7. Aliyah's Wedding, Saura just Kidding

188 24 0
                                    

Pagi-pagi sekali tepatnya jam 7, Saura dan keluarga kecil Kak Alden tiba di hotel tempat berlangsungnya pernikahan Aliyah dan Farza. Kebetulan pengantin, Mama dan Papa, serta keluarganya pengantin pria memilih untuk booking kamar di hotel. Sementara Jiel dan Saura serta saudara-saudara yang lain memilih untuk tetap tidur di rumah.

Jiel sudah lebih dulu berangkat bersama salah satu sepupu mereka dengan menaiki motor. Mungkin anak itu juga sudah sampai di hotel.

"Acaranya jam berapa, deh, Kak?" tanya Saura pada Kak Sila, kakak iparnya. Mereka bergegas ke atas dengan menaiki lift.

"Setau aku jam 8, deh, Dek."

Saura mengangguk-anggukkan kepalanya.

Mereka sudah sampai di aula hotel yang luas. Tempat di mana nanti Aliyah dan Farza ijab kabul dan resepsi. Saura memandangi dekorasi pernikahan Aliyah dan Farza. Cukup glamour dan terbilang mewah.

"Mbak, Mbak Saura bukan, ya?" Seorang pemuda berpakain jas dan Saura klaim sebagai tim WO yang dipakai Aliyah mendekat ke arah Saura.

"Iya betul, saya."

Laki-laki yang tampak lebih muda darinya itu merekah senyum, "ah baik, Mbak. Izin briefing untuk kirab nanti di jam 10, Mbak Saura dan Mas Jiel jalan berdua setelah keluarga kecil Pak Alden jalan dan untuk prosesi akad Mbak Saura yang akan dampingi pengantin menuju meja akad, ya, Mbak, ya." jelas anak muda itu yang nametag-nya bernama Hildan.

Saura mengangguk paham, "jadi, nanti aku jalan dari pintu, nih, berarti ya, Dan, bareng Mas Jiel?" tanya Saura sok akrab ke pemuda bernama Hildan itu.

"Betul, Mbak." balas Hildan sambil terkekeh kecil, "soalnya—maaf—Mbak-nya belum ada pasangan jadinya dipasangin sama Mas Jiel." Tahu-tahu Hildan membicarakan pribadi Saura yang tidak memiliki pasangan. Cih, tidak sopan.

Saura memasang senyum masam dan otaknya bergerilya ingin mengisengi Hildan-Hildan ini.

Saura maju mendekat ke arah Hildan dan tangan kanannya meraih pipi Hildan dengan lembut, "iya, nih, Mbak nggak punya pasangan...gimana sama kamu aja, Dan?"

Tampak Hildan langsung kikuk dan berusaha menelan salivanya. Tangan Saura turun ke bahu Hildan, "yuk, Dan. Mau nggak?"

"Mbak, maaf—"

"Dan, lu kemana aja, sih? Itu kerabat penganten pada rame di luar!" Pria dengan baju yang sama dengan Hildan tiba-tiba datang dan membuat Hildan tersentak. "Lu ngapain, sih?"

"I... iya, Bang. Gue ke sana." katanya lalu melihat Saura lagi. Yang masih merekah senyum yang seharusnya tampak menakutkan.

"Semangat, ya, Dan, ya. Kamu harus profesional hari ini. Jangan kecewain aku pokoknya." ujar Saura lembut seraya menepuk bahu Hildan dan menel-menel ke anak muda itu.

"I... iya, Mbak." Hildan berlalu dengan tatapan kosong.

Sementara hal mengejutkan barusan tentu mengundang tanya pria yang meneriaki Hildan tadi.

"Hildan adik tingkat saya waktu kuliah..." dusta Saura tanpa ditanya pada pria di depannya.

"Oh iya, Mbak." Pria itu mengangguk sopan dan ikut berlalu dari hadapan Saura.

Saura mengela napas. Rasa tersinggung ini benar-benar membunuhnya. Soal dirinya tidak punya pasangan dan mau tidak mau harus dipasangkan dengan Jiel sewaktu kirab nanti saja malah menguras emosi Saura. Dia pun melakukan inhale-exhale demi mengembalikkan mood-nya lagi. Pokoknya hari ini harus ceria dan bahagia karena motor baru hasil hadiah dilangkahi Aliyah akan jatuh ke tangannya. Haha. Iya, Saura mendapat motor dari hasil langkahannya.

Terlalu Siang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang