17 - Eleutheromania

623 67 14
                                    

7 bulan yang lalu...

Aksa memukul kemudi mobilnya dengan perasaan marah dan kecewa. Dia sudah jauh-jauh datang ke tempat ini untuk menemui sang ibu tetapi wanita itu tega menyuruhnya pergi begitu saja.

Tidak ada sambutan atau pelukan hangat yang wanita itu berikan untuk putra sulungnya itu. Dengan tidak berperasaan, wanita itu berbalik meninggalkannya tanpa menoleh ke belakang lagi. Sikapnya masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu ketika dia pergi meninggalkan dirinya dan Arka.

Aksa kemudian menyalakan mesin mobilnya, sekali lagi dia menatap kecewa pada toko bunga milik ibunya. Di tempat inilah sang ibu menjalani hidup barunya, dengan egois meninggalkan semuanya di belakang. Sang ibu bahkan rela hidup susah dan jauh dari kemewahan demi memperjuangkan pria yang dicintainya.

Hati Aksa terasa sakit, rasanya seperti tulang rusuknya berbalik dan menusuk paru-parunya sendiri. Jika kedua orangtuanya tidak pernah saling mencintai kenapa Aksa dan Arka harus dilahirkan? Ayah mereka mungkin selalu melimpahi mereka dengan materi dan perhatian, tapi ada bagian di dalam dirinya yang Aksa rasa telah hilang. Semua kebahagiaan ini seperti semu.

Aksa menginjak pedal gasnya dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Untung saja dia masih selamat sampai di rumah. Setelah memarkir mobilnya dengan sembarangan, Aksa ingin segera mengurung diri di dalam kamarnya. Dia berjalan dengan cepat melewati ruang tengah, belum menyadari jika David sudah menunggunya di sofa kulit berwarna coklat gelap itu.

"Aksa, darimana kamu?" suara rendah David yang terdengar membuat Aksa menghentikan langkahnya, dia berbalik kepada sang ayah dan mencoba untuk menormalkan ekspresi wajahnya yang kacau.

"Dari rumah Senja," bohong Aksa, dia menjawab singkat sebelum melangkah lagi.

"Siapa yang udah ajarin kamu buat bohong?"

Pertanyaan David itu membuat Aksa menoleh dengan tatapan kecewanya.

"Kenapa kamu temuin wanita itu lagi? Bukannya Papa udah larang kamu sama Arka buat nemuin dia?"

"Wanita itu ibu kandung aku, Pa. Emangnya salah kalau aku pengen ketemu sama Mama aku sendiri?"

"Papa yakin hari inipun juga dia masih mengabaikan kamu," David mencoba menekan emosinya, tapi amarah ini sudah bergemuruh di dalam dadanya. Setiap kali dia mengingat mantan istrinya itu hanya kemarahan yang dia rasakan.

David tidak peduli tentang dirinya sendiri, tapi dia sangat peduli kepada Aksa dan Arka. Keputusan wanita itu untuk pergi telah melukai kedua putranya dengan begitu dalam.

Aksa terdiam, ayahnya benar. Hari inipun dia masih diabaikan. Mungkin bagi sang ibu memang Aksa tidak berharga. Namun apakah salah jika Aksa berharap jika masih ada rasa kasih sayang di dalam hati ibunya untuk dirinya dan Arka?

"Tapi aku bakalan terus berusaha, Pa. Aku bakalan tetap mencoba buat ketemu sama Mama. Siapa tau suatu saat nanti Mama luluh dan kembali kepada kita."

"Aksa!" tanpa sadar David meninggikan suaranya, "Di detik dia pergi meninggalkan kamu sama Arka, dia tidak berhak lagi untuk mendapatkan kesempatan. Papa sebenarnya nggak peduli meskipun Mama kalian itu ingin berpisah dari Papa. Tapi sikapnya yang sudah menelantarkan kalian yang membuat Papa sangat marah. Jadi kamu jangan pernah temuin dia lagi."

Aksa menggeleng, hati dan pikirannya semakin kacau sekarang.

"Bukannya setiap orang punya kesempatan kedua? Aksa yakin kalau Mama pasti punya alasannya sendiri sampai pergi dari kita."

David mendekati Aksa dan memegang kedua bahunya.

"Ya, dan karena alasan itu dia lebih memilih untuk meninggalkan kalian berdua di saat dia juga masih bisa menjadi ibu yang baik untuk kalian berdua. Kamu bisa lihat sendiri kan? Dia membuang kalian berdua dari hidupnya. Mungkin sejak awal Papa dan mama kalian itu tidak seharusnya bersama."

STRANGE LIGHTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang