Aksa baru saja sampai di rumahnya setelah berkunjung ke basecamp Platinum lebih dulu. Hari ini hanya ada dirinya, Vino, Dean, dan Yasa di basecamp, yang lain sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Sebelum pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri, Aksa mampir ke kamar Arka yang pintunya terbuka lebar.
Dia menggelengkan kepalanya saat melihat Arka sedang mencoba seragam SMA Harapan. Adik kembarnya itu tampak berputar-putar di depan cermin. Aksa hafal sekali tabiat Aksa, anak itu pasti sedang memuji dirinya sendiri di dalam hati tentang betapa sempurna penampilannya.
Kondisi kamar Arka masih cukup berantakan. Ada lima buah koper besar di dekat pintu walk in closet. Tumpukan baju terlihat di sofa berwarna merah maroon yang ada di pojok ruangan. Beberapa helm koleksi Arka juga ada di sini. Aksa tebak dua motor kesayangan adiknya pun sudah ada di garasi rumah ini. Nampaknya Arka memang sudah berniat untuk ikut Aksa pindah kemari.
"Gimana penampilan gue, Sa?" Arka bertanya sambil melirik Aksa dari sudut matanya, rupanya Arka menyadari kehadiran Aksa di sini sejak tadi.
"Lumayanlah."
"Komentar lo nggak memuaskan." sungut Arka. Dia sedikit cemberut.
Aksa kemudian duduk di ranjang Arka sambil mengamati Arka yang masih sibuk bercermin.
"Duh, kalau di Harapan gue jadi populer gimana? Pasti repot ngehadapin cewek-cewek yang antri buat ngedapetin gue."
Aksa berdecak, "Jangan kepedean deh lo, kayaknya lo bakalan tetep kalah sama Kak Vino."
Arka balas meliriknya tak terima. "Kerenan juga gue sama dia."
"Look at me, Arka. Gue tu invisible di Harapan. Karena wajah lo sama kayak wajah gue, jadi lo bakal sama unpopularnya sama gue."
Arka berbalik, dia mengamati Aksa sambil tersenyum menyebalkan.
"Ya iyalah lo nggak populer, gaya lo kali ini enggak banget, Sa. Gimana kalau lo kembali jadi seorang Aksana Mahendra yang dulu?"
Aksa terdiam dan Arka meneruskan ocehannya.
"Gue nggak tau apa motivasi lo buat menimbulkan kesan kalau lo itu murid yang 'biasa' aja, tapi yang jelas rencana lo itu udah gagal, Sa."
Arka kemarin sibuk menertawakan terbongkarnya identitas Aksa gara-gara black card Amex yang terselip di dompetnya. Padahal Arka sempat bertaruh dengan teman-temannya yang lain selama apa Aksa akan bertahan dengan image 'ordinary student' itu. Ternyata itu semua hanya bertahan selama sebulan lebih sedikit saja.
"Jadi mendingan lo kembali ke appearance lo sebagai Aksa yang gue kenal karena ya percuma aja lo terusin semua drama ini. Dan gue nggak mau ya ikut-ikutan lo jadi biasa di Harapan sana. Gue nggak bakalan bisa jadi biasa." Arka tersenyum sombong, minta ditampol.
Aksa masih diam saja, dia benci mengakuinya tapi apa yang dikatakan oleh Arka itu benar. Mungkin tidak ada gunanya lagi dia berpenampilan dan berperilaku seperti anak yang biasa saja.
"Dari mana aja kok kamu baru pulang, Sa?"
Aksa menoleh ke arah pintu dengan kaget, kedua matanya membola lucu.
"Papa???" pekik Aksa.
"Kok ekspresi kamu kayak lihat hantu gitu sih?" David Mahendra berjalan mendekati kedua putranya itu. Yang satu masih kaget dan yang satu justru tertawa kencang.
"Surprise," teriak Arka senang, dia sengaja tidak bilang jika sang ayah datang mengunjungi mereka.
"Papa kapan pulang dari Chicago?" tanya Aksa, setahunya kemarin pagi ayahnya ini masih berada di Chicago sana.
![](https://img.wattpad.com/cover/356185098-288-k963661.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
STRANGE LIGHTS
FanficKepindahan Aksana Mahendra ke SMA Harapan membuatnya terlibat dengan geng Platinum. Hidup Aksa yang semula terasa kelabu sedikit demi sedikit mulai lebih berwarna lagi. Tetapi bagaimana jika sebenarnya Aksa mempunyai sebuah tujuan tersembunyi di bal...