26 - Facing The Truth

601 58 8
                                    

David yang sedang bersantai sambil mengecek kondisi pasar saham lewat tabletnya dikejutkan dengan kedatangan anak-anak yang seharusnya sedang berada di sekolah untuk belajar. Dia menatap heran kepada rombongan berwajah panik itu sambil melepas kacamata minus yang bertengger di atas hidung mancungnya.

"Kalian nggak sekolah?" tanya David, pertanyaan ini sebenarnya lebih ditujukan kepada Aksa dan Arka.

"Kita lagi bolos, pah," jawab Arka sekenanya.

"Terus ini ada apa kalian rame-rame datang kesini?" tanya David lagi, cukup bingung dengan ekspresi mereka yang tidak ada cerianya sama sekali.

"Kak Ardian kabur dari rumah," Arka yang akhirnya menjawab karena sepertinya tidak ada seorangpun di antara lainnya yang berminat menjawab pertanyaan David itu.

Di satu sisi Arka juga merasa jika jantungnya berpacu lebih cepat. Mungkin hanya tinggal menunggu waktu saja sampai semua rahasia ini terbongkar. Dan yang paling penting, pertanyaan-pertanyaan yang masih tertinggal akan mendapatkannya jawabannya.

Ekspresi David langsung membeku setelah mendengar jawaban Arka itu. Dia menatap putra bungsunya, seolah sedang meminta penjelasan.

"Ardian kabur?" ulang David dengan nada tidak percaya.

Arka hanya mengangguk, dia balik mengamati raut wajah sang ayah. Sorot khawatir terlihat jelas di mata David.

"Kenapa? Kok bisa Ardian sampai kabur? Ada masalah di rumah?" rentetan pertanyaan David itu terdengar penuh kekhawatiran.

"Nggak ada yang tau kenapa, Om," Vino menggeleng, wajahnya terlihat sedih dan nyaris menangis. Tadi dia sudah mencoba menghubungi Isabel namun panggilannya belum bisa tersambung.

Giandra sudah tidak bisa menahan dirinya lagi. Dia mendekati David dan mulai bersuara.

"Bisa kita bicara empat mata, Om?" tanya Giandra tanpa basa-basi. Dia tidak peduli pada ekspresi penuh tanya teman-temannya yang lain.

David melihat sorot mata serius Giandra dan pada akhirnya mengangguk.

"Tentu saja,"

David kemudian berjalan menuju ke ruang kerjanya di lantai atas diikuti oleh Giandra dan yang lainnya ditinggalkan begitu saja di ruang tengah rumah ini.

"Apa yang disembunyiin sama Bang Giandra?" gumam Yasa heran.

Reyhan hanya mengangkat bahunya, "Gue harap bukan sesuatu yang buruk."

"Apapun itu kelihatannya ini adalah sesuatu yang serius," tambah Dean, dia mengusap bahu Vino, mencoba untuk menenangkan sahabatnya itu.

Arka melirik Aksa yang hanya diam sejak tadi. Aksa balas menatapnya, dia memberi Arka sebuah senyuman yang menenangkan. Seolah Aksa sedang berkata jika semuanya akan baik-baik saja. Ya, Arka pun berharap begitu.

.

.

.

.

.

"Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan dengan saya, Giandra?"

Setelah mempersilahkan Giandra untuk duduk di sofa panjang yang ada di ruangan ini, David menatap pemuda berkulit pucat itu sambil tersenyum tipis. Sedikit banyak David tahu jika Giandra adalah sahabat Ardian sejak kecil. David ingat sekali saat Ardian bercerita tentang Giandra yang suka menemaninya memancing meskipun dengan terpaksa.

Giandra lalu berdehem pelan, entah kenapa sekarang dia merasa sedikit gugup.

"Ini tentang Ardian," jawab Giandra, mencoba untuk menghalau kegugupannya itu.

STRANGE LIGHTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang