan ya lo!"
Aksa terkekeh pelan, dari dulu Arka dan Raven selalu suka berdebat yang tidak penting seperti ini. Ardian hanya menatap mereka berdua dengan tatapan aneh. Bertambah lagi satu makhluk berisik di sekitarnya.
.
.
.
.
.
Malam ini Ardian dan Giandra sedang nongkrong bersama di salah satu kafe yang sedang populer di kota ini. Mereka berdua duduk berhadapan di kursi kayu pendek dengan meja yang terbuat dari bekas krat botol bir berwarna merah. Tempat ini sebenarnya cukup sederhana, tapi baik Ardian dan Giandra menyukai suasananya.
Giandra memesan ice americano yang selalu menjadi favoritenya. Ardian tidak terlalu menyukai kopi, jadi dia lebih memilih untuk memesan segelas strawberry latte.
"Jadi apa yang mau lo ceritain?" tanya Giandra, dia menyalakan pemantik dan membakar satu batang rokok dengan aroma mint yang belakangan ini menjadi kesukaannya.
Ardian menghela nafas panjang membuat Giandra semakin penasaran. Sahabatnya ini terlihat sedang banyak pikiran. Karena mereka seumuran, Ardian lebih sering curhat kepada Giandra tentang hal apapun begitupun sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRANGE LIGHTS
FanfictionKepindahan Aksana Mahendra ke SMA Harapan membuatnya terlibat dengan geng Platinum. Hidup Aksa yang semula terasa kelabu sedikit demi sedikit mulai lebih berwarna lagi. Tetapi bagaimana jika sebenarnya Aksa mempunyai sebuah tujuan tersembunyi di bal...