5. Indonesia's Core: Julid Moment

201 27 0
                                    

Saura masih kebo di dalam kamarnya. Minggu pagi ini ia gunakan untuk tetap rebahan sampai ia niat untuk beranjak. Walaupun ia tidak sepenuhnya terlelap dan setengah sadar, sayup-sayup telinganya mendengar suara ramai yang ada di luar kamar. Saura tidak memedulikannya dan tetap memejamkan mata.

Kalau di rumah, Saura jarang melakukan apa-apa seperti melakukan pekerjaan rumah. Ia hanya sering cuci piring dan sekedar membantu Mama memasak apabila ibunya itu membutuhkannya. Intinya, Saura akan melakukan pekerjaan rumah jika diminta atau diperintah. Sisanya tidak. Inisiatif Saura memang kurang. Toh, Mama dan Papanya juga tidak pernah protes yang berlebihan. Semisal ada orang lain yang julid tentang ini, Saura 'kan jadi bisa balikin dengan menyahut "loh, Mama sama Papa aku aja nggak pernah nyuruh ini itu. Kok, kamu yang ribet?"

Dangggg. Saura harap jika ada yang berani julid kepadanya, semoga dia langsung kena mental.

Saat di rumah, eksistensi gadis itu memang seperti putri kerajaan. Jarang menyapu, mengepel, masak belum mahir, dan lain-lain. Itu sebabnya Saura tidak giro menikah dalam waktu cepat. Karena dipikirannya, untuk mengurus diri sendiri aja susah dan ribet, apalagi mengurus rumah tangga.

Tapi, ya sudahlah, ya. Kalau memang sudah waktunya, Saura akan belajar taat pada pekerjaan rumah. Tapi nanti saja. Sekarang mau lanjut tidur dulu.

Tak lama, pintu kamarnya ada yang mengetuk.

Saura menggeram pelan seperti macan. Siapakah manusia yang berani mengetuk pintu kamarnya?

Berani-beraninya membangunkan macan yang sedang ter—

"Kak? Udah bangun?" Suara Ibu Ndah terdengar. Ibu Ndah adalah asisten rumah tangga yang sudah bekerja di keluarga Ambara sejak Aliyah masih bayi. Ya, diperkirakan saja lah sudah berapa tahun beliau mengabdi di keluarga Saura.

Saura urung kesal. Pamali kesal pada orang tua. Ibu Ndah sudah dianggap seperti Ibu sendiri oleh dirinya.

"Ibu masuk, ya, Kak."

Belum Saura menjawab, Ibu Ndah membuka pintu kamar. Wanita itu masuk ke dalam kamar sembari membawa keranjang berisi baju yang sudah digosok.

"Jam berapa, Bu?" tanya Saura dengan suara khas gadis baru bangun dari mimpi.

"Jam 8, Kak." jawab Ibu Ndah, "maaf, ya, Kak, jadi kebangun."

"Nggak apa-apa. Emang udah bangun." kata Saura. Mau tidak mau ia bangkit dan duduk sebentar. Lalu meraih handphone yang terletak di atas nakas. "Kok, di luar kayak rame banget, ya, Bu."

"Papa pasang tenda RT, Kak. Buat siraman."

Saura mengangguk paham, habis itu tersadar akan sesuatu, "loh, kok aku lupa kalo hari ini Aliyah siraman." gumamnya.

"Masih entar sore. Santai aja dulu kita." sahut Ibu Ndah seraya memasukkan baju-baju Saura ke dalam lemari. "Mau Ibu bikin teh anget nggak, Kak?"

"Enggak, Bu. Makasih."

"Makan, noh. Mama masak banyak."

"Oke," kata Saura riang dan keluar dari kamar.

Benar saja. Keadaan di dalam rumah juga tidak kalah ramai. Ada banyak sekali Ibu-Ibu yang mana adalah tetangganya ikut membantu Mama menyiapkan keperluan siraman sore nanti. Saura mendengkus. Ia menyesal sudah keluar kamar. Mana pas keluar kamar semua mata langsung tertuju kepadanya. Oh, jadi gini rasanya jadi Miss Indonesia. Pikirnya sok narsistik.

Saura mengembangkan senyumnya pada orang-orang yang ada di sana.

"Saura Dewi Ambara, mandi, Neng." suruh Mama yang sedang membungkus kue bugis dengan daun pisang 

Terlalu Siang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang